Sukses

Konflik Iran-Israel Jadi Kambing Hitam Keterpurukan Rupiah

Kurs rupiah selama sepekan terakhir telah mengalami depresiasi 0,66 persen. Kemudian secara satu bulan terakhir, depresiasinya me capai 3,22 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus akademisi dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai konflik Iran-Israel tak punya andil besar terhadap pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat saat ini.

Pasalnya, sosok yang sempat menjadi Dewan Pakar Timnas AMIN ini melihat, aksi saling serang yang terjadi antara Israel dan Iran pada 1 April dan 13 April tidak berdampak signifikan terhadap nilai tukar rupiah.

"Impact on currency, ini menarik nih. Saya cenderung menduga krisis Iran-Israel itu dijadikan kambing hitam. Apapun permasalahan kita, salahkan ke krisis Middle East," ujar Wijayanto dalam sesi webinar, Senin (22/4/2024).

Ia lantas memperpanjang timeline pergerakan rupiah dalam 5 tahun terakhir, dimana menurutnya ada begitu banyak fenomena yang lebih dahsyat daripada konflik Iran-Israel. Pada kurun waktu itu, tren pelemahan rupiah disebutnya merupakan sesuatu yang sangat kentara.

"Jadi saya rasa ada atau tidak ada krisis Middle East, rupiah akan terus melemah," imbuh Wijayanto.

Merujuk pada data yang dibawanya, kurs rupiah selama sepekan terakhir telah mengalami depresiasi 0,66 persen. Kemudian secara satu bulan terakhir, depresiasinya me capai 3,22 persen.

Jika ditarik dalam satu tahun terakhir, kata Wijayanto, rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar AS hingga 9,27 persen, terbesar kedua setelah yen Jepang.

"Artinya posisi rupiah itu ada atau tidak ada krisis memang kecenderungannya melemah. Bahkan, kalau kita buka perbandingan nilai tukar rupiah terhadap seluruh mata uang di dunia yang ada 159, maka dalam satu bulan terakhir rupiah melemah terhadap 134 mata uang dunia," tuturnya.

"Ini alarming. Artinya, kalau rupiah melemah itu bukan karena middle east, bukan karena dolar AS yang menguat, memang kita ada masalah di dalam negeri," tegas Wijayanto.

2 dari 2 halaman

Rupiah Menguat Jadi 16.215 per Dolar AS, Tapi Potensi Ambruk Masih Besar

Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Senin ini. Namun penguatan ini masih rapuh. Analis melihat rupiah berpeluang melemah dipengaruhi oleh konflik di Timur Tengah yang memanas.

Pada Senin (22/4/2024), nilai tukar rupiah naik 45 poin atau 0,28 persen menjadi 16.215 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.260 per dolar AS.

"Rupiah masih berpeluang melemah hari ini terhadap dolar AS akibat masih memanasnya situasi konflik di Timur Tengah," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara.

Ia menuturkan dengan adanya serangan drone ke Iran di pekan kemarin, pasar masih mewaspadai kemungkinan konflik membesar.

Kongres Amerika Serikat (AS) akhir pekan kemarin baru saja mengesahkan pemberian bantuan dalam jumlah besar untuk Ukraina, Israel dan Taiwan. Bantuan tersebut bisa saja dipandang pasar untuk memanaskan konflik.

Data neraca perdagangan Indonesia bulan Maret 2024 akan dirilis pagi hari ini. Menurut Ariston, bila neraca perdagangan surplus, mungkin bisa menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS.

Ia mengatakan potensi pelemahan rupiah ke arah 16.300 per dolar AS dengan potensi support di sekitar 16.200 per dolar AS.Â