Liputan6.com, Samosir - Demi mendorong pertumbuhan kredit di Indonesia, Bank Indonesia (BI) memperkuat Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Penguatan ini dilakukan dengan penambahan likuiditas dan sektor.
Kepala Grup Sektor Keuangan Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Nugroho Joko Prastowo menuturkan sektor yang ditambahkan adalah dengan memperluas cakupan sektor prioritas.
Baca Juga
"Sektornya yakni sektor penunjang hilirisasi, konstruksi dan real estate produktif, ekonomi kreatif, otomotif, perdagangan, Listrik Gas-Air Bersih (LGA), dan jasa sosial,” kata Joko dalam acara pelatihan jurnalis di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4/2024).
Advertisement
Adapun sektor tambahan ini akan mulai mendapatkan insentif pada 1 Juni 2024 mendatang. besaran insentif yang diberikan tetap sebesar 4%.
“Sektor ini dipilih karena bisa memberikan daya ungkit ekonomi dan tidak berisiko, mendukung ekonomi hijau serta program pemerintah,” ujar Joko
Tak hanya memperluas cakupan sektor, Bank Indonesiajuga akan memberikan tambahan likuiditas kepada perbankan sebesar Rp 81 triliun sehingga total insentif menjadi Rp 246 triliun pada saat penerapan awal dari yang semula Rp 165 triliun.
Adapun Joko berharap pertumbuhan kredit perbankan ini yang meningkat sebesar 12,4% hingga Maret 2024 harus dijaga jangan sampai kembali turun.
Banyak Perusahaan Butuh Dana Segar, Penyaluran Kredit Kembali Bergairah
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat kebutuhan pembiayaan korporasi pada Februari 2024 terindikasi meningkat. Hal tersebut tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pembiayaan korporasi sebesar 11,1 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan SBT 6,5 persen pada Januari 2024.
"Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh peningkatan kebutuhan pada Lapangan Usaha (LU) Pertanian, Informasi, dan Komunikasi, serta Real Estate," kata Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, dalam keterangan BI, Kamis, 21 Maret 2024.
Erwin menjelaskan, sumber pembiayaan korporasi terutama berasal dari dana sendiri, diikuti pemanfaatan fasilitas kelonggaran tarik dan pembiayaan dari perbankan dalam negeri.
Penyaluran Kredit
Pada kelompok rumah tangga, kebutuhan pembiayaan baru pada Februari 2024 juga terindikasi meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, dengan mayoritas pembiayaan berasal dari bank umum.
"Selain perbankan, sumber pembiayaan utama yang menjadi preferensi rumah tangga antara lain leasing dan koperasi," ujarnya.
Di sisi lain, penyaluran kredit baru oleh perbankan pada Februari 2024 juga terindikasi meningkat dengan SBT sebesar 54,1 persen, lebih tinggi dibandingkan SBT Januari 2024 yang sebesar 24,5 persen.
Faktor utama yang memengaruhi penyaluran kredit baru tersebut antara lain permintaan pembiayaan dari nasabah, prospek kondisi moneter dan ekonomi ke depan, serta tingkat persaingan usaha dari bank lain.
"Sementara itu, untuk keseluruhan triwulan I 2024, penawaran penyaluran kredit baru dari perbankan diprakirakan tetap tumbuh," pungkasnya.
Advertisement
BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25% pada April 2024
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mekan suku bunga di kisaran 6,25% pada April 2024. Keputusan itu dibuat usai Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilaksanakan pada 23 dan 24 April 2024.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23 dan 24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis point menjadi 6,25%, Suku Bunga Deposit Facility naik sebesar 25 basis poin 5,5% dan Suku Bunga Lending Facility naik sebesar 25 basis poin menjadi 7%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil RDG April 2024, disiarkan Rabu (23/4/2024).
Gubernur BI mengatakan, kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari kemungkinan memburuknya resiko global, serta sebagai langkah preventif dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam 2,5+-1% pada tahun 2024 dan 2025, sejalan dengan stand kebijakan moneter yang pro stability.
"Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro growth, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," sambungnya.
Selain itu, kebijakan makroprudensial longgar juga terus ditempuh untuk mendorong kredit pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga, jelas Perry Warjiyo.
"Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk tetap memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," bebernya.
Ia melnambahkan, "untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, di tengah peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makropruensial dan sistem pemabayaran".