Sukses

Pengusaha Tak Siap, Pajak Karbon Bakal Molor Lagi?

Terdapat 2 aspek penting dalam penerapan pajak karbon yang ditunggu yakni peta jalan atau roadmap, serta kesiapan pelaku usaha. Sejauh ini para pengusaha mengaku belum siap menjalankan pajak karbon tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian masih melakukan kajian terkait penerapan pajak karbon di Indonesia. Kebijakan ini tak kunjung diterapkan dengan alasan belum siapnya pelaku usaha.

Asisten Deputi Bidang Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Eko Harjanto, mengungkapkan kabar terbaru penerapan pajak karbon. Dia bilang, pelaku usaha belum siap untuk dipungut pajak karbon.

"Itu masih disusun dan dikaji. Ya kan harus melibatkan semua pihak kan terutama dari pelaku usahanya harus siap dulu," ujar Eko saat ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta, dikutip Jumat (17/5/2024).

Dia mengatakan 2 aspek penting penerapan pajak karbon yang ditunggu yakni peta jalan atau roadmap, serta kesiapan pelaku usaha. Sementara itu, dia belum berbicara banyak mengenai target penerapan pajak karbon tersebut.

Informasi, pajak karbon rencananya diterapkan pada 2022 lalu. Namun, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menggeser penerapannya di 2025 mendatang. Di sisi lain, bursa karbon sudah mulai berjalan sejak September 2023 lalu.

"Yaa, kalau target pengurangan (emisi karbon) sudah jelas tadi, kalau penerapan itunya (pajak) nanti kita tunggu," katanya.

Dia menjelaskan, pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan atas kandungan karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon seperti pembakaran bahan bakar fosil. Lagi-lagi penerapannya menunggu pulihnya sektor usaha usai pandemi Covid-19.

"Namun kita, khususnya pemerintah akan berhati-hati dalam menwrapakan pajak karbon di Indonesia. Untuk itu penerapannya akan mempertimbangkan berbagai indikator mulai dari kesiapan pelaku usaha di sektor terkait hingga kepastian kestabilan ekonomi pasca pandemi covid-19," pungkasnya.

 

2 dari 3 halaman

Antisipasi Berlaku 2026

Sebelumnya diberitakan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengantisipasi penerapan pajak karbon pada 2026 mendatang. Pasalnya, penerapan ini disinyalir berdampak terhadap produk-produk dalam negeri.

Arifin mengatakan sejumlah negara lain juga akan menerapkan pajak karbon. Kemudian, ada penerapan pajak karbon lintas batas atau cross border carbon mechanism. Setiap produk nantinya kemungkinan akan dibebani pajak karbon ini.

"Kami juga melihat bahwa perlunya juga kita memperhatikan kecepatan negara-negara luar dalam melakukan transisi energi kemudian juga penerapan cross broder carbon mechanism, nanti ada pajak karbon kalo kita ingin melakukan transaksi perdagangan produk-produk," paparnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (20/11/2023).

 

3 dari 3 halaman

Kekhawatiran

Dia khawatir, penerapan pajak karbon ini bisa mengerek harga jual produk-produk asli Indonesia. Maka, diperlukan antisipasi sebagai langkah persiapan menjelang diterapkannya pajak karbon tersebut.

"Jangan sampai nanti produk industri kita terbebani pajak karbon sehingga kita tidak kompetitif, jadi mahal, ini akan memberikan tekanan bagi industri," tegasnya. Arifin menjelaskan, pihaknya ingin mendorong potensi-potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Dengan begitu, akan berpengaruh pada rantsi nilai dari produk-produk yanh dihasilkan.

"Perlu ada sinkronisasi antara kita sendiri, output-nya lain. Jadi kami ingin mengingatkan kembali bahwa mekanisme cross border karbon ini akan efektif mulai 2026. jadi ini bisa diantisipasi di mana nanti pajak karbon crossborder itu diberlakukan kalau kita tidak siap," tuturnya.