Liputan6.com, Jakarta Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China memasuki babak baru.
Usai Amerika Serikat menaikkan tarif impor, China kini meluncurkan penyelidikan anti-dumping terhadap kopolimer POM, atau sejenis plastik rekayasa, yang diimpor dari Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan Taiwan.
Baca Juga
Melansir VOA News, Selasa (21/5/2024) plastik tersebut sebagian dapat menggantikan logam seperti tembaga dan seng dan memiliki berbagai kegunaan termasuk pada suku cadang mobil, elektronik, dan peralatan medis.
Advertisement
Kementerian Perdagangan China mengatakan, penyelidikan tersebut dapat selesai dalam satu tahun tetapi bisa diperpanjang hingga enam bulan.
Dalam keterangan terpisah, Komisi Eropa, yang mengawasi kebijakan perdagangan Uni Eropa, mengatakan akan meninjau dengan cermat penyelidikan oleh China sebelum memutuskan langkah selanjutnya.
"Kami mengharapkan China untuk memastikan bahwa penyelidikan ini sepenuhnya sejalan dengan semua peraturan dan kewajiban WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) yang relevan," kata seorang juru bicara Komisi Eropa.
Penyelidikan produk plastik oleh China dilakukan di tengah perselisihan perdagangan dengan AS dan Eropa.
Seperti diketahui, AS beberapa waktu lalu mengumumkan kenaikan tarif impor terhadap kendaraan listrik, chip komputer, produk medis, dan impor lainnya dari China.
Selain itu, Uni Eropa juga meluncurkan penyelidikan perdagangan terhadap baja pelat timah China.
Beijing, dalam responnya mengatakan bahwa fokus AS dan Eropa baru-baru ini terhadap risiko kelebihan kapasitas China terhadap negara-negara lain adalah salah arah.
Impor Barang Vietnam Melonjak di AS Buntut Kenaikan Tarif Barang Asal China
Sebuah survei mengungkap temuan unik menyusul pengenaan tarif impor baru oleh Amerika Serikat terhadap kendaraan listrik (EV) dan barang-barang lainnya dari China.
Temuan itu menyoroti kenaikan impor barang dari Vietnam di AS. Namun, negara di Asia Tenggara itu ternyata bergantung pada masukan China untuk sebagian besar ekspornya.
Dikutip dari US News, Senin (20/5/2024) Vietnam tahun lalu mencatat surplus dengan Washington hampir USD 105 miliar atau setara Rp. 1,6 kuadriliun.
Angka tersebut 2,5 kali lebih besar dibandingkan tahun 2018 ketika pemerintahan Donald Trump pertama kali mengenakan tarif besar pada barang-barang China.
Vietnam kini mempunyai surplus perdagangan tertinggi keempat dengan AS, lebih rendah dibandingkan China, Meksiko, dan Uni Eropa.
Hubungan dagang yang semakin meningkat ini muncul dari data perdagangan, bea cukai, dan investasi yang ditinjau oleh outlet media Reuters dari PBB, AS., Vietnam, dan China dan dikonfirmasi oleh perkiraan awal dari Bank Dunia dan setengah lusin ekonom serta pakar rantai pasokan.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan ekspor Vietnam didorong oleh impor dari China, dengan arus masuk dari negara itu hampir sama dengan nilai dan perubahan ekspor ke AS dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam perkiraan awalnya, Bank Dunia memperkirakan adanya korelasi sebesar 96% antara kedua aliran dana tersebut, naik dari 84% sebelum masa kepresidenan Trump.
"Lonjakan impor China di Vietnam bersamaan dengan peningkatan ekspor Vietnam ke AS mungkin dianggap oleh AS sebagai perusahaan China yang memanfaatkan Vietnam untuk menghindari tarif tambahan yang dikenakan pada barang-barang mereka,” kata Darren Tay, ekonom utama di perusahaan riset BMI.
Advertisement
Nilai Impor Barang Vietnam di AS Sentuh Rp. 1,8 Kuadriliun di 2023
Dengan nilai lebih dari USD 114 miliar atau setara Rp. 1,8 kuadriliun 2023 lalu, impor barang AS dari Vietnam dua kali lebih besar dibandingkan tahun 2018 ketika perang dagang AS-China dimulai.
Hal ini meningkatkan daya tarik negara Asia Tenggara itu di kalangan produsen dan pedagang AS yang berupaya mengurangi risiko terkait ketegangan dengan China.
Selain itu, lonjakan tersebut juga menyumbang lebih dari setengah penurunan impor dari China senilai USD 110 miliar atau setara Rp. 1,7 kuadrliun sejak tahun 2018, menurut data perdagangan AS.
Di industri-industri penting seperti tekstil dan peralatan listrik, Vietnam menyumbang lebih dari 60 persen kerugian China, kata Nguyen Hung, pakar rantai pasokan di RMIT University Vietnam.
Namun masukan dari China tetap penting bagi negara tersebut, karena sebagian besar ekspor Vietnam ke Washington terbuat dari suku cadang yang diproduksi di negeri tirai bambu.
Komponen impor pada tahun 2022 juga menyumbang sekitar 80% dari nilai ekspor elektronik Vietnam, impor utama AS dari Hanoi, menurut data dari Asia Development Bank.
Sepertiga Impor Vietnam Diambil dari China, Ada Aliran Penghasilan Serupa dengan AS
Sepertiga impor Vietnam berasal dari China, sebagian besar barang elektronik dan komponen, menurut data Vietnam yang tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Sekitar 90% barang setengah jadi yang diimpor oleh industri elektronik dan tekstil Vietnam pada tahun 2020 kemudian diwujudkan dalam ekspor, menurut Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dalam sebuah laporan, mencatat bahwa angka tersebut lebih tinggi dari satu dekade sebelumnya dan jauh di atas rata-rata.
Hubungan dagang ini tercermin dalam data terbaru: Pada kuartal pertama tahun ini, impor AS dari Vietnam berjumlah USD 29 miliar, sementara impor Vietnam dari China berjumlah USD 30,5 miliar, mencerminkan aliran serupa pada kuartal dan tahun terakhir.
"Skenario yang mungkin terjadi adalah setelah pemilu, siapa pun yang menang dapat mengubah kebijakan terhadap Vietnam," kata Nguyen Ba Hung, ekonom utama di misi ADB di Vietnam, seraya menambahkan bahwa hal ini akan meningkatkan biaya impor dari AS.
Advertisement