Liputan6.com, Jakarta - Produksi beras nasional diprediksi turun hingga akhir 2024 seiring luasan lahan sawah di sejumlah wilayah sentra produksi beras merosot.
Seiring hal tersebut Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) atau Bapanas Arief Prasetyo Adi mengimbau untuk bersiap hadapi penurunan produksi beras.
Baca Juga
"Untuk beras kita harus bersiap. Ini karena setelah Mei (2024), proyeksi produksi dalam negeri kemungkinan akan mengalami depresiasi sampai akhir tahun, kecuali ada luas tanam yang lebih dari 1 hektar per bulannya," ujar Arief dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/5/2024).
Advertisement
Berdasarkan Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, produksi beras nasional pada April 2024 diperkirakan mencapai 5,53 juta ton dan Mei 2024 berada di angka 3,19 juta ton. Selanjutnya pada Juni 2024 diperkirakan produksi beras mulai menurun menjadi 2,12 juta ton.
Menyusul hal itu, Badan Pangan Nasional telah meminta Bulog untuk terus menerus melakukan optimalisasi serapan produksi dalam negeri selama 2 bulan ini. Hal ini sebagaimana arahan langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saat ini, bahkan Bulog terus melecut penyerapan sampai 30 ribu ton setara GKP per harinya. Kita patut dukung dan apresiasi itu," tutur dia.
Sementara, realisasi penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) oleh Bulog sampai 25 April telah menyentuh total angka 650 ribu ton dari target 1,2 juta ton di tahun ini. Selanjutnya, bantuan pangan beras tahap pertama per 26 April pun telah mencapai 647 ribu ton atau 98,08 persen.
Tingkat Inflasi
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat inflasi nasional secara bulanan berada di 0,25 persen pada April 2024. Sementara inflasi menurut komponen harga bergejolak seperti cabai merah, beras, telur ayam ras, dan cabai rawit tercatat mengalami deflasi sebesar 0,31 persen.
Menurut BPS, andil inflasi secara bulanan beberapa komoditas pangan di April 2024 antara lain bawang merah -0,14 persen, beras -0,12 persen, telur ayam ras -0,06 persen, dan cabai rawit -0,04 persen. Adanya tren deflasi komoditas pangan pokok tersebut, salah satunya dipengaruhi oleh berbagai program intervensi yang dilakukan pemerintah selama Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Arief menambahkan, pihaknya juga gencar melakukan operasi pasar murah melalui Gerakan Pangan Murah (GPM) menjelang lebaran Idulfitri 2024. Pelaksanaan GPM tersebut juga diiringi pula dengan memastikan stok pangan senantiasa tersedia di pasar, misalnya beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) oleh Bulog.
"Alhamdulilah, ini jadi buah hasil kerja keras kolaborasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, para asosiasi, dan seluruh stakeholder pangan, sehingga terlihat hasil positifnya dan terbukti mampu meredam laju inflasi di April, terutama sektor pangan. Kita ketahui bersama, pada April lalu bertepatan dengan momen Ramadan dan Lebaran," tegas Arief.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Jurus Bapanas Stabilkan Harga Bawang Merah
Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas)/National Food Agency (NFA) bersama Kementerian Pertanian (Kementan) beserta stakeholder pangan lainnya siap selenggarakan Gerakan Pangan Murah (GPM) di wilayah Jakarta untuk menstabilkan bawang merah.
Mulai 29 April-8 Mei 2024, sebanyak 63 titik lokasi plus 2 Pasar Mitra Tani Hortikultura (PMTH) akan menyediakan bawang merah jenis Batu Ijo, Bima Brebes, dan Brebes Super dengan harga yang terjangkau.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo menuturkan, pihaknya berkomitmen dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan yang dilaksanakan secara kolaboratif. GPM bawang merah untuk wilayah Jakarta ini merupakan bentuk kerja sama Badan Pangan Nasional dengan Kementan beserta stakeholder pangan lainnya.
"Melalui operasi pasar murah yang masif dalam beberapa hari ke depan, kita harap bisa menekan gejolak bawang merah yang belakangan ini menjadi perhatian masyarakat,” ujar dia dalam keterangan resmi, seperti dikutip Minggu (28/4/2024).Ia mengakui, fluktuasi bawang merah memang sempat terjadi usai Lebaran 2024.
Ia menuturkan, hal itu karena banjir di Jawa Tengah, yang memang merupakan sentra produksi bawang merah. Itu sekitar 7.500 hektar yang terdampak banjir dan ada juga sekitar 2.500 hektar yang puso.
"Artinya potensi kehilangan produksi bisa sekitar 25 ribu ton. Lalu ada keterbatasan tenaga kerja baik di produksi, distributor sampai di pasar jelang dan beberapa hari usai Lebaran juga ikut berpengaruh,” ungkap Arief.
Ia menambahkan, sesuai tugas dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Bapanas dalam menjaga stabilitas pangan, dengan merangkul stakeholder pangan mulai dari pemerintah daerah, pedagang pasar, asosiasi, BUMN, BUMD hingga Champion Bawang Merah binaan Kementan.
Gelontorkan Stok ke Jakarta
GPM bawang merah ini untuk menggelontorkan stok ke daerah konsumsi tinggi seperti Jakarta. "Jadi nanti masyarakat bisa membeli dengan harga lebih terjangkau karena ini langsung dari petani untuk rakyat. Proyeksinya dalam 30 sampai 40 hari mendatang, bawang merah sudah stabil kembali,” karta Arief.
Dalam GPM ini akan tersedia bawang merah dengan kemasan 0,5 dan 1 kilogram (kg). Bawang merah Batu Ijo dapat dibeli dengan harga Rp 25 ribu per kg, bawang merah Bima Brebes di Rp 35 ribu per kg, dan bawang merah Brebes Super di Rp 40 ribu per kg.
Masyarakat yang berkunjung ke GPM juga dapat memperoleh komoditas pangan lainnya seperti beras, minyak goreng, gula konsumsi, telur ayam, bawang putih, cabai merah keriting, cabai rawit merah, daging ayam, dan daging sapi beku.
Advertisement