Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia meminta pemerintahan Prabowo-Gibran memberantas pungutan liar (pungli) di perusahaan di momen Hari Buruh Internasional atau May Day 2024. Pasalnya, pungli dinilai berdampak pada barang dan jasa yang dijual ke masyarakat.
Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat menyampaikan pungli di perusahaan berdampak pada kenaikan atas biaya dunia usaha. Pada akhirnya, turut membebani barang dan jasa yang diakses oleh masyarakat.
Baca Juga
"Serikat Pekerja/Serikat Buruh juga meminta Presiden Indonesia terpilih untuk secara sunguh-sungguh memberantas pungli dan korupsi karena menyebabkan terjadinya biaya tinggi di dunia usaha, yang tentunya berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat," ucap Mirah dalam keterangannya, Rabu (1/5/2024).
Advertisement
Diketahui, 2024 ini jadi tahun penting mengingat adanya transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih 2024-2029.
Masih menyoal Hari Buruh, Mirah juga meminta pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) yang disebut sudah lama mangkrak di DPR RI. Mirah meminta pengesahan itu perlu dilakukan tahun ini.
Mirah juga meminta Presiden Indonesia terpilih untuk menjalankan amanah konsitusi UUD 1945, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Karena yang terjadi hari ini adalah Pemerintah lebih memprioritaskan kesejahteraan bagi kelompok pemodal melalui Undang Undang Cipta Kerja," ucap Mirah memperingati May Day 2024.
Â
Minta Prabowo-Gibran Cabut Omnibus Law Cipta Kerja
Kelomlok buruh menuntut dicabutnya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2024. Hal ini juga yang diarahkan pada Presiden Terpilih, Prabowo Subianto.
Diketahui, 2024 ini menjadi tahun transisi pemerintahan ke tangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Melihat momentum ini, Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia menuntut Prabowo-Gibran mencabut UU Cipta Kerja.
"Dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, khususnya kluster Ketenagakerjaan, sudah mulai dirasakan oleh rakyat Indonesia. Undang Undang Cipta Kerja telah membuat pekerja Indonesia semakin miskin, karena telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah dan juga jaminan sosial," ucap Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat dalam keterangannya, Rabu (1/5/2024).
Â
Advertisement
Dampak Buruk
Dia mengungkapkan dampak buruk penerapan UU Cipta Kerja antara lain soal penetapan upah minimum yang tidak lagi melibatkan unsur tripartit dan kenaikannya tidak memenuhi unsur kelayakan. ASPEK Indonesia menuntut Pemerintah melakukan revisi atas PP No. 51 Tahun 2023, dengan mengembalikan mekanisme penghitungan kenaikan upah minimum provinsi dan kabupaten kota.
Utamanya dengan memperhitungkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan juga hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang harus dilakukan oleh Dewan Pengupahan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
"Kebutuhan Hidup Layak yang harus disurvei, minimal menggunakan 64 komponen KHL, didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak," jelasnya.
Selain meminta dicabutnya Omnibus Law UU Cipta Kerja, Mirah menuntut perlindungan hak berserikat di perusahaan. Pasalnya, atas temuannya masih banyak perusahaan yang anti terhadap keberadaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh. "Seiring dengan itu maka agar dilakukan pembenahan menyeluruh desk pidana perburuhan yang ada di kepolisian," pintanya.
Â