Sukses

Daya Beli Masyarakat Pulih, Kinerja Industri Ritel Lampaui Sebelum Pandemi Covid-19

Peningkatan penjualan ritel ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat juga telah pulih. Sehingga, kebangkitan daya beli ini akan mendorong pertumbuhan industri ritel hingga manufaktur.

Liputan6.com, Jakarta - Industri ritel modern sudah pulih dari dampak Covid-19. Hal tersebut diungkap oleh Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. Saat ini kinerja kinerja penjualan ritel sudah melampaui saat pandemi Covid-19.

"Alhamdulillah setelah covid atau pandemi selesai, kita lihat bahwa industri ritel kita  semakin baik, sudah pada titik sebelum covid, bahkan sudah lebih baik dari 2019, Alhamdulillah," kata Agus Gumiwang Kartasasmita dalam acara Business Matching IKM bersama Hippindo di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (2/5/2024).

Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa indeks penjualan riil atau IPR pada Februari 2024 tercatat 214,1. Angka ini meningkat 6,4 persen secara year on year (yoy) Atau meningkat 1,1  persen dari bulan sebelumnya.

 

"Di mana kelompok makanan minuman dan tembakau mencatat peningkatan sebesar 9,1 persen yoy," ujarnya. 

Peningkatan penjualan ritel ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat juga telah pulih. Sehingga, kebangkitan daya beli ini akan mendorong pertumbuhan industri ritel hingga manufaktur.

"Ini penting ya bagi pada ekosistem, siklus  ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat juga naik, karena kalau daya beli masyarakat tidak naik ya tidak mungkin masyarakat mampu belanja," bebernya.

Optimalkan Pemasaran

Oleh karena itu, Menperin meminta pelaku UMKM maupun IKM domestik untuk memanfaatkan peluang kebangkitan daya beli masyarakat dengan mengoptimalkan pemasaran produknya. Di sisi lain, pelaku bisnis besar juga diminta untuk memfasilitasi penjualan produk UMKM maupun IKM domestik.

"Kita sudah ada regulasi dari pemerintah yaitu pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat pembelanjaan, dan toko modern, dimana beberapa ketentuan telah mewajibkan mengikutsertakan UMKM dalam konteks industri adalah industri kecil dan menengah, dan memperpajangkan produk-produk dalam negeri," tegas Menperin.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

2 dari 3 halaman

Bisnis Mal Diramal Lesu Pasca Lebaran 2024

Sebelumnya, pengusaha pusat perbelanjaan memprediksi akan terjadi stagnasi pertumbuhan ritel di Indonesia pasca momen ramadhan dan Idul Fitri tahun 2024.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APPBI) Alphonzus Widjaja, mengatakan stagnasi pertumbuhan ritel tersebut diperkirakan imbas dari penerapan pembatasan impor, sehingga akan membuat barang impor ilegal membanjiri Indonesia.

"Kami memprediksi setelah idul fitri jika tidak diatasi (barang impor ilegal dan pembatasan impor), maka akan terjadi stagnasi pertumbuhan ritel Indonesia. karena ramadhan dan idul fitri high season puncaknya penjualan ritel di Indoensia, setelah itu akan stagnasi itu yang kami prediksi," kata Alphonzus dalam konferensi pers Revisi Kebijakan & Pengaturan Impor APRINDO dan APPBI, di Kawasan Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2024).

Oleh karena itu, APPBI mengusulkan kepada Pemerintah agar membatalkan rencana pembatasan impor dan mengatasi impor barang ilegal masuk ke dalam negeri.

"Usulan kami kepada Pemerintah produk lokal ini harus didukung diberikan kemudahan bukan dibatasi impor, kalau produk ilegalnya tidak dicegah dan diatasi maka akan terjadi ancaman. Situasi ini menjadi keprihatinan supaya pemerintah bisa membatalkan rencana pembatasan impor," tegasnya.

Sebab, memasuki tahun 2024 banyak retailer-retailer yang membatalkan membuka usaha ritel baru di pusat perbelanjaan, dikarenakan mereka kesulitan mendapatkan barang merek global imbas pembatasan impor.

"Saat memasuki tahun 2024 ini banyak retailer-retailer yang membatalkan membuka usaha retail baru. Padahal untuk mengembalikan usaha itutidak bisa mengandalkan toko-toko yang ada, untuk mendapatkan pertumbuhan yang signifikan harus dilakukan dengan membuka toko-toko yang baru," katanya.

3 dari 3 halaman

Dampak Buruk

Lebih lanjut, dampak buruk lainnya dari pembatasan impor akan menyebabkan kelangkaan barang, sehingga harga barang menjadi mahal dan membebani konsumen. Alhasil, industri ritel akan lesu.

"Dengan pembatasan impor ini akan terjadi kelangkaan barang, sehingga harga mahal dan membebani konsumen, kalau terjadi industri peritel akan lesu. Jadi, inilah kekhawatiran kami terhadap situasi ini, sebetulnya kami sudah menghimbau kepada pemerintah bukan membatasi impor, tapi diimpor ilegal," pungkasnya.Â