Sukses

Ekspor Indonesia ke China Anjlok, Ini Gara-garanya

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja ekspor Indonesia dengan salah satu mitra dagang utamanya, yakni China. Ekspor non migas Indonesia ke China tercatat mengalami penurunan sekitar 16,24 persen.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja ekspor Indonesia dengan salah satu mitra dagang utamanya, yakni China. Ekspor non migas Indonesia ke China tercatat mengalami penurunan sekitar 16,24 persen.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, nilai ekspor Indonesia ke China pada periode Januari-Maret 2024 mencapai USD 13,36 miliar. Angka ini lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu dengan USD 15,94 miliar.

"Kalau kita lihat data yang kami sudah kumpulkan dan olah secara kumulatif Januari-Maret 2024 atau Q1, nilai ekspor non migas Indonesia ke Tiongkok turun 16,24 persen dibandingkan Januari-Maret 2023," kata Amalia dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta, dikutip Selasa (23/4/2024).

"Jika triwulan 1 2024 dibandingkan dengan triwulan 4 2023, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok itu kira-kira turun 21,20 persen," sambungnya.

Dia menjelaskan, ada beberapa komoditas yang berkontribusi pada penurunan kinerja ekspor tadi. Dianyatanya, bahan bakar mineral trrutama batu bara (HS27), minyak dan lemak hewan nabati utamanya crude palm oil (CPO) (HS15), dan besi baja (HS 27).

Secara nilai, bedaran ekspor Indonesia ke China mencapai USD 4,75 miliar di Maret 2024. Angka ini mengalami kenaikan dari capaian Februari 2024 dengan USD 4,06 miliar. Namun, masih lebih rendah dari Maret 2023 lalu dengan USD 5,67 miliar.

Amalia menyebut, China juga masih menjadi salah satu negara mitra dagang utama Indonesia. Porsinya mencapai 22,44 persen dari total ekspor. Capaian ini diikuti oleh ekspor kawasan Asia Tenggara dengan 17,89 persen dan Amerika Serikat sebesar 10,36 persen, serta India dengan porsi 8,42 persen.

2 dari 3 halaman

BPS: Ekspor-Impor Indonesia dengan Iran dan Israel Kecil

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja perdagangan Indonesia dengan Iran dan Israel terbilang kecil. Keduanya bukan merupakan mitra dagang utama Indonesia.

Diketahui, konflik antara Iran dan Israel tengah memanas di kawasan Timur Tengah tersebut. Kondisi ini dikhawatirkan berpengaruh pada kinerja perdagangan bagi negara-negara yang menjalin kerja sama.

Mengacu pada kinerja perdagangan Indonesia dengan Iran dan Israel sepanjang 2023, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan rasionya cukup kecil dibandingkan dengan ekspor-impor secara keseluruhan.

"Yang ingin saya garis bawahi disini adalah secara umum dapat disimpulkan bahwa nilai perdagangan barang Indonesia dengan Iran dan Israel relatif kecil. Keduanya bukan merupakan mitra dagang utama indonesia di kawasan Timur Tengah," tegas Amalia dalam Konferensi Pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (22/4/2024).

Dia turut merinci kinerja ekspor Indonesia dengan Iran sepanjang 2023 lalu. Nilai ekspor Indonesia ke Iran tercatat sebesar USD 195,13 juta atau sekitar 2,51 persen terhasap total ekspor Indonesia ke Timur Tengah.

Sementara itu, nilai impor Indonesia dari Iran mencapai USD 11,72 juta atau kira-kira 0,12 persen terhadap total impor dari Timur Tengah. Dengan demikian, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan Iran sekitar USD 183,41 juta.

"3 komoditas utama yang diekspor Indonesia ke Iran antara lain buah-buahan, kendaraan dan bagiannya dan produk kimia. Sedangkan komoditas utama yang kita impor dari Iran adalah buah-buahan, bahan bakar mineral serta bahan kimia organik," urainya.

 Sementara itu nilai ekspor Indonesia ke Israel mencapai USD 165,77 juta atau mencakup hanya 1,83 persen dari total ekspor ke Timur Tengah. Sementara nilai impornya hanya sebesar USD 21,93 juta atau hanya sebesar 0,22 persen dari total impor Indonesia dari Timur Tengah.

"Dengan demikian Indonesia juga mengalami surplus neraca perdagangan barang dengan Israel," kata Amalia.

3 dari 3 halaman

Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 47 Bulan Beruntun, Maret 2024 Capai USD 4,47 Miliar

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kondisi neraca perdagangan barang Indonesia pada Maret 2024 mengalamu surplus sebesar USD 4,47 miliar. Catatan ini memperpanjang tren surplus neraca perdagangan selama 47 bulan secara berturut-turut.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan surplus neraca perdagangan Maret 2024 mengalami kenaikan sebesar USD 2,65 miliar dari bulan sebelumnya.

"Pada maret 2024 neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar USD 4,47 miliar. Naik sebesar USD 2,65 miliar secara bulanan," kata Amalia dalam Konferensi Pers, di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (22/4/2024).

Amalia juga mencatat tren surplus ini memperpanjang capaian positif sejak Mei 2020 lalu.

"Dengan demikian emraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 47 bulan berturut sejak Mei 2020," ucapnya.

Dia menjelaskan, surplus neraca perdagangan Maret 2024 lebih ditopang oleh surplus pada komoditss non migas sebesar USD 6,51 miliar. beberapa komoditas penyumbang surplus yang utama berasal dari bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan nabati (HS 15), serta besi dan baja HS 72.

"Surplus neraca perdagangan non migas maret 2024, ini saya sampaikan lebih besar jika kita bandingkan dengan bulan lalu, dan juga dibansingkan pada bulan maret tahun lalu. Pada saat yang sama Neraca perdagangan migas tercatat defisit sebesar USD 2,04 miliar. Tentunya defisit ini disumbang oleh hasil minyak maupun minyak mentah," bebernya.