Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membidik pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 5,1-5,5 persen di 2025 mendatang. Itu artinya terjadi pada masa awal pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Sri Mulyani menyampaikan hal ini tertuang dalam Kerangk Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) bagi Rancangan APBN 2025 mendatang.
Baca Juga
"KEM-PPKF 2025 disusun pada masa transisi dari pemerintahan saat ini untuk pemerintahan selanjutnya. Kebijakan Fiskal harus menjadi fondasi kuat bagi proses pembangunan secara berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045," ucap Sri Mulyani dalam Rapat Peripurna, di Jakarta, Senin (20/5/2024).
Advertisement
Dia menjelaskan, dengan semangat menjaga stabilitas ekonomi selama ini, perkiraan pertumbuhan ekonomi bisa berkisar pada angka 5,1-5,5 persen di 2025 mendatang.
"Kami optimis dengan bekerja keras dan berkomitmen bersama menjaga stabilitas ekonomi dan komitmen melakukan terobosan kebijakan maka pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,1 hingga 5,5 persen," katanya.
Disamping target pertumbuhan ekonomi tadi, asumsi dasar ekonomi makro tahun 2025 mematok diantaranya; yield SBN tenor 10 tahun sebesar 6,9-7,3 persen.
Nilai tukar rupiah dipatok sekitar Rp 15.300-16.000 per dolar AS. Inflasi diprediksi berkisar antara 1,5- 3,5 persen. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) berkisar di USD 75 sampai USD 85 per barel.
Lalu, lifting minyak diperkirakan sebanyak 580.000-601.000 barel per hari. Serta, lifting gas diperkirakan sebesar 1.003.000 sampai 1.047.000 barel setara minyak per hari.
"Sementara dengan mencermati tensi geopolitik yang saat ini masih berlanjut maka harga minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar USD75 - 85 per barel; lifting minyak bumi 580 ribu - 601 ribu barel per hari; dan lifting gas 1.004-1.047 ribu barel setara minyak per hari," tuturnya.
Sri Mulyani Bidik Angka Kemiskinan Indonesia 7-8% pada 2025, Bagaimana Strateginya?
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan Pemerintah menargetkan untuk menekan angka kemiskinan antara 7%-8% untuk sasaran pembangunan pada 2025.
"Efektivitas kebijakan fiskal dalam mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi, untuk meningkatkan kesejahteraan dilihat dari berbagai target tahun 2025. Yaitu penurunan tingkat pengangguran pada kisaran 4,5% hingga 5%, angka kemiskinan diperkirakan berada pada rentang 7%-8%," papar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-17, disiarkan pada Senin (20/5/2024).
"Rasio Gini (Indeks) membaik dalam rentang 0,379-0382. Indeks Modal Manusia ditargetkan pada 0,56, nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan pada range 113 hingga 115 dan 104 hingga 105," ujar dia.
Pada 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 5,1% hingga 5,5%. Hal tersebut ditopang oleh terkendalinya inflasi, kelanjutan dan perluasan hilirisasi, dan pengembangan industri kendaraan listrik serta digitalisasi dan agenda perubahan iklim melalui ekonomi dan energi hijau.
"Laju pertumbuhan diharapkan menjadi fondasi kuat untuk lebih tinggi pada tahun yang akan datang," ujar dia.
Pertimbangan risiko dan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, Yield SBN Tenor 10 tahun diperkirakan pada kisaran 6,9% hingga 7,3% nilai tukar Rupiah antara Rp.15.300 hingga Rp. 16.000 per USD, dan inflasi diperkirakan kisaran 1,5% hingga 3,5%.Â
"Dengan mencermati tensi geopolitik dan berlanjutnya ketegangan global, harga minyak mentah Indonesia diperkirakan pada kisaran USD 75 hingga 85 per barel. Lifting minyak pada 580.000 hingga 600.000 dan listing gas mencapai 1.003 hingga 1.047 juta minyak per hari," tambah Sri Mulyani.
Â
Advertisement
Sri Mulyani Bandingkan Ekonomi Indonesia dengan Malaysia saat Pandemi, Lebih Kuat Mana?
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memamerkan kinerja ekonomi Indonesia yang kuat, meski dilanda tantangan berat, salah satunya pandemi COVID-19.
Sri Mulyani menyoroti, kontraksi ekonomi yang dihadapi Indonesia selama pandemi COVID-19 lebih kecil dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara.
"Kebijakan fiskal yang responsif di masa pandemi berhasil menahan kontraksi ekonomi hanya sebesar 2,1% hal ini jauh lebih baik dibandingkan negara tetangga kita yang kontraksinya mencapai 9,5% di Filipina, 6,2% di Thailand dan 5,5% di Malaysia," papar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-17, disiarkan pada Senin (20/5/2024).
"Kita patut bersyukur di tengah berbagai tantangan, ekonomi Indonesia terjaga dalam 5 tahun sebelum COVID. Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara G20 yang mampu tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan Global, kata Menkeu.
Bersama dengan China dan India, Sri Mulyani mencatat, pertumbuhan ekonomi nasional 2015-2019 mencapai 5%. Angka tersebut jauh diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya sebesar 3,4% dan juga lebih tinggi dibandingkan emerging economy anggota G20 yang tumbuh 4,9%.
"Kebijakan fiskal yang responsif di masa pandemi berhasil menahan kontraksi ekonomi hanya sebesar 2,1%. hal ini jauh lebih baik dibandingkan negara tetangga kita yang kontraksinya mencapai 9,5% di Filipina, 6,2% di Thailand dan 5,5% di Malaysia,," jelas dia.
Setahun kemudian, Indonesia kembali tumbuh positif 3,7% dan DGP rill telah kembali ke level pre-pandemic level pada tahun 2019. Pengembalian ke pre pandemi merupakan yang tercepat dibandingkan negara ASEAN 5 yang sampai beberapa tahun belum berhasil kembali ke level pre-pandemi.
"Dalam dua tahun terakhir, kinerja pertumbuhan perekonomian Indonesia juga tetap kuat, selalu di atas 5% di tengah guncangan global," tambah Sri Mulyani.
Â
Dibongkar Sri Mulyani, Pendapatan Negara Pernah Tekor Rp 270 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap Indonesia pernah mencatatkan pendapatan negara yang jauh di bawah target. Hal ini disebabkan oleh pergerakan harga komoditas global.
Dia menerangkan, pada 2015-2016, pendapatan negara pernah jauh di bawah target yang ditetapkan. Ini disebabkan dari naik-turunnya harga komoditas; saat mengalami kenaikannya bisa memberikan tambahan pemasukan, tapi bisa juga membebani APBN ketika harga komoditas anjlok.
"Sebagai gambaran ekonomi Indonesia pernah diahadapkan pada kondisi yang sangat sulit pada tahun 2015 dan 2016," ujar Sri Mulyani dalam Penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2025, di Jakarta, Senin (20/5/2024).
Pada masa itu, pendapatan negara jauh dari target. Bahkan selisihnya tercatat berada di Rp 276 triliun pada 2015 dan Rp 267 triliun di 2016. Kondisi tersebut artinya turut membebani kinerja keuangan negara.
"Realisasi pendapatan negara jauh dibawah target dengan gap Rp 276 triliun atau mencapai 2,5 persen PDB pada 2015, dan Rp 267 triliun atau 2,1 persen tahun 2016," urainya.
Â
Advertisement