Sukses

Rupiah Hari Ini Diprediksi Anjlok Tembus 16.310 per Dolar AS, Ini Gara-garanya

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan pada perdagangan di akhir April ini. Saat ini, pelaku pasar tengah menanti arah kebijakan suku bunga AS yang merupakan hasil rapat Federal Open Meeting Committee (FOMC).

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan pada perdagangan di akhir April ini. Saat ini, pelaku pasar tengah menanti arah kebijakan suku bunga AS yang merupakan hasil rapat Federal Open Meeting Committee (FOMC).

Pada Selasa (30/4/2024), nilai tukar rupiah turun 15 poin atau 0,09 persen menjadi 16.270 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.255 per dolar AS.

"Rupiah hari ini diprediksi masih melanjutkan pelemahan terhadap dolar AS pada kisaran 16.250 sampai 16.310 dipengaruhi oleh faktor eksternal menjelang pertemuan The Fed pada Kamis lusa yang akan menetapkan suku bunga," kata analis Bank Woori Saudara Rully Nova dikutip dari Antara. 

Rully memperkirakan suku bunga kebijakan bank sentral AS atau The Fed tidak berubah di 5,5 persen.

Sementara, dari domestik, pelaku pasar masih menunggu data inflasi April 2024 yang diperkirakan akan lebih tinggi dibanding Maret 2024.

Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5 plus minus satu persen.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi IHK Maret 2024 tercatat sebesar 0,52 persen month to month (mtm), sehingga secara tahunan menjadi 3,05 persen year on year (yoy).

Inflasi yang terjaga merupakan hasil dari konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan pemerintah pusat dan daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi akan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 2,5 plus minus satu persen pada 2024.

2 dari 3 halaman

Pelemahan Rupiah Bakal Separah Krisis 1998 dan 2008? Ini Prediksi Bank Indonesia

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami pelemahan usai Hari Raya Idul Fitri. Saat ini, rupiah berada di kisaran 16.200 per dolar AS dari sebelumnya stabil di 15.600 per dolar AS.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juli Budi Winantya menjelaskan, pelemahan rupiah ini tak perlu ditakutkan. Ia memastikan bahwa pelemahan rupiah ini tidak seburuk krisis ekonomi 2008 maupun krisis moneter 1998.

Nilai tukar rupiah hanya terdepresiasi 5,07 persen secara year to date (ytd) per 23 April 2024. Sementara pada krisis ekonomi 2028 nilai tukar Rupiah melemah hingga 35 persen. Bahkan, pada krisis moneter tahun 1998 nilai tukar Rupiah melemah hingga 197 persen.

"Sekarang depresiasi (eupiah) hanya 5,07 persen, dibandingkan krisis-krisis sebelumnya yang pelemahan Rupiah lebih dalam," kata Juli dalam acara Pelatihan Wartawan di Pulau Samosir, Sumatra Utara, ditulis Minggu (28/4).

Selain itu, laju inflasi di tengah tren pelemahan nilai tukar Rupiah juga masih terjaga. BI mencatat, laju inflasi mencapai level 3,05 persen secara year on year (yoy) per Maret 2024.

Adapun, pada krisis ekonomi 2008 laju inflasi melonjak hingga 12,1 persen. Bahkan, laju inflasi di era krisis moneter pada 1998 silam mencapai 82,4 persen.

3 dari 3 halaman

Cadangan Devisa

Selanjutnya, cadangan devisa juga meningkat signifikan dibandingkan krisis ekonomi 2008 maupun krisis moneter 1998 silam. Per Maret 2024, cadangan devisa Indonesia mencapai USD 140,4 miliar.

"Cadangan devisa ini setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri," bebernya.

Juli menyebut, terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah tren penguatan dolar AS disebabkan oleh bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang terus diperkuat Bank Indonesia.

Antara lain peningkatan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

"Bank Indonesia juga terus melakukan inovasi-inovasi untuk mengeluarkan instrumen-instrumen baru untuk dapat meredam tekanan-tekanan terhadap nilai tukar Rupiah," imbuh Juli mengakhiri.