Sukses

Rupiah Masih di Atas 16.000 per USD, Ternyata Ini Biang Keroknya

Terkait melemahnya Rupiah terhadap Dolar AS, Presiden Direktur Bank BCA, Jahja Setiaatmadja mengatakan faktor utama dari melemahnya Rupiah tak hanya karena konflik di Timur Tengah

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS masih di atas Rp 16.000. Berdasarkan data Google Finance, Senin, 22 April 2024 pukul 17.30, Rupiah menyentuh level Rp 16.245 per dolar AS). 

Terkait melemahnya Rupiah terhadap USD, Presiden Direktur Bank BCA, Jahja Setiaatmadja mengatakan faktor utama dari melemahnya Rupiah tak hanya konflik di Timur Tengah, melainkan permintaan Dolar AS yang meningkat pada kuartal I 2024. 

“Demand Dolar AS meningkat pada kuartal I karena persiapan lebaran masa liburan. Banyak masyarakat terbang ke luar negeri, membeli tiket dan berbelanja, mereka butuh Dolar AS,” kata Jahja dalam konferensi pers Kinerja PT Bank Central Asia Tbk Triwulan I 2024, Senin (22/4/2024). 

Adapun menurut Jahja banyaknya dividen payout pada kuartal I 2024 oleh perusahaan besar juga menjadi faktor melemahnya Rupiah. Hal ini disebabkan banyaknya investor asing dari perusahaan besar. 

“Adanya pengurangan investasi di saham dan obligasi oleh asing dan adanya dumping dari asing semua ini butuh Dolar, mau tidak mau exchange rate kita melampaui Rp 16.000,” lanjut Jahja. 

Jahja menambahkan adanya eskalasi konflik di Timur Tengah dampaknya sementara. Hal ini ia lihat dari harga emas yang sempat melonjak ketika terjadi konflik dan sudah mulai kembali terkoreksi. Hal ini menurut Jahja pergerakan harga emas dipengaruhi banyak faktor.

Terkait penurunan suku bunga The Fed, Jahja menuturkan Amerika Serikat memiliki beberapa skenario. Awalnya suku bunga The Fed diprediksi turun pada Mei, tetapi prediksi tersebut bergeser menjadi Juni.

“Terakhir yang saya dengar The Fed melihat ekonomi AS cukup baik hanya inflasi yang belum mencapai target. Mungkin akan menunggu hingga Desember atau lebih ekstrem tahun depan menurunkan suku bunga, ini yg perlu kita amati,” pungkasnya. 

2 dari 3 halaman

Rupiah Menguat Jadi 16.215 per Dolar AS, Tapi Potensi Ambruk Masih Besar

Sebelumnya, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Senin ini. Namun penguatan ini masih rapuh. Analis melihat rupiah berpeluang melemah dipengaruhi oleh konflik di Timur Tengah yang memanas.

Pada Senin (22/4/2024), nilai tukar rupiah naik 45 poin atau 0,28 persen menjadi 16.215 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.260 per dolar AS.

"Rupiah masih berpeluang melemah hari ini terhadap dolar AS akibat masih memanasnya situasi konflik di Timur Tengah," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara.

Ia menuturkan dengan adanya serangan drone ke Iran di pekan kemarin, pasar masih mewaspadai kemungkinan konflik membesar.

Kongres Amerika Serikat (AS) akhir pekan kemarin baru saja mengesahkan pemberian bantuan dalam jumlah besar untuk Ukraina, Israel dan Taiwan. Bantuan tersebut bisa saja dipandang pasar untuk memanaskan konflik.

Data neraca perdagangan Indonesia bulan Maret 2024 akan dirilis pagi hari ini . Menurut Ariston, bila neraca perdagangan surplus, mungkin bisa menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS.

Ia mengatakan potensi pelemahan rupiah ke arah 16.300 per dolar AS dengan potensi support di sekitar 16.200 per dolar AS.

3 dari 3 halaman

Tak Selamanya Pelemahan Rupiah Rugikan Indonesia, Sri Mulyani Kasih Bukti

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani buka suara terkait tren pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mengutip data Bloomberg, nilai tukar Rupiah mencapai 16.260 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (19/4/2024) kemarin.

Sri Mulyani menyebut, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan memberikan keuntungan terhadap kinerja ekspor Indonesia. Yakni, meningkatnya penerimaan dari sisi eskpor akibat penguatan mata uang dolar AS.

"Di sisi ekspor, penerimaan akan jauh lebih baik dengan nilai tukar dolar yang menguat," tulis Sri Mulyani dalam akun Instagramnya @smindrawati, dikutip Minggu (21/4/2024).

Meski begitu, Sri Mulyani mengakui pelemahan nilai tukar Rupiah juga merugikan ekonomi. Yakni, tertekannya kinerja impor akibat pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS hingga peningkatan inflasi.

"Namun, di sisi impor, konversi harga dolar terhadap rupiah akan lebih tinggi dan bisa berdampak pada inflasi di Indonesia," bebernya