Sukses

Jokowi Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin, Telan Biaya Rp 76 Miliar

Presiden Joko Widodo meresmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang berada di Kawasan Karawang, Jawa Barat, Rabu, 8 Mei 2024.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang berada di Kawasan Karawang, Jawa Barat, Rabu, 8 Mei 2024. 

Modeling budidaya ikan nila salin merupakan terobosan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang dibangun sejak 2023 dengan lahan seluas 80 hektar.

Lahan tersebut awalnya merupakan tambak udang yang sudah tidak beroperasi. Sejak program tidak berjalan lahan tambak udang tersebut terkontaminasi, sehingga menjadi aset negara tanpa fungsi selama puluhan tahun.

Jokowi mengatakan ada sekitar 78 ribu hektar tambak yang sudah tidak beroperasi atau idle sepanjang Pantura, yang jika dimanfaatkan dapat menyerap banyak tenaga kerja.

"Tambak ini yang akan kita siapkan, karena untuk tambak udang sudah tidak mungkin, yang paling mungkin sekarang ini tambak ikan nila yang memiliki demand pasar dunia sangat besar sekali. Tahun 2024 saja sebesar USD 14,4 miliar, sangat gede sekali," kata Jokowi dalam acara peresmian, Rabu (8/5/2024).

Permintaan Besar

Jokowi menambahkan, permintaan yang besar ini harus dimanfaatkan, tetapi tidak langsung dengan skala besar, melainkan dengan membuat modeling. 

"Modeling sudah benar, yang diinfokan ke saya dari yang biasanya 1 hektar hanya 0,6 ton menjadi 80an ton per hektar dan ini nanti bisa mengangkut, membuka lapangan kerja yang sangat besar sekali," jelas Jokowi. 

Adapun untuk mengubah tambak di Pantura sebesar 78 ribu hektar kira-kira membutuhkan dana sekitar Rp 13 triliun. Jokowi menuturkan jika proyek ini bisa dilakukan maka akan masuk pada APBN 2025-2026.  "Nanti saya akan bisikan pada pemerintahan baru agar mimpi besar ini betul-betul bisa direalisasikan," pungkasnya. 

 

2 dari 4 halaman

Ikan Nila

Budidaya ikan nila salin di Karawang ini dibangun dengan biaya mencapai Rp 76 miliar itu kini dikelola oleh Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budi Daya (BLUPPB). Berbagai perubahan terjadi, mulai dari infrastruktur jalan, perkantoran, penerangan hingga penataan kolam produksi.

Selain kolam produksi, terdapat fasilitas lain di antaranya Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), inlet outlet, tandon, hingga laboratorium. Proses produksinya juga sudah mengedepankan teknologi terkini salah satunya penggunaan mesin pakan otomatis.

Adapun biaya investasi pembangunan fasilitas sarana prasarana modeling nila salin berbasis kawasan mencapai Rp 76 miliar. Produktivitas modeling diharapkan bisa mencapai sekitar 7.020 ton per siklus atau senilai Rp 210,6 miliar dengan asumsi harga jual ikan nila salin Rp 30 ribu per kg. Dari asumsi hitungan ekonomi dengan harga pokok produksi Rp 24.500 per kg, modeling akan menghasilkan keuntungan sekitar Rp38,6 miliar.

Pembangunan modeling budidaya nila salin dilakukan di lahan seluas 80 hektare yang terbagi dalam empat kawasan tambak, yakni Tambak blok A, B, C dan D. 

Modelling klaster budidaya ikan nila salin tersebut diharapkan nantinya bisa menjadi percontohan budidaya ikan nila salin bagi pelaku usaha yang budidaya memanfatkan perairan umum seperti danau.

 

3 dari 4 halaman

Cerita Menteri Trenggono Hidupkan Ekosistem Budidaya Lobster di Indonesia

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan kerjasama dengan Vietnam akan menghidupkan ekosistem budidaya lobster di Indonesia. Ekosistem yang belum optimal inilah yang selama ini menjadi kendala perkembangan budidaya lobster nasional.

"Karena ekosistem (budidaya lobster) nya belum jalan optimal selama ini. Tapi dengan cara ini (kerjasama) ekosistemnya akan jalan. Contohnya soal pakan, selama ini kan mengandalkan ikan-ikan rucah hasil tangkapan, sementara di Vietnam sudah ada industrinya sendiri," beber Menteri Trenggono dalam acara Indonesia Aquaculture Business Forum (IABF) 2024 di Jakarta, Senin (29/4/2024).Melalui kesepakatan kerja sama dua negara, pelaku usaha Vietnam yang ingin memanfaatkan benih bening lobster (BBL), harus melakukan kegiatan budidaya di Indonesia dengan menggandeng pelaku usaha lokal Indonesia. Dengan skema ini akan terjadi transfer teknologi hingga etos kerja yang sangat penting untuk perkembangan budidaya lobster Tanah Air.

Selain persoalan pakan, sambung Menteri Trenggono, usaha yang memproduksi keramba budidaya lobster modern juga minim. Ini juga menjadi tantangan tersendiri di tengah kerjasama yang sudah terjalin dengan Vietnam. Sejauh ini sudah ada lima perusahaan Vietnam yang masuk ke Indonesia, namun kegiatan budidaya belum bisa masif lantaran keterbatasan keramba.

Dengan demikian, lanjutnya, kerja sama perikanan bersama Vietnam tidak hanya akan menghidupkan sektor hulu budidaya tapi juga industri hilir lobster, karena akan mendorong hadirnya usaha-usaha turunan di bidang tersebut.

"Harapan saya lobster ini menjadi kekuatan kita yang akan datang," pungkas Menteri Trenggono.

 

4 dari 4 halaman

Masa Depan Budidaya Lobster

Sementara itu, Direktur Pengembangan dan Pengendalian Usaha ID FOOD Dirgayuza Setiawan yang ikut hadir sebagai narasumber dalam acara IABF 2024, mengungkapkan keyakinannya akan masa depan budidaya lobster di Indonesia.

Menurutnya Indonesia punya kemampuan dari sisi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Untuk pengembangan budidaya lobster ini, lanjutnya, selain upaya pemerintah, peran swasta juga sangat penting.

Dia sudah melihat langsung budidaya pembesaran lobster yang dikembangkan pihak swasta di Bangsring, Banyuwangi.

"Indonesia sebenarnya bisa, kita punya sumber daya manusia yang cukup, dan juga punya etos kerja yang cukup baik. Ini tinggal dikembangkan. Dan saya rasa ini (budidaya lobster Bangsring) bisa jadi modeling yang dikembangkan oleh swasta selain dari yang dikembangkan oleh pemerintah (KKP)," urainya.

Video Terkini