Sukses

Aturan Baru OJK, Modal Inti BPR dan BPRS Minimum Rp 6 Miliar Mulai Desember 2024

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (RP2B) 2024-2027.

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (RP2B) 2024-2027.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan, dalam roadmap tersebut juga diatur mengenai modal inti minimum BPR dan BPRS senilai Rp6 miliar yang efektif berlaku mulai Desember 2024.

"BPR dan BPRS juga masih dihadapkan dengan kewajiban pemenuhan modal inti minimum BPR dan BPRS sebesar RP 6 miliar pada akhir tahun Desember Bulan ini tahun 2024 bagi BPR dan 31 Desember 2025 bagi BPRS," kata Dian dalam peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR-BPRS (RP2B) di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Lebih lanjut, Dian menyampaikan kinerja dan ketahanan industri BPR- BPRS masih terjaga baik dan mencatatkan kinerja positif dan tumbuh secara berkelanjutan.

Per Maret 2024 jumlah BPR dan BPRS masing-masing tercatat 1.392 BPR dan 174 BPRS. Adapun total aset BPR dan BPRS tumbuh sebesar 7,34% year-on-year menjadi senilai Rp216,73 triliun, pertumbuhan penyaluran kredit dan pembiayaan mencapai 9,42% year-on-year menjadi senilai Rp 161,90 triliun serta penghimpun DPK dengan pertumbuhan sebesar 8,60% year-on-year menjadi senilai Rp158,8 triliun.

Kemudian dari aspek permodalan, profitabilitas, likuiditas BPR dan BPRS ini memiliki rasio keuangan yang relatif terjaga, antara lain tercermin dari rasio yang menunjukkan ketahanan yang baik dan mampu menopang risiko kredit atau pembiayaan yang sedang menunjukkan tren meningkat pada saat ini.

Tantangan ke Depan

Meskipun demikian industri BPR dan BPRS masih memiliki tantangan kedepan terutama tentang struktural. Tantangan struktural yang dihadapi oleh industri BPR dan BPRS dapat dikelompokkan menjadi 3 aspek utama.

Pertama, permodalan dan disparitas skala usaha. Tantangan yang kedua, yaitu terkait tata kelola dan manajemen risiko. OJK menilai kualitas dan kuantitas pengurus serta SDM industri BPR dan BPRS perlu dioptimalkan.

Ketiga, dari sisi persaingan usaha BPR dan BPRS menghadapi persaingan yang semakin ketat, dengan lembaga keuangan lain khususnya untuk segmen usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM dari hulu sampai Hilir.

2 dari 4 halaman

OJK Luncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR-BPRS 2024-2027

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR-BPRS (RP2B) 2024-2027.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, mengatakan penyusunan roadmap itu tidak semata-mata disusun oleh OJK tapi justru melibatkan berbagai pihak, baik dari asosiasi, Kementerian Lembaga, maupun industri perbankan, serta industri jasa keuangan menyeluruh.

Peluncuran RP2B tersebut merupakan komitmen bersama untuk membangun, menguatkan, dan terus lebih jauh lagi mengembangkan BPR dan BPRS demi mencapai tujuan untuk meningkatkan inklusi, meningkatkan kesempatan akses keuangan kepada seluruh masyarakat Indonesia, termasuk para pelaku UMKM.

"Oleh karena itu, kami menyampaikan Terima kasih apresiasi kepada kalian dan seluruh jajaran yang telah mengkoordinasikan roadmap. Yang untuk OJK adalah roadmap yang ke-8 selama periode dari anggota dewan komisioner saat ini dimulai dari periode bulan Juli 2022," kata Mahendra dalam peluncuran RP2B, di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Adapun tujuan pokok dari RP2B ini adalah penguatan dalam permodalan, melaksanakan konsolidasi dan memperbaiki tata kelola BPR-BPRS di tanah air.

"Kami ingin menggarisbawahi komitmen kuat dari kami semua di OJK dan dengan dukungan semua pemangku kepentingan dan bagaimana kolaborasi, sinergi, dan komitmen dari bank umum untuk ikut mendukung peningkatan kapasitas terutama penguatan dan pengembangan di SDM BPR dan BPRS untuk bisa dapat berkembang lebih jauh lagi," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

OJK Luncurkan Panduan Strategi Anti-Fraud ITSK

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) meluncurkan Panduan Strategi Anti-Fraud Penyelenggara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) untuk memitigasi praktik fraud dan membangun kepercayaan masyarakat.

Peluncuran Panduan Strategi Anti-Fraud dilakukan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Hasan Fawzi di Bandung.

Hasan menjelaskan, kerugian akibat fraud di sektor ITSK sangat berhubungan dengan turunnya kepercayaan masyarakat atas platfom digital atau sering disebut sebagai digital trust. Hal ini akan memberikan dampak yang besar mengingat digital trust merupakan pondasi utama industri ITSK.

“Panduan ini kami harapkan dapat diterapkan dengan baik oleh Asosiasi bagi seluruh Penyelenggara ITSK agar ekosistem digital di Indonesia dapat semakin berkembang dan dipercaya oleh masyarakat,” kata Hasan, dikutip Minggu (19/5/2024).

Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh Penyelenggara ITSK dalam mencegah dan menangani fraud di antaranya melalui:

Penerapan manajemen risiko dan pengendalian internal yang kuat; Meningkatkan transparansi kepada konsumen; Meningkatkan kemampuan infrastruktur IT; Melakukan edukasi yang berkelanjutan untuk seluruh pegawai; dan Melakukan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan literasi konsumen.

Selain itu, dalam kunjungan kerjanya di Bandung, Hasan Fawzi juga menghadiri Forum Komunikasi Industri Jasa Keuangan (FKIJK) Jawa Barat dengan tema “Meningkatkan Sinergi antara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan”.

 

4 dari 4 halaman

Perkembangan Sektor ITSK

Menurutnya, OJK terus mendukung perkembangan sektor ITSK melalui berbagai kebijakan dan sinergi dengan Industri Jasa Keuangan (IJK) untuk mendorong terciptanya ekosistem keuangan digital yang kondusif dan kolaboratif.

“Kemitraan antar-pemangku kepentingan ini akan mendorong terciptanya ekosistem keuangan digital yang kondusif dan kolaboratif, serta pada akhirnya memungkinkan lembaga jasa keuangan (LJK) untuk mengeksplorasi dan mengembangkan layanan keuangan berbasis inovasi digital yang inklusif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang,” kata Hasan.

Hasan menyebut, kolaborasi yang baik akan membuka akses bagi penyelenggara ITSK kepada pasar yang lebih luas serta mendapatkan peluang eksplorasi dengan LJK dalam mengembangkan produk dan layanan barunya.

"Hal ini tentunya juga akan berdampak positif terhadap perkembangan industri ITSK secara menyeluruh," ujarnya.