Sukses

Rupiah Tembus 16.000 per Dolar AS, Ada Peluang Kembali Perkasa?

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David E. Sumual menuturkan, nilai tukar rupiah masih bersifat kompetitif jika dibandingkan negara lain.

Liputan6.com, Samosir - Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David E. Sumual menjelaskan masih ada potensi untuk nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS kembali menguat di bawah Rp 16.000. 

"Mungkin saja karena perkembangannya sangat dinamis. Kalau saya perhatikan, sekarang mereda ketegangannya kondisi geopolitik di Timur Tengah, indeks dolar juga sedikit menurun, dan harga minyaknya menurun ya,” kata David kepada wartawan usai acara pelatihan jurnalis di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4/2024).

David menambahkan, nilai tukar rupiah masih bersifat kompetitif jika dibandingkan negara lain. Selain itu dibandingkan dengan negara-negara lain, Rupiah juga masih cukup kuat terhadap Dolar AS.

David membandingkan Rupiah dengan pelemahan nilai tukar mata uang Yen Jepang dan Won Korea terhadap dolar AS yang dibiarkan melemah sekitar 10%, demi mempertahankan daya saing produk ekspornya dengan kompetitor.

Dia menilai, ada aspek fundamental yang perlu diperhatikan seperti ekspor dan impor serta inflasi yang juga harus diperhitungkan dalam memprediksi pergerakan rupiah ke depannya. 

“Kita tahu inflasi pangan kita naik cukup tinggi beberapa bulan terakhir. Ini tentu mempengaruhi inflasi ekspor-impor kita itu mempengaruhi juga fundamental rupiah,” ujar David.

Selain itu, adanya fenomena Dutch Disease kalau banyak penguatan terjadi dengan satu mata uang, itu bisa mengganggu juga ekspornya dalam jangka panjang.

"Ini perlu diperhatikan juga supaya juga untuk di luar komoditas juga kita tetap bersaing,” pungkas David.

 

 

 

2 dari 4 halaman

Meneropong Prediksi BI Terkait Kebijakan Suku Bunga The Fed

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) prediksi The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) akan menurunkan suku bunga pada Desember 2024. Bank Indonesia menyebut prediksi pasar juga turut mundur terkait penurunan suku bunga The Fed. 

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya mengatakan, BI memiliki beberapa skenario penurunan suku bunga The Fed salah satunya yaitu, the Fed hanya akan menurunkan suku bunga satu kali pada Desember 2024. 

"Kita memiliki asumsi Fed Funds Rate (FFR) akan turun  most likely nya itu satu kali di 2024, pada kuartal IV atau Desember,” kata Juli dalam diskusi Perkembangan Ekonomi Terkini dan Respon Bauran Kebijakan BI, di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4/2024).

Adapun untuk skenario lainnya yaitu potential risk, BI mengasumsikan FFR tidak akan turun pada 2024 tetapi akan turun 50 bps pada 2025. Sedangkan untuk skenario tail risk, suku bunga The Fed tidak akan turun pada 2024, tetapi akan turun 26 bps pada 2025.

Di tengah kondisi ini dan ketidakpastian global, BI tetap optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I dan II 2024 akan lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal IV 2023. Hal ini didorong oleh permintaan domestik yang kuat dari konsumsi rumah tangga sepanjang Ramadan dan Idul Fitri 1445H.

Adapun pada 2024, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional bakal tumbuh kisaran 4,7 hingga 5,5 persen. Juli menuturkan meskipun berada dalam ketidakpastian global dan geopolitik, ekonomi Indonesia masih terbilang kuat.

3 dari 4 halaman

Pemilu Selesai, BI Pede Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 Melesat di Atas 5%

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyebut pasca Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 selesai, dinilai mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2024 tembus 5,1 persen.

 "Ini tentu saja didomestiknya dengan adanya pemilu telah selesai, ini akan mendorong optimisme. Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini 2024 antara 4,7-5,5 persen. Kira-kira titik tengahnya disekitar 5,1 persen di tahun 2024," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung dalam acara Economic Outlook 2024, Kamis (29/2/2024).

Menurutnya, sangat perlu untuk membangun optimisme bersama, meskipun di level global perekonomiannya masih dibayang-banyangi oleh ketidakpastian yang tinggi.

"Saya kira perlu untuk membangun optimisme kita bersama, untukdomestic ekonomi dengan kondisi global seperti itu sebenarnya uncertainty mereda tapi masih tinggi, itu yang dari sisi globalnya," ujarnya.

Lebih lanjut, kata Juda, Bank Indonesia juga memprediksi inflasi di dalam negeri masih terjaga dikisaran 2-3 persen, serta pertumbuhan kredit ditargetkan mampu mencapai 10-12 persen tahun ini.

"Inflasi kami perkirakan juga masih terjaga, sangat terjaga di kisaran range Bank Indonesia 2-3 persen dan pertumbuhan kredit 10-12 persen di tahun ini," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Pertumbuhan Ekonomi Global

Di sisi lain, Bank Indonesia juga memprediksi perekonomian global tahun 2024 lebih rendah yakni 3 persen, dibandingkan kondisi perekonomian tahun 2023 yang sebesar 3,1 persen.

"Kami perkirakan perekonomian global tahun 2024 3 persen, sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya 2023," ujar dia.

Kendati pertumbuhan ekonomi global tahun ini diproyeksikan masih akan lemah, kata Juda, laju pertumbuhan ekonomi global 2024 justru lebih kuat dibandingkan perkiraan sebelumnya.

"Berangkat dari global kita mungkin cautious optimistic. Kalo kita lihat perekonomian global kami perkirakan 2024 memang lebih rendah dari 2023, tapi angkanya akan lebih tinggi dari perkiraan kita sebelumnya," pungkas Deputi Gubernur Bank Indonesia tersebut.