Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menuturkan, kasus viral pengiriman sepatu yang dikena bea masuk lebih tinggi dari harga belinya telah diselesaikan. Ia mengatakan, denda akibat nilai yang dilaporkan Perusahaan Jasa Titipan (PJT) lebih rendah itu telah selesai dibayar oleh PJT dalam hal ini DHL.
"Pembayaran denda itu dilakukan oleh perusahaan DHL, jadi bukan Saudara Radhika Althaf.Saat ini masalah sudah selesai,” ujar Sri Mulyani, seperti dikutip dari video singkat akun instagram resminya @smindrawati, Minggu (28/4/2024).
Baca Juga
Sri Mulyani menuturkan, kasus pengiriman sepatu yang diterima Raditha Althaf bermula dari keluhan bea masuk dan pajak. Sri Mulyani menjelaskan ditemukan persoalan pada nilai sepatu yang dilaporkan oleh perusahaan jasa titipan (PJT),dalam hal ini DHL. Nilai yang dilaporkan jasa DHL lebih rendah dari harga sebenarnya.
Advertisement
"Ternyata ditemukan persoalannya pada nilai sepatu tersebut diberitahukan oleh perusahaan jasa titipan DHL, di mana nilai yang dilaporkan DHL lebih rendah. Bea Cukai melakukan koreksi untuk penghitungan bea masuknya dan ini akibatkan pembayaran denda,” ujar Sri Mulyani.
Ia mengatakan, pembayaran denda tersebut dilakukan oleh PJT dalam hal ini DHL, bukan Radhika Althaf, sebagai penerima sepatu."Sepatu itu sudah diterima penerima barang dan kewajiban kepabeanan telah diselesaikan," kata dia.
Sri Mulyani meminta Bea Cukai untuk bekerja sama dengan para stakeholders terkait agar dalam pelayanan dan penanganan masalah di lapangan dapat berjalan cepat, tepat, efektif sehingga memberikan kepastian kepada masyarakat.
"Saya mengapresiasi dan berterimakasih kepada semua pihak yang telah dan terus membantu memberikan masukan maupun dukungan lain agar pelayanan dan kinerja Bea Cukai dan Kementerian Keuangan terus membaik,” tulis dia.
Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta
Adapun terkait kasus pengiriman sepatu yakni saat Radhika Althaf alami lonjakan bea saat membeli sepatu bola dari laman belanja asal Jerman pada 15 April 2042 dengan harga 500 euro atau Rp 10.301.000. Sepatu tersebut dikirim dengan Perusahaan Jasa Titipan (PJT) DHL dengan biaya kirim Rp 1.204.000 atau sekitar 70 euro. Pada 21 April 2024, ia kaget dengan email dari DHL yang menyatakan kalau total biaya yang dibayarkan untuk sepatu yang dibeliknya sebesar Rp 31.810.340.
"Pada saat itu aku posisinya belum dapat dokumen Bea Cukai yang menjelaskan secara rinci soal denda administrasi," ujar Althaf seperti dikutip dari Kanal Lifestyle Liputan6.com.
Althaf lantas mencoba untuk menghubungi pihak DHL selaku PJT yang menangani barangnya. Ia awalnya mengira barangnya tertukar sehingga tarif bea yang terlampir tidak sesuai.
Namun, setelah melakukan pengecekan dengan pihak DHL terkait Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) barang miliknya, ternyata memang benar bahwa tarif fantastis tersebut dikenakan untuk dirinya.
"Aku langsung coba hubungi call center Bea Cukai 1500225 berkali-kali, tapi selalu sibuk. Akhirnya aku coba cek Instagramnya Bea Cukai Soekarno-Hatta, dan kebetulan besoknya mereka lagi buka sesi konsultasi tatap muka online seputar Bea Cukai. Aku daftar sesi konsultasi itu, dan besoknya Zoom meeting bersama pihak Bea Cukai," kata Althaf.
Pada sesi konsultasi tersebut, Althaf menanyakan soal denda bea yang dikenakan kepadanya. Alasan dari Bea Cukai adalah ini merupakan kesalahan dari PJT yang mengumumkan harga barang yang tidak sesuai dengan harga aslinya. Diketahui bahwa ada perubahan harga pada laporan Bea Cukai menjadi hanya €35 atau Rp562.736.
"Aku tanya dong, kenapa kesalahan PJT dibebankan kepada aku? Aku kan tidak tahu menahu perihal proses administrasi yang dilakukan oleh PJT. pihak Bea Cukai beralasan karena peraturannya memang seperti itu," sebutnya, kecewa.
Advertisement
Dituduh Unver-Invoicing
Pada sesi zoom meeting tersebut, solusi yang ditawarkan oleh Bea Cukai RI kepada Althaf adalah mengajukan keberatan namun dengan tanpa ada garansi akan dikabulkan, bahkan bisa-bisa penetaapan denda menjadi lebih besar.
"Merasa gak dapat penyelesaian yang jelas, akhirnya aku curhat di TikTok, dengan harapan bisa dapat atensi dari banyak stakeholders terkait penetapan SPPBMCP itu, tapi gak nyangka langsung viral seperti ini," curhatnya.
Pada kolom komentar video TikTok-nya, banyak warganet yang menuduh Althaf telah melakukan praktik under-invoicing, di mana harga yang diumumkan ke pihak Bea Cukai RI lebih rendah daripada harga aslinya. Namun, Althaf menyangkal hal ini sebab di awal dia pun sudah menyampaikan bahwa semua masalah administrasi sudah diserahkan ke DHL selaku PJT dan Kuasa Importirnya.
"Intinya di sini aku tidak pernah melakukan praktik under-invoicing sebagaimana yang dituduhkan oleh Bea Cukai. Secara logika, kalau aku memang benar memiliki niat melakukan praktik under-invoicing, seharusnya aku khawatir ketika Bea Cukai meminta dokumen yang berisikan bukti transfer/transaksi," tegasnya.
Tetap Dikenakan Denda
Kelanjutannya, Althaf mengabarkan bahwa pihak DHL, selaku Kuasa Importir yang melaporkan harga kepada Bea Cukai RI, masih melakukan investigasi dan koordinasi dengan pihak DHL Jerman soal perbedaan harga yang tercantum di invoice fisik. Ia mengatakan bahwa pihak Bea Cukai RI tetap mengenakan denda tersebut dan meminta dirinya berkoordinasi dengan DHL terkait pembayaran dendanya.
"Respons dari Bea Cukai, aku tetap dikenakan denda administrasi berdasarkan PMK 96/2023 tersebut dan menyuruh berkoordinasi dengan DHL selaku PJT perihal pembayaran dendanya," sebut pria tersebut.
Ia juga mengatakan bahwa belum menerima barang tersebut dan tidak akan mau disuruh membayar denda yang dirasanya bukan akibat kesalahan dirinya.
"Lebih baik aku tidak membayar, apalagi terhadap sesuatu yang bukan kesalahan aku," sebut Althaf.
Althaf juga sudah mengirimkan surat undangan resmi kepada DHL untuk membicarakan permasalahan ini. Ia berpesan untuk jangan takut bersuara jika ada suatu hal yang tidak adil.
Advertisement