Sukses

Jokowi Teken Aturan PPh Devisa Hasil Ekspor, Ini Rincian Tarifnya

Aturan PPh Devisa Hasil Ekspor ditetapkan di Jakarta pada 20 Mei 2024 oleh Prewsiden Joko Widodo dan kemudian diundangkan pada 20 Mei 2024 juga oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merilis Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indoensia Nomor 22 Tahun 20224 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam pada Instrumen Moneter dan atau Instrumen Keuangan Tertentu.

Aturan ini ditetapkan di Jakarta pada 20 Mei 2024 oleh Prewsiden Joko Widodo dan kemudian diundangkan pada 20 Mei 2024 juga oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

PP itu mengatur tarif Pajak Penghasilan (PPh) final bagi eksportir SDA yang menaruh DHE di instrumen moneter atau instrumen keuangan di dalam negeri.

"Bahwa untuk mendukung kebijakan pemasukan dan penempatan devisa hasil ekspor yang berasal dari barang ekspor sumber daya alam ke dalam sistem keuangan Indonesia, perlu memberikan kebijakan khusus di bidang Pajak Penghasilan," tulis aturan tersebut.

"Bahwa kebijakan khusus di bidang pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dapat diberikan melalui pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final atas penghasilan dari penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam pada instrumen moneter dan atau instrumen keuangan tertentu," lanjut aturan tersebut.

Rincian Tarif Pajak Penghasilan final adalah sebagai berikut:

Untuk penghasilan dari instrumen moneter dan atau instrumen keuangan tertentu sebagaimana dimaksud yang dananya dalam valuta asing dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan rincian:

  1. Tarif sebesar 0% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 bulan;
  2. Tarif sebesar 2,5% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan;
  3. Tarif sebesar 7,5% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan; atau
  4. Tarif sebesar lO% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.

Sedangkan untuk penghasilan dari instrumen moneter dan atau instrumen keuangan tertentu sebagaimana dimaksud yang dananya dikonversi dari valuta asing ke mata uang Rupiah, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan rincian:

  1. Tarif sebesar O% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan atau lebih dari 6 bulan;
  2. Tarif sebesar 2,5 % untuk instmmen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan; atau
  3. Tarif sebesar 5% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.
2 dari 3 halaman

Pemerintah Perpanjangan Evaluasi Kebijakan Devisa Hasil Ekspor

Pemerintah telah memutuskan untuk memperpanjang masa evaluasi atas implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan Pengolahan Sumber Daya Alam (DHE SDA).

Hal tersebut diputuskan dalam Rapat Koordinasi Tingkat Menteri yang digelar di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Kamis (30/11). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa PP 36 Tahun 2023 tersebut sejatinya telah terimplementasi dengan baik dan memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi.

Namun demikian, Pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa evaluasi guna menampung masukan dari para pelaku usaha terkait beleid tersebut.

“Compliance-nya (terhadap PP 36/2023) sudah bagus. Yang tidak comply hanya 1%. Tapi tiga bulan kita pantau lagi, kita sosialisasi lagi ke pelaku usaha,” ungkap Menko Airlangga.

Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengungkapkan berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan, telah terjadi peningkatan ekspor SDA sejak Juli 2023 yang diikuti dengan kenaikan incoming pada rekening khusus (reksus). Selain itu, pangsa ekspor SDA juga mengalami peningkatan hingga di atas 60%.

“Jadi dari sisi nilai (pangsa ekspor SDA) sudah 64-65% dari total ekspor. Ini lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya,” tegas Sesmenko Susiwijono.

Lebih lanjut, penerimaan DHE SDA pada reksus turut mendorong peningkatan penyaluran kredit valas bank dan Dana Pihak Ketiga (DPK) valas bank, sejalan dengan penempatan DHE ke deposito valas bank. Adapun penerimaan DHE SDA pada Agustus 2023 mencapai USD10,5 miliar, kemudian pada September 2023 turun tipis menjadi USD9 miliar, dan pada Oktober 2023 kembali naik menjadi USD10,2 miliar. Sementara nilai yang ditempatkan mencapai USD2,7 miliar pada Agustus 2023, USD2,3 miliar pada September 2023, dan USD2,9 miliar pada Oktober 2023.

“Harusnya persentase penempatan sebesar 30% dari nilai penerimaan, namun saat ini kisarannya telah berada di angka 25-29%,” jelas Sesmenko Susiwijono.

3 dari 3 halaman

Sektor Pertambangan

Adapun sektor pertambangan menjadi penyumbang terbesar penerimaan DHE SDA dengan pangsa sekitar 59% hingga 72%, diikuti dengan sektor perkebunan dengan pangsa sekitar 25% hingga 37%. Sementara kontribusi sektor kehutanan dan perikanan relatif kecil.

Selanjutnya, Sesmenko Susiwijono menambahkan bahwa telah terjadi perpindahan penempatan DHE SDA yang awalnya eksportir menempatkan DHE-nya di reksus, kini mereka mulai mengalihkan penempatannya ke deposito valas dan TD valas DHE. Sejak Agustus 2023, berbagai instrumen penempatan yang disiapkan BI telah berpengaruh secara langsung bagi cadangan devisa.

Turut hadir dalam kesempatan tersebut diantaranya yakni Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Wakil Menteri Keuangan, serta Eselon I di Lingkungan Kementerian/Lembaga.