Sukses

Presiden AS Joe Biden Siap Jual Senjata Rp 15,9 Triliun ke Israel di Tengah Serangan Gaza

Pemerintahan Joe Biden mendapatkan kecaman dari dua sisi spektrum politik di Amerika Serikat atas dukungan militernya terhadap perang tujuh bulan Israel melawan Hamas di Gaza.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan kepada Kongres berencana mengirim senjata baru senilai lebih dari USD 1 miliar atau sekitar Rp 15,94 triliun (asumsi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.943) ke Israel.

Mengutip BBC, ditulis Kamis (16/5/2024), pengiriman senjata itu terjadi meski Amerika Serikat (AS) menentang invasi besar-besaran oleh militer Israel di Rafah, Gaza Selatan.

Pekan lalu, Amerika Serikat mengatakan telah menghentikan pengiriman bom ke Israel karena kekhawatiran warga sipil akan terbunuh jika dipakai di daerah padat penduduk. Paket tersebut dapat diblokir oleh Kongres jika mayoritas keberatan. 

Mengutip CNBC, Gedung Putih mendapatkan kecaman dari dua sisi spektrum politik di AS atas dukungan militernya terhadap perang tujuh bulan Israel melawan Hamas di Gaza.

Sejumlah rekan Presiden AS Joe Biden dari Partai Demokrat telah mendorongnya untuk membatasi pengiriman senjata ke Israel untuk menekan sekutu AS tersebut agar berbuat lebih banyak untuk melindungi warga sipil Palestina.

Adapun paket yang dikirim mencakup sekitar USD 700 juta untuk amunisi tank, USD 500 juta untuk kendaraan taktis, dan USD 60 juta untuk mortar, demikian disampaikan Kongres.

Belum ada indikasi kapan senjata tersebut akan dikirim. Belum jelas apakah pengiriman ini merupakan bagian dari paket bantuan luar negeri yang telah lama tertunda yang disahkan Kongres dan ditandatangani Biden bulan lalu yang merupakan bagian dari penjualan senjata yang sudah ada atau penjualan baru.

Adapun the Wall Street Journal pertama kali melaporkan rencana pengiriman paket itu. Anggota DPR dari Partai Republik pada pekan ini berencana mengajukan rancangan undang-undang (RUU) yang mengamanatkan pengiriman persenjataan ofensif untuk Israel.

Menyusul langkah Presiden Biden yang menghentikan pengiriman senjata pekan lalu, Partai Republik dengan cepat, dengan alasan mengabaikan terhadap sekutu terdekat AS di Timur Tengah.

 

2 dari 4 halaman

Anggota Partai Demokrat Terpecah

Gedung Putih mengatakan pada Selasa, 14 Mei 2024 kalau Biden akan mem-veto RUU tersebut jika ingin disahkan Kongres. RUU tersebut juga praktis tidak memiliki peluang di Senat yang dikuasai Partai Demokrat.

Namun, anggota Partai Demokrat di DPR agak terpecah mengenai masalah ini, dan sekitar 24 anggota telah menandatangani surat kepada pemerintahan Biden yang menyebutkan “sangat prihatin dengan pesan” yang dikirim dengan menghentikan pengiriman bom.

Salah satu penandatanganan surat tersebut, anggota DPR New York Ritchie Torres menuturkan mungkin akan memilih RUU tersebut meski ada tentangan dari Gedung Putih.

“Saya mempunyai aturan umum untuk mendukung undang-undang yang pro-Israel,” kata dia.

Selain ancaman veto tertulis, Gedung Putih telah berhubungan dengan berbagai anggota parlemen dan staf Kongres mengenai undang-undang itu, menurut seorang pejabat pemerintah.

“Kami sangat menentang upaya untuk membatasi kemampuan Presiden untuk mengarahkan bantuan keamanan AS sesuai dengan kebijakan luar negeri AS dan tujuan keamanan nasional,” ujar Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre.

3 dari 4 halaman

Amerika Serikat Desak Hamas Terima Proposal Terbaru Gencatan Senjata

Sebelumnya, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mendesak Hamas untuk menerima usulan terbaru mengenai gencatan senjata.

Dalam sebuah pernyataan, pemimpin tertinggi kelompok itu, Ismail Haniyeh, mengatakan bahwa ia telah berbicara dengan kepala intelijen Mesir dan menekankan semangat positif gerakan tersebut dalam mempelajari proposal gencatan senjata.

Meskipun pernyataan itu tidak menyebutkan kapan delegasi tersebut akan melakukan perjalanan, Hamas diperkirakan akan menyampaikan jawaban atas usulan terbaru Mesir secepatnya, dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (3/5/2024).

Berbicara kepada wartawan di Washington pada Kamis (2/5), juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller mengatakan, ada usulan yang menjawab sebagian besar tuntutan yang disampaikan oleh Hamas dalam putaran perundingan sebelumnya.

"Israel memberikan tawaran yang signifikan. Dan, pada proposal terakhir yang diajukan, mereka berkompromi dengan banyak posisi yang sudah lama mereka ambil," katanya.

"Hamaslah satu-satunya penghalang bagi gencatan senjata saat ini. Dan kami menunggu tanggapan mereka," tambah Miller.

Perkiraan baru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan bahwa jika perang Israel-Hamas berhenti hari ini.

Maka masih diperlukan waktu hingga tahun 2040 untuk membangun kembali semua rumah yang telah hancur dalam hampir tujuh bulan akibat pemboman dan serangan darat Israel.

Miller juga menanggapi laporan bahwa Hamas mencegat sebagian pengiriman bantuan pertama ke Gaza utara melalui penyeberangan yang baru dibuka kembali.

Hamas menahan truk-truk tersebut “untuk beberapa waktu” namun pekerja kemanusiaan PBB telah mendapatkan kembali bantuan tersebut, kata Miller.

 

4 dari 4 halaman

Pengalihan Bantuan

Miller mengatakan ini adalah pengalihan besar pertama kiriman bantuan oleh Hamas selama hampir enam bulan perang di Gaza. Israel berulang kali menuduh Hamas mencuri bantuan di Gaza.

Konvoi kemanusiaan tersebut adalah konvoi yang sama yang diblokir oleh pemukim Israel sebelumnya pada hari Rabu (1/5) dalam upaya untuk mencegah konvoi melewati penyeberangan Erez ke Gaza, kata Miller.

Miller, yang mengutuk tindakan pemukim Israel tersebut, menyebut pengalihan kiriman bantuan yang dilakukan Hamas sebagai “tindakan yang tidak dapat diterima” dan mengatakan tindakan seperti itu membahayakan upaya internasional untuk memasukkan makanan ke wilayah tersebut guna mencegah ancaman kelaparan.

Dia menolak untuk mengidentifikasi organisasi kemanusiaan yang terlibat, atau mendiskusikan kru yang ikut dalam pengiriman tersebut.