Sukses

Kemenperin Copot Oknum Pegawai Pembuat Proyek Fiktif Senilai Rp 80 Miliar

Kementerian Perindustrian menemukan adanya proyek fiktif dengan nilai mencapai Rp 80 miliar. Kemenperin juga telah mencopot oknum pegawai yang terlibat dalam kasus tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian menemukan adanya proyek fiktif dengan nilai mencapai Rp 80 miliar. Kemenperin juga telah mencopot oknum pegawai yang terlibat dalam kasus tersebut.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyebut, telah ditemukan satu oknum pegawai berinisial LHS yang terlibat kasus tersebut. LHS saat itu menempati posisi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tingkat II di Kemenperin.

Atas kekuasaannya, LHS menerbitkan 4 Surat Perintah Kerja (SPK) kepada pihak ketiga atau perusahaan. Nilai total SPK tersebut mencapai Rp 80 miliar.

"Yang bersangkutan mengatasnamakan jabatannya sebagai pejabat pembuat komitmen pada direktorat ikhf (Industri Kimia Hilir dan Farmasi) dan membuat surat perintah kerja kepada pihak lain seolah-olah SPK tersebut merupakan SPK resmi dari Kemenperin," ungkap Febri dalam Konferensi Pers di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (6/5/2024).

"Saat ini Kemenperin sedang melakukan proses penindakan atas pelanggaran displin berat dengan hukuman maksimal pemecatan, yang bersangkutan saat ini telah dibebas tugaskan dari jabatannya sebagai PPK," sambungnya.

Dia menerangkan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang masuk ke Kemenperin. Pihak Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenperin mengaku telah memeriksa 12 orang, dan salah satunya adalah LHS yang ditetapkan melanggar.

"Lebih 12 orang sudha diperiksa terkait kasus penipuan SPK fiktif, tapi yang jadi catatan kami perlu ada pengendalian perbaikan pada tata kelola keuangan dan tata kelola pengawasan barang da. jasa di lingkup Kemenperin, terutama pengendalian dari atasannya," urainya.

Febri belum berbicara banyak mengenai kemungkinan ada pihak lain yang ditetapkan bersalah secara internal dari kasus tersebut. Febri bilang, 11 orang selain LHS diperiksa sebagai saksi atas proses bisnis secara administrasi.

"Sejauh ini hasil pemeriksaan Itjen yang sudah dilaporkan kepada Menteri hanya satu. Saksi yang dilaporkan hanya (terkait) proses bisnis di direktorat IKHF," jelasnya.

 

2 dari 4 halaman

Modus Kejadian

Lebih lanjut, Febri mengungkap modus yang digunakan oknum pegawai Kemenperin dalam kasus tersebut. Caranya melalui penerbitan SPK fiktif.

"Modusnya adalah penipuan menggunakan SPK fiktif," katanya.

Terkait penerbitan 4 SPK fiktif oleh LHS, pihaknya belum menemukan adanya indikasi kerugian negara. Pasalnya, kasus ini disebut bukan menggunakan anggaran negara.

"Sampai saat ini belum ditemukan adanya kerugian negara, murni ini adalah tindakan pribadi dari yang bersangkutan," ucapnya.

 

3 dari 4 halaman

Temuan Proyek Fiktif Rp 80 Miliar

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap adanya temuan proyek fiktif yang dilakukan oknum pegawai. Nilai proyek atas temuan internal menunjukkan angka mencapai Rp 80 miliar.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan pihak Inspektorat Jenderal Kemenperin sudah melakukan pemeriksaan secara internal. Didapat hasil penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif dengan nilai total Rp 80 miliar.

"Jumlah SPK yang diperiksa dalam pemeriksaan khusus ada 4 SPK fiktif dengan nilai pengaduan itu sekitar Rp 80 miliar. Sementara begitu," kata Febri dalam Konferensi Pers di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (6/5/2024).

Kendati begitu, Febri belum merinci jenis pekerjaan apa yang dimuat dalam SPK fiktif tersebut. Serta, belum adanya keterangan pihak-pihak yang terlibat dalam SPK tersebut.

 

4 dari 4 halaman

Tidak Tercatat Sistem

Febri mengungkap, kasus ini ditemukan usai adanya pengaduan masyarakat yang masuk ke Kemenperin. Dugaan proyek fiktif atau proyek bodong ini terjadi di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi (IKHF), di bawah Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT).

“Dari hasil pemeriksaan kami memperoleh beberapa temuan, yakni pertama, seluruh pekerjaan yang diadukan tersebut dalam SPK itu tidak terdaftar layanan pengadaan secara elektronik atau LPSE tahun 2023 karena paket pekerjaan yang diadukan tersebut, atau yang dimaksud memang tidak terdapat alokasi DIPA Kemenperin tahun anggaran 2023,” bebernya.

Atas temuan internal, didapat oknum pegawai yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Tingkat II di Kemenperin berinisial LHS. Febri mengatakan, LHS atas kekuasaannya menerbitkan 4 SPK fiktif seolah-olah sebagai dokumen resmi yang diterbitkan Kemenperin.

"Tanpa diketahui atau diperintahkan oleh atasan atau pimpinannya dan merupakan perbuatan pribadi bersangktuan," tegas Febri.

"Saat ini Kemenperin sedang melakukan proses penindakan atas pelanggaran displin berat dengan hukuman maksimal pemecatan, yang bersangkutan saat ini telah dibebas tugaskan dari jabatannya sebagai PPK," imbuhnya.