Sukses

Sri Mulyani: Butuh Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Kejar Indonesia Emas 2045

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti keberlangsungan kebijakan yang tepat untuk mengejar target visi Indonesia Emas 2045.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti keberlangsungan kebijakan yang tepat untuk mengejar target visi Indonesia Emas 2045. Salah satunya dari besaran kinerja pertumbuhan ekonomi nasional.

Dia mengatakan, selama ini Indonesia sudah tumbuh positif dan konsisten di angka 5 persen. Namun, membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6-8 persen untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjaga di kisaran 5 persen di tengah berbagai guncangan dunia, perlu diakselerasi menjadi 6-8 persen per tahun untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045," kata Sri Mulyani dalam penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF), di Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Dia menjelaskan, dalam satu dekade terakhir banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, termasuk ketahanan kas negara sebagai penopangnya. Maka, diperlukan perumusan kebijakan yang kuat dalam menghadapi ketidakpastian global kedepannya.

Salah satunya dengan merumuskan KEM PPKF yang mampu adaptif dan berkelanjutan seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan anggaran nasional.

"Masih banyak pekerjaan rumah dan agenda pembangunan yang perlu ditangani dan diselesaikan. Cita-cita besar mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 membutuhkan kolaborasi yang kuat dari seluruh komponen bangsa," ujar dia.

Transformasi Ekonomi

Bendahara Negara itu menyebut, dengan ambisi pertumbuhan ekonomi 6-8 persen, mensyaratkan keberlanjutan reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas. Tak lupa juga pada aspek tranformasi ekonomi yang telah konsisten dilakukan dalam 10 tahun terakhir.

"Kesinambungan dan sekaligus perbaikan kebijakan menjadi kunci bagi keberhasilan pencapaian Visi Indonesia Emas 2045. Kita tidak bisa lagi bergantung pada kebijakan yang bersifat 'business as usual'," ucapnya.

"Transformasi ekonomi dengan mendorong peningkatan investasi produktif yang menciptakan nilai tambah tinggi sangat diperlukan. KEM PPKF harus terus menjaga daya tarik investasi dengan terus menjaga stabilitas dan prediktabilitas, memperbaiki pemerataan (ekualitas dan inklusivitas) serta harus berkelanjutan," sambung Menkeu Sri Mulyani.

 

2 dari 3 halaman

Defisit APBN Era Prabowo-Gibran

Sebelumnya, Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 dipatok sebesar 2,45-2,82 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) untuk RAPBN 2025.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan sederet isi KEM PPKF tersebut. Besaran defisit anggaran itu mengacu pada kisaran pendapatan negara sebesar 12,14-12,36 persen dari PDB. Kemudian, belanja negara berkisar 14,59 persen sampai 15,18 persen PDB.

"Dengan demikian defisit fiskal diperkirakan berada pada kisaran 2,45 persen sampai 2,82 persen dari PDB," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (20/5/2024).

Dia menjelaskan, ada beberapa upaya untuk menutup defisit tersebut. Misalnya, dilakukan dengan mendorong pembiayaan yang inovatif, prudent dan berkelanjutan.

Pertama, dengan mengendalikan rasio utang dalam batas yang bisa dikendalikan (manageable) di kisaran 37,98 persen hingga 38,71 persen dari PDB.

Kedua, mendorong efektivitas pembiayaan investasi untuk mendukung transformasi ekonomi dengan memberdayakan peran BUMN, Badan Layanan Umum (BLU), Special Mission Vehicle (SMV), dan Sovereign Wealth Fund (SWF).

"(Ketiga) memanfaatkan SAL untuk antisipasi ketidakpastian; dan (keempat) peningkatan akses pembiayaan bagi MBR dan UMKM; serta (kelima) mendorong skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang sustainable," bebernya.

 

3 dari 3 halaman

Efisiensi Belanja Negara

Besaran defisit itu tak terlepas dari arah kebijakan belanja negara yang efisien. Bendahara Negara menyebut penggunaan anggaran negara diarahkan untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi sekaligus peningkatan kesejahteraan.

"Upaya penguatan spending better ditempuh melalui efisiensi belanja nonprioritas, penguatan belanja produktif, efektivitas subsidi dan bansos melalui peningkatan akurasi data, perbaikan mekanisme penyaluran, dan sinergi antar program yang relevan, serta penguatan perlinsos yang berbasis pemberdayaan untuk akselerasi pengentasan kemiskinan dan kesenjangan," urainya.

Pada sisi lain, kata dia, pemerintah berkomitmen untuk penguatan sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah. Hal ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belanja didaerah agar lebih produktif, peningkatan kualitas layanan publik dan kemandirian daerah.