Sukses

Kecelakaan di Ciater Subang, Potret PO Bus Kerap Sepelekan Uji Berkala

Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Hendro Sugiatno menyatakan, Bus Trans Putera Fajar pada aplikasi Mitra Darat tercatat tidak memiliki izin angkutan dan status lulus uji berkala (BLU-e).

Liputan6.com, Jakarta - Menanggapi peristiwa kecelakaan Bus Trans Putera Fajar di Ciater, Subang, Jawa Barat yang membawa rombongan SMK Lingga Kencana Depok, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan pentingnya setiap Perusahaan Otobus (PO) melakukan uji berkala armada.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat juga mengimbau penggunaan sabuk keselamatan pada angkutan umum demi mengurangi tingkat fatalitas kecelakaan.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Hendro Sugiatno menyatakan, Bus Trans Putera Fajar pada aplikasi Mitra Darat tercatat tidak memiliki izin angkutan dan status lulus uji berkala (BLU-e) berlaku hingga 6 Desember 2023. 

Dengan kata lain, kendaraan tersebut tidak dilakukan uji berkala perpanjangan setiap 6 bulan sekali sebagaimana yang ada di dalam ketentuan.

"Kami meminta agar setiap PO bus dapat secara rutin melakukan uji berkala pada kendaraannya sesuai dengan yang tercantum pada Permenhub Nomor PM 19 Tahun 2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, telah dinyatakan bahwa Uji Berkala (KIR) wajib dilakukan oleh pemilik," pintanya, Senin (13/5/2024).

"Bagi kendaraan yang telah beroperasi tentunya secara berkala yakni setiap 6 bulan wajib dilakukan uji berkala perpanjangan," tegas Hendro.

Ia menambahkan, jika pada saat awal keberangkatan kendaraan dirasa ada yang tidak sesuai atau tidak benar, diimbau agar tidak memaksakan perjalanan. 

Adapun pengujian berkala dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Perhubungan Provinsi/Kabupaten/Kota. Tentunya ini wajib dilakukan demi mengedepankan aspek keselamatan di jalan.

Untuk PO bus yang tak berizin tetapi mengoperasikan kendaraannya akan dikenakan pidana dan pihaknya menyerahkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian untuk menindaklanjuti proses hukumnya. 

Sementara, menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 310 menyebutkan setiap pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan dan terdapat orang meninggal dunia dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 12 juta rupiah.

Selain itu, Kemenhub pun menekankan pentingnya penggunaan sabuk keselamatan pada angkutan umum. Berdasarkan Permenhub Nomor PM 74 Tahun 2021 tentang Perlengkapan Keselamatan Kendaran Bermotor. Pasal 2 ayat (1), bahwa setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis. 

 

2 dari 4 halaman

Monitoring dan Evaluasi Pengujian Berkala

"Persyaratan teknis tersebut terdiri atas perlengkapan keselamatan yang salah satunya adalah Sabuk Keselamatan. Setiap bus wajib menyediakan tempat duduknya dengan sabuk keselamatan dan wajib digunakan oleh pengemudi maupun penumpang," ujar Hendro.

Apabila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis saat dilakukan uji oleh Unit Pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor (UPUBKB), maka kendaraan bermotor dinyatakan tidak lulus uji berkala dan harus dilakukan perbaikan terlebih dahulu untuk selanjutnya dapat dilakukan pengujian ulang sesuai dengan ketentuan.

Ditjen Perhubungan Darat melalui Balai Pengelola Transportasi Darat bersama dengan Dinas Perhubungan Provinsi akan melakukan monitoring dan evaluasi pengujian berkala kendaraan bermotor yang ada di seluruh Indonesia.

"Yang tidak kalah penting adalah perlunya keterlibatan peran serta masyarakat terutama pengguna jasa dalam pengecekan kelaikan jalan armada bus melalui aplikasi Mitra Darat. Saat ini aplikasi bisa dengan mudah diunduh pada smartphone dan pengecekannya pun cukup mudah hanya dengan memasukan nomor polisi kendaraan," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Kecelakaan Bus Pelajar SMK Lingga Kencana, YLKI Desak Pemerintah Perketat Uji KIR

Sebelumnya, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno menduga ada faktor teknis atau human error yang menjadi penyebab kecelakaan bus parawisata yang ditumpangi pelajar SMK Lingga Kencana Depok di Ciater, Subang, Jawa Barat pada Sabtu, 11 Mei 2024.

"YLKI mendesak kepolisian dan Kemenhub/Dishub setempat untuk segera mengusut penyebabnya,” kata Agus kepada Liputan6.com, Minggu (12/5/2024). 

Agus menambahkan, YLKI  turut mendesak pemerintah untuk memperketat praktik uji kir. Dia menuturkan, selama ini praktek uji kir lebih banyak formalitas, muncul dugaan permainan kongkalingkong antara pemilik PO Bus, pengemudi, dengan oknum petugas. 

"Akibatnya, banyak kendaraan umum yang sejatinya tidak laik jalan, tetapi tetap beroperasi,” lanjutnya. 

Adapun ketika dalam investigasi nantinya ditemukan uji kir hanya sebagai formalitas,   atau bahkan tidak ditemukan atau memiliki ada uji kir, Agus menekankan, perlu ada sanksi wajib yang diberikan diberikan kepada pihak PO bus. Sanksi yang diberikan bisa berupa pembekuan operasi, hingga ke ranah pidana karena melanggar ketentuan uji kir.

Selain itu, YLKI menyebut faktor human error atau kelalaian manusia turut menjadi penyebab kecelakaan bus. Hal ini bisa karena faktor kelelahan karena tidak ada pengemudi cadangan, mengantuk, hingga berkendara ngebut. 

“Untuk konteks ini, pemerintah harus memikirkan sistem yang bisa memaksa pengemudi istirahat dalam mengemudi per 3-4 jam waktu mengemudi. Dengan era digital seperti sekarang, harusnya mudah mengontrol dan memaksa pengemudi istirahat dalam menjalankan kendaraannya,” ujar dia.

Agus berpendapat,  sekarang sudah waktunya penumpang bus untuk mendapatkan jaminan keamanan dan keselamatan. Dia menuturkan, negara juga perlu bertanggungjawab untuk mewujudkan pelayanan bus yang selamat, aman dan nyaman. 

4 dari 4 halaman

Jasa Raharja Pastikan Korban Kecelakaan Bus Rombongan Pelajar SMK Lingga Kencana Depok Dapat Santunan

Sebelumnya, PT Jasa Raharja memastikan seluruh korban kecelakaan maut bus pariwisata  yang ditumpangi rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok mendapatkan santunan. Saat ini, Jasa Raharja mendata semua korban yang meninggal dan mengalami luka dalam kecelakaan maut pada Sabtu, 11 Mei 2024.

Direktur Operasional PT Jasa Raharja Dewi Aryani Suzana menuturkan, besaran santunan untuk korban jiwa mendapatkan Rp 50 juta. Sedangkan korban luka akan mendapatkan maksimal Rp 20 juta.

“Seluruh korban, Jasa Raharja menyatakan terjamin dan Jasa Raharja akan memberikan santunan. Ada 11 orang meninggal dunia, 10 dari kendaraan bus dan satu pengendara sepeda motor,” kata Dewi di Subang, seperti dikutip dari Antara, Minggu (12/5/2024)

Dewi menuturkan, saat ini pihaknya masih memproses pendataan semua korban yang meninggal dan mengalami luka dalam kecelakaan bus pariwisata Trans Putera Fajar tersebut. “Saat ini teman-teman Jasa Raharja sedang melakukan proses pendataan, ada yang sudah selesai, ada juga yang masih proses,” ujar dia.

Dewi menuturkan, santunan sebagai perlindungan dasar itu merupakan salah satu wujud kehadiran negara terhadap masyarakat. Jasa Raharja, sebagai BUMN yang menjalankan amanat tersebut, berkomitmen untuk terus berupaya memberikan pelayanan terbaik, mudah, cepat, dan tepat. Atas kejadian tersebut, Jasa Raharja menyampaikan turut prihatin serta duka cita yang mendalam.

"Pertama kami mengucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas musibah yang terjadi atas 11 korban yang yang meninggal dunia,“ tutur Dewi.

Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Jules A. Abast menyebut untuk total keseluruhan korban kecelakaan bus terguling mencapai 64 orang. "Total seluruhnya dari korban yang terlibat kecelakaan itu ada 64 korban, yang terdiri dari 11 yang meninggal dunia, 13 luka berat dan 40 luka ringan," kata dia.