Sukses

BPS: Inflasi April 2024 Sentuh 0,25%

BPS mencatat, tingkat inflasi bulanan April 2024 relatif lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indonesia mencapai 0,25 persen pada April 2024 secara bulanan atau secara month to month (mtm). Angka inflasi ini lebih rendah dari Maret 2024 sebesar 0,52  persen.

"Tingkat inflasi April 2024 pada April 2024 terjadi inflasi sebesar 0,25 persen secara bulanan, atau terjadi peningkatan indeks harga konsumen IHK dari 106,13 pada Maret 2024 menjadi 106,40 pada April 2024," kata Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti dalam konferensi pers BPS, Kamis (2/4/2024).

Amalia mengatakan, sementara inflasi pada April 2024 mencapai 3 persen secara tahunan atau year on year, dan secara tahun kalender year to date terjadi inflasi sebesar 1,19 persen. BPS mencatat, tingkat inflasi bulanan April 2024 relatif lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu.

Adapun kelompok pengeluaran penyumbang inflasi bulanan terbesar  berasal dari transportasi dengan inflasi sebesar 0,93 persen dan andil inflasi sebesar 0,12 persen. Di mana penyumbang utama inflasi dari kelompok transportasi adalah tarif angkutan udara dengan andil inflasi sebesar 0,06 persen, tarif angkutan antar kota dengan andil inflasi sebesar 0,03 persen, serta tarif kereta api dengan andil inflasi sebesar 0,01 persen.

Di sisi lain juga terdapat komoditas lainnya yang juga memberikan andil inflasi pada April 2024, yakni komoditas bawang merah dengan adil inflasi sebesar 0,14 persen, emas perhiasan dengan andil inflasi sebesar 0,08 persen, tomat dengan andil inflasi sebesar 0,04 persen,  serta bawang putih dengan andil inflasi sebesar 0,02 persen.

Selain itu terdapat komoditas yang memberikan andil deflasi antara lain cabai merah dengan under deflasi sebesar 0,14 persen, beras dengan andil deflasi sebesar 0,12 persen, serta telur ayam ras dengan andil deflasi sebesar 0,06 persen.

2 dari 4 halaman

Prediksi Ekonom

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, memproyeksikan laju inflasi bulanan pada April 2024 sebesar 0,27% month on month (MoM) atau secara bulanan. Angka tersebut cenderung menurun dari inflasi Maret 2024 yang sebesar 0,52% pada Maret 2024 atau selama periode Ramadan.

Menurutnya, penurunan tersebut sebagian besar didorong oleh penurunan inflasi bahan makanan, yang secara khusus menurun karena puncak musim panen terjadi di bulan April 2024.

"(Di mana) musim panen cenderung dapat mengimbangi dampak dari Lebaran ketika permintaan bahan makanan biasanya meningkat secara musiman," kata Josua kepada Liputan6.com, Kamis (2/5/2025).

Ia mencatat pada bulan April 2024, beberapa komoditas pangan mengalami penurunan harga, termasuk beras, telur ayam, cabai merah, dan cabai rawit.

Sebaliknya, harga-harga meningkat untuk komoditas seperti daging ayam, daging sapi, bawang merah, bawang putih, dan minyak goreng. Kelompok pengeluaran lain yang berkontribusi terhadap inflasi adalah transportasi, penyediaan makanan dan minuman/restoran, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya.

"Peningkatan ini terkait dengan meningkatnya permintaan selama liburan Lebaran, terutama untuk jasa transportasi, biaya rekreasi dan rekreasi, dan harga emas yang lebih tinggi dan depresiasi Rupiah (yang menyebabkan inflasi impor yang lebih tinggi) di tengah ketidakpastian ekonomi global yang meningkat dan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah," jelasnya.

3 dari 4 halaman

Inflasi Tahunan

Sementara, laju inflasi IHK tahunan diperkirakan akan tetap relatif stabil pada 3,02%yoy pada April 2024, dibandingkan dengan 3,05%yoy di Maret 2024.

"Stabilitas ini terutama disebabkan oleh inflasi harga bergejolak yang lebih rendah, karena penurunan inflasi bahan makanan, sejalan dengan puncak musim panen yang meningkatkan pasokan bahan makanan," ujarnya.

Sedangkan, untuk laju inflasi inti tahunan bulan April 2024 diproyeksikan meningkat dari 1,77% yoy di Maret 2024 menjadi 1,82% yoy di April 2024. Hal itu didorong oleh peningkatan permintaan selama periode Lebaran, kenaikan harga emas, dan inflasi impor yang lebih tinggi karena depresiasi Rupiah.

"Kami memperkirakan inflasi pada akhir tahun 2024 akan berada dalam kisaran target 1,5 - 3,5%, dengan potensi tekanan ke atas pada paruh pertama tahun 2024 yang berasal dari dampak El Nino dan inflasi impor yang lebih tinggi akibat depresiasi Rupiah di tengah risiko suku bunga kebijakan global yang 'higher-for-longer’ dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah," pungkas Josua.

 

4 dari 4 halaman

Jika Harga Pertalite Tak Naik, Inflasi 2024 Bakal di Kisaran 3%

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5%-3% sepanjang 2024. Namun target tersebut dengan syarat yaitu jika pemerintah tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama Pertalite.

Research Director of Macroeconomics CORE Indonesia Akbar Susanto menjelaskan, jika pemerintah tidak menaikkan harga Pertalite, maka laju inflasi 2024 akan mencapai 2,5%-3%. Tetapi, jika menaikkan harga yang diatur terutama harga BBM maka akan di atas angka tersebut.

"Jika harga Pertalite, dan mungkin juga harga tarif dasar listrik, misalnya mungkin di level daerah ada tarif PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), maka inflasi mungkin akan bisa antara 2,5-3,5 persen,” ungkap Akbar Susanto dalam "CORE Quarterly Review 2024: Tantangan Ekonomi di Tengah Transisi Pemerintahan" dikutip dari Antara, Kamis (25/4/2024).

Kendati demikian, CORE Indonesia menganggap angka 3,5 persen masih relatif terkendali karena Bank Indonesia (BI) cenderung menetapkan target inflasi antara 3 persen plus minus 1.

Berdasarkan data historis, lanjut dia, kenaikan inflasi bakal menurunkan konsumsi rumah tangga secara signifikan pada tiga bulan pertama, terutama ketika terjadi kenaikan drastis. Sesudah itu, angka inflasi secara perlahan akan mengalami penurunan hingga bulan ke-20.

“Contoh, kalau pemerintah menaikkan harga pertalite, maka nanti akan diikuti oleh kenaikan drastis dari harga-harga, dan konsekuensinya adalah konsumsi pada tiga bulan pertama akan turun. Sesudahnya, penurunan itu akan terus berlanjut meskipun pelan-pelan sampai bulan ke-20. Artinya, ini konsekuensi agak panjang, dua bulan itu kan lebih dari 1 tahun,” ujarnya.

 

Video Terkini