Sukses

Jika Bayar BPJS Kesehatan Jadi Rp 70 Ribu, Subsidi APBN Bakal Bengkak

Saat ini pemerintah memberikan subsidi bagi peserta BPJS Kesehatan yang mengambil kelas 3. Pada kategori tersebut, pemerintah setidaknya mensubsidi Rp 7.000 per orang.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat menyoroti beban keuangan negara jika pembayaran iuran BPJS Kesehatan menggunakan skema tarif tunggal. Pasalnya, besaran tarif bagi peserta yang saat ini mengambil kelas 3 akan bertambah.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengasumsikan tarif tunggal BPJS Kesehatan sekitar Rp 70.000 per orang per bulan. Dengan begitu, peserta kelas 3 dengan iuran Rp 35.000 per bulan harus menambah alokasinya.

"Kalau ditetapkan Rp 70.000, mau enggak pemerintah subsidi Rp 35.000? Kata menteri keuangan kan 'nanti yaa, sulit gimana Rp 35.000 per orang per bulan', kali sekian juta orang peserta mandiri kelas 3," ungkap Timboel kepada Liputan6.com, Kamis (16/5/2024).

Diketahui, saat ini pemerintah memberikan subsidi bagi peserta yang mengambil kelas 3. Pada kategori tersebut, pemerintah setidaknya mensubsidi Rp 7.000 per orang.

Jika skema yang sama diterapkan pada iuran dengan besaran Rp 70.000, maka pemerintah harus menanggung beban Rp 35.000 per orang.

 

"Pemerintah (kasih subsidi) Rp 7.000 mampu, sekarang mau enggak Rp 20.000-30.000 kalau dinaikkan Rp 70.000? Ini kan persoalan kemampuan fiskalnya, kemampuan anggarannya (pemerintah) pusat," ujarnya.

 

Di sisi lain, jika besaran subsidi yang ditanggung sedikit dinaikkan jadi Rp 10.000, artinya peserta harus membayar sisanya sebesar Rp 60.000. Timboel menilai hal ini masih memberatkan masyarakat.

"Ini kan artinya punya impact yang tadi kalau gak disubsidi, atau misal dinaikkan Rp 10.000, ini artinya di peserta akan bayar Rp 60.000, nah Rp 60.000 juga rasanya sulit loh (buat masyarakat)," urainya.

2 dari 4 halaman

Beredar Pemberitaan Soal KRIS, BPJS Kesehatan Tegaskan Tidak Ada Narasi Penghapusan Kelas di Perpres 59/2024

Sebelumnya, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah menanggapi terkait beredarnya pemberitaan pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Dia menjelaskan, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tidak menyebutkan ada penghapusan variasi kelas rawat inap 1, 2, dan 3 bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurut Perpres tersebut, mekanisme pelaksanaan KRIS akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri, dalam hal ini Menteri Kesehatan.

"Jika dilihat narasi Perpres Nomor 59 Tahun 2024, secara eksplisit tidak ada satu kata atau satu kalimat pun yang mengatakan ada penghapusan variasi kelas rawat inap 1, 2, dan 3. Sampai dengan saat ini, belum ada regulasi turunan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tersebut. Kebijakan KRIS ini masih akan dievaluasi penerapannya oleh Menteri Kesehatan dengan melibatkan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan pihak-pihak terkait lainnya," kata Rizzky.

 

3 dari 4 halaman

Iuran

 Rizzky menambahkan, sampai dengan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 diundangkan, nominal iuran yang berlaku bagi peserta JKN masih mengacu pada Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018. Untuk peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri kelas I iurannya Rp150 ribu, kelas II Rp100 ribu dan kelas III Rp42 ribu per orang per bulan dengan subsidi sebesar Rp7 ribu per orang per bulan dari pemerintah, sehingga yang dibayarkan peserta kelas III hanya Rp 35 ribu.

"Nominal iuran JKN sekarang masih sama. Tidak berubah. Hasil evaluasi pelayanan rawat inap rumah sakit yang menerapkan KRIS ini akan menjadi landasan bagi pemerintah untuk menetapkan manfaat, tarif, dan iuran JKN ke depannya," ujar Rizzky.

 

4 dari 4 halaman

Standar Kualitas Pelayanan Naik

Rizzky juga mengungkapkan, dari perspektif BPJS Kesehatan, KRIS ini sebetulnya upaya untuk meningkatkan standar kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan.

Artinya, jangan sampai kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta JKN di daerah perkotaan berbeda dengan pelayanan di daerah pedesaan atau daerah yang jauh dari pusat ibu kota. Sampai dengan Perpres ini diundangkan, Rizzky mengatakan bahwa pelayanan bagi pasien JKN masih tetap berjalan seperti biasanya. 

"Bersama fasilitas kesehatan, kami tetap mengutamakan kualitas pelayanan kepada peserta. Kami juga memastikan rumah sakit menerapkan Janji Layanan JKN dalam melayani peserta JKN sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku," ucap Rizzky.