Sukses

Pernyataan The Fed Bikin Rupiah Menguat Hari Ini 2 Mei 2024, Ini Alasannya

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat 34 poin atau 0,21 persen menjadi 16.225 per dolar AS pada Kamis, 2 Mei 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell setelah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) menjadi sentimen pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis, (2/5/2024).

Mengutip Antara, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat 34 poin atau 0,21 persen menjadi 16.225 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya 16.259 per dolar AS.

Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menuturkan, ada dua poin yang dapat diambil dari pernyataan Powell yakni the Fed tidak mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan AS pada 2024.

“Dan The Fed menunda pemangkasan karena belum yakin inflasi AS akan turun ke 2 persen saat ini,” kata dia kepada ANTARA.

Ia menambahkan, pernyataan soal tidak adanya kenaikan memberikan kelegaan ke pasar dan bisa memberikan sentimen positif ke aset berisiko. Sementara itu, indikasi penundaan pemangkasan suku bunga memberikan kekhawatiran di pasar The Fed bisa tak mengeluarkan keputusan tersebut pada 2024.

"Hasil The Fed ini mungkin bisa menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS, tapi penguatan mungkin tidak banyak,” ujar dia.

Data-data ekonomi AS yang dirilis semalam juga memberikan hasil yang beragam. Ada yang lebih bagus dari proyeksi seperti data Automatic Data Processing (ADP) Non Farm Payrolls sebesar 192 ribu dari prediksi 179 ribu. Ada pula yang di bawah prediksi seperti data Purchasing Manager’s Index (PMI) versi Institute of Supply Management (ISM) yang sebesar 49,2 dari perkiraan 50,0.

Meninjau faktor dari dalam negeri, data inflasi April dinilai mungkin bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah bila hasilnya masih di kisaran 3,0 persen. "Hari ini, potensi penguatan ke arah Rp16.200 (per dolar AS) dengan potensi resisten ke arah Rp16.280-Rp16.300 per dolar AS,” tutur Arison.

2 dari 4 halaman

Pelemahan Rupiah Bakal Separah Krisis 1998 dan 2008? Ini Prediksi Bank Indonesia

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami pelemahan usai Hari Raya Idul Fitri. Saat ini, rupiah berada di kisaran 16.200 per dolar AS dari sebelumnya stabil di 15.600 per dolar AS.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juli Budi Winantya menjelaskan, pelemahan rupiah ini tak perlu ditakutkan. Ia memastikan bahwa pelemahan rupiah ini tidak seburuk krisis ekonomi 2008 maupun krisis moneter 1998.

Nilai tukar rupiah hanya terdepresiasi 5,07 persen secara year to date (ytd) per 23 April 2024. Sementara pada krisis ekonomi 2028 nilai tukar Rupiah melemah hingga 35 persen. Bahkan, pada krisis moneter tahun 1998 nilai tukar Rupiah melemah hingga 197 persen.

"Sekarang depresiasi (eupiah) hanya 5,07 persen, dibandingkan krisis-krisis sebelumnya yang pelemahan Rupiah lebih dalam," kata Juli dalam acara Pelatihan Wartawan di Pulau Samosir, Sumatra Utara, ditulis Minggu (28/4).

Selain itu, laju inflasi di tengah tren pelemahan nilai tukar Rupiah juga masih terjaga. BI mencatat, laju inflasi mencapai level 3,05 persen secara year on year (yoy) per Maret 2024.

Adapun, pada krisis ekonomi 2008 laju inflasi melonjak hingga 12,1 persen. Bahkan, laju inflasi di era krisis moneter pada 1998 silam mencapai 82,4 persen.

 

3 dari 4 halaman

Cadangan Devisa

Selanjutnya, cadangan devisa juga meningkat signifikan dibandingkan krisis ekonomi 2008 maupun krisis moneter 1998 silam. Per Maret 2024, cadangan devisa Indonesia mencapai USD 140,4 miliar.

"Cadangan devisa ini setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri," bebernya.

Juli menyebut, terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah tren penguatan dolar AS disebabkan oleh bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang terus diperkuat Bank Indonesia.

Antara lain peningkatan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

"Bank Indonesia juga terus melakukan inovasi-inovasi untuk mengeluarkan instrumen-instrumen baru untuk dapat meredam tekanan-tekanan terhadap nilai tukar Rupiah," imbuh Juli mengakhiri.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

 

4 dari 4 halaman

Rupiah Kembali Melemah di Awal Pekan, Investor Masih Tunggu Sinyal The Fed

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada pembukaan perdagangan di awal pekan ini. Pelemahan rupiah ini terjadi setelah data PCE Deflator Amerika Serikat (AS) menunjukkan perkembangan disinflasi yang stagnan di AS.

Pada Senin (29/4/2024), nilai tukar rupiah turun 30 poin atau 0,19 persen menjadi 16.240 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.210 per dolar AS.

"PCE Deflator AS naik ke level 2,7 persen year on year (yoy) dari 2,5 persen yoy, lebih tinggi dari ekspektasi 2,6 persen yoy," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dikutip dari Antara.

Selain itu, data PCE Deflator yang meningkat didorong oleh PCE Core Deflator yang tercatat sebesar 2,7 persen yoy, lebih tinggi dari estimasi sebesar 2,6 persen yoy.

Data PCE Deflator tersebut mencerminkan bahwa perkembangan disinflasi cenderung melambat, sehingga mendukung ekspektasi bank sentral AS atau The Fed untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan yang tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.

Saat ini, pasar hanya memperkirakan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada 2024.

Pada pekan ini, The Fed akan mengadakan pertemuan Federal Open Meeting Committee (FOMC) pada 30 April 2024 dan 1 Mei-24 Mei 2024.

Investor akan menunggu untuk melihat lebih banyak petunjuk dan sinyal kebijakan moneter The Fed untuk tahun 2024.

Josua memprediksi pada perdagangan hari ini rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran 16.175 per dolar AS hingga 16.275 per dolar AS.