Sukses

3 Tantangan Terberat di Industri BPR dan BPRS

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) secara umum masih terjaga baik dengan mencatatkan kinerja positif dan tumbuh secara berkelanjutan.

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (RP2B) 2024-2027.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) secara umum masih terjaga baik dengan mencatatkan kinerja positif dan tumbuh secara berkelanjutan.

Namun, industri BPR dan BPRS masih memiliki tantangan ke depan, terutama mengenai struktural. Tantangan struktural yang dihadapi oleh industri BPR dan BPRS dapat dikelompokkan menjadi 3 aspek utama.

Pertama, permodalan dan disparitas skala usaha. Kata Dian, jumlah BPR dan BPRS sebagian besar didominasi oleh BPR dan BPRS dengan skala usaha kecil.

"BPR dan BPRS juga masih dihadapkan dengan kewajiban pemenuhan modal inti minimum BPR dan BPRS sebesar Rp 6 miliar pada akhir tahun Desember Bulan ini tahun 2024 bagi BPR dan 31 Desember 2025 bagi BPRS," kata kata Dian dalam peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR-BPRS (RP2B) di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Tantangan kedua terkait dengan tata kelola dan manajemen risiko. OJK menilai kualitas dan kuantitas pengurus, serta SDM industri BPR dan BPRS perlu dioptimalkan.

"Dibutuhkan penerapan tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang efektif untuk meningkatkan kinerja industri BPR dan BPRS," ujarnya.

Ketiga, dari sisi persaingan usaha BPR dan BPRS menghadapi persaingan yang semakin ketat, dengan lembaga keuangan lain khususnya untuk segmen usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM dari hulu sampai Hilir.

"Terlebih lagi dengan masifnya pertama teknologi informasi atau IT yang mendorong inovasi produk dan layanan keuangan juga menjadi pesaing yang cukup berat bagi industri BPR dan BPRS," jelasnya.

 

2 dari 4 halaman

Perubahan Pengaturan

Dian menyebut, saat ini telah terjadi perubahan pengaturan yang signifikan terkait BPR dan BPRS sebagai tindak lanjut undang-undang nomor 4 tahun 2023 tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan atau biasa dikenal dengan undang-undang P2SK, yang bertujuan untuk merespon kondisi dan tantangan mewujudkan sektor keuangan yang inklusif, inovatif dan stabil.

Dian menegaskan, Undang-undang P2SK membuka peluang bagi BPR dan BPRS untuk dapat berekspansi, seperti mendapatkan permodalan di Bursa efek bagi BPR dan BPRS yang memenuhi kriteria yang tertentu, kemudian melakukan kegiatan usaha yang terkait dengan sistem pembayaran, serta aktivitas lainnya.

"Melalui pengaturan diharapkan BPR dan BPRS dapat berperan lebih luas dalam ekosistem keuangan Indonesia," ujarnya.

Oleh karena itu, dengan memperhatikan tantangan yang dihadapi industri BPR dan BPRS serta reformasi pengaturan dan kebijakan di sektor keuangan, OJK menyusun Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (RP2B) 2024-2027.

"(RP2B) yang merupakan landasan kebijakan untuk memperkuat dan mengembangkan industri BPR dan BPRS, sekaligus tantangan industri BPR dan BPRS ke depan," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Aturan Baru OJK, Modal Inti BPR dan BPRS Minimum Rp 6 Miliar Mulai Desember 2024

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (RP2B) 2024-2027.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan, dalam roadmap tersebut juga diatur mengenai modal inti minimum BPR dan BPRS senilai Rp6 miliar yang efektif berlaku mulai Desember 2024.

"BPR dan BPRS juga masih dihadapkan dengan kewajiban pemenuhan modal inti minimum BPR dan BPRS sebesar RP 6 miliar pada akhir tahun Desember Bulan ini tahun 2024 bagi BPR dan 31 Desember 2025 bagi BPRS," kata Dian dalam peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR-BPRS (RP2B) di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Lebih lanjut, Dian menyampaikan kinerja dan ketahanan industri BPR- BPRS masih terjaga baik dan mencatatkan kinerja positif dan tumbuh secara berkelanjutan.

Per Maret 2024 jumlah BPR dan BPRS masing-masing tercatat 1.392 BPR dan 174 BPRS. Adapun total aset BPR dan BPRS tumbuh sebesar 7,34% year-on-year menjadi senilai Rp216,73 triliun, pertumbuhan penyaluran kredit dan pembiayaan mencapai 9,42% year-on-year menjadi senilai Rp 161,90 triliun serta penghimpun DPK dengan pertumbuhan sebesar 8,60% year-on-year menjadi senilai Rp158,8 triliun.

Kemudian dari aspek permodalan, profitabilitas, likuiditas BPR dan BPRS ini memiliki rasio keuangan yang relatif terjaga, antara lain tercermin dari rasio yang menunjukkan ketahanan yang baik dan mampu menopang risiko kredit atau pembiayaan yang sedang menunjukkan tren meningkat pada saat ini.

 

4 dari 4 halaman

Tantangan ke Depan

Meskipun demikian industri BPR dan BPRS masih memiliki tantangan kedepan terutama tentang struktural. Tantangan struktural yang dihadapi oleh industri BPR dan BPRS dapat dikelompokkan menjadi 3 aspek utama.

Pertama, permodalan dan disparitas skala usaha. Tantangan yang kedua, yaitu terkait tata kelola dan manajemen risiko. OJK menilai kualitas dan kuantitas pengurus serta SDM industri BPR dan BPRS perlu dioptimalkan.

Ketiga, dari sisi persaingan usaha BPR dan BPRS menghadapi persaingan yang semakin ketat, dengan lembaga keuangan lain khususnya untuk segmen usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM dari hulu sampai Hilir.