Sukses

Rupiah Hari Ini Masih Suram, Merosot ke Level Segini

Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Selasa dibuka melemah. Pelemahan rupiah terjadi di tengah sektor manufaktur Amerika Serikat (AS) yang terus berekspansi.

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Selasa dibuka melemah. Pelemahan rupiah terjadi di tengah sektor manufaktur Amerika Serikat (AS) yang terus berekspansi.

Pada awal perdagangan pagi, kurs rupiah turun tiga poin atau 0,02 persen menjadi 16.075 per USD dari sebelumnya sebesar 16.072 per USD.

"Dolar AS menguat karena rilis notulensi rapat FOMC dan data PMI AS yang lebih kuat dari perkiraan," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dikutip dari Antara, Selasa (28/5/2024).

Josua menuturkan dalam notulensi Federal Open Market Committee (FOMC) AS, banyak anggota menunjukkan keraguan mereka untuk menurunkan suku bunga lebih awal.

Sementara itu, data Indeks Manajer Pembelian (PMI) menunjukkan sektor swasta di AS terus berekspansi, baik dari sektor manufaktur maupun jasa.

Pada Jumat lalu, salah satu indikator manufaktur AS, US Durable Goods Orders tercatat 0,7 persen month on month (mom) dari 0,8 persen mom, lebih tinggi dari perkiraan, -0,8 persen mom.

Indikator Kepercayaan Konsumen

Sementara itu, di sisi konsumen, indikator kepercayaan konsumen, U Mich Sentiment meningkat menjadi 69,1 dari 67,4.

Di sisi lain, ekspektasi inflasi satu tahun turun menjadi 3,3 persen dari 3,5 persen, sedangkan ekspektasi inflasi 5-10 tahun turun menjadi 3 persen dari 3,1 persen. 

Sementara itu dari dalam negeri, Kementerian Keuangan mengumumkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per April 2024. APBN mencatat surplus sebesar Rp75,7 triliun atau 0,33 persen PDB dibandingkan surplus Rp234,9 triliun atau 1,12 persen PDB pada periode yang sama tahun lalu.

Penurunan surplus APBN tersebut disebabkan oleh kombinasi penurunan penerimaan pajak dan peningkatan pengeluaran pemerintah.

Josua memperkirakan kurs rupiah akan berada di rentang 16.000 per USD hingga 16.125 per USD pada perdagangan hari ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi soal Dolar AS Tembus di Atas Rp16.000: Agak Ngeri Juga

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengakui dirinya cemas melihat kurs atau nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di atas Rp16.000.

Dia mengatakan kenaikan kurs menjadi salah satu hal yang ditakuti oleh semua negara.

"Kemarin kita agak ngeri juga waktu kurs rupiah ke dolar melompat di atas 16.000, 16.200. Kita mulai ketar ketir karena negara lain melompat," kata Jokowi dalam acara Inaugurasi GP Ansor di Istora Senayan Jakarta, Senin 27 Mei 2024.

Dia menuturkan bahwa kenaikan kurs akan berdampak pada harga barang, khususnya produk impor. Jokowi menyebut kurs dolar yang tinggi akan membuat harga barang menjadi naik.

"Begitu kuat dolar, hati-hati ada harga yang naik. Tapi kalau kuat rupiah, harga yang impor jadi jauh lebih murah. Ini yang ditakuti negara-negara, semua negara, kurs," jelas Jokowi.

Selain itu, dia juga mewanti-wanti soal perang yang masih terjadi di Palestina. Pasalnya, hal ini akan berdampak terhadap kenaikan harga minyak yang berimbas pada lonjakan harga barang-barang.

"Perang yang jauh dari kita bisa berpengaruh ke Indonesia. Kalau harga minyak karena produksi Iran turun, artinya semua barang-barang akan ikut naik," ujarnya.

Jokowi menyampaikan perang yang terjadi antar negara tak bisa dianggap remeh karena akan berpengaruh terhadap Indonesia. Dia mencontohkan perang di Ukraina yang membuat harga barang di Indonesia mengalami lonjakan.

 

3 dari 3 halaman

Kenaikan Harga Barang

Kenaikan harga barang ini disebabkan Rusia dan Ukraina sebagai penghasil gandum terbesar sedang mengalami konflik. Sehingga, kedua negara tak bisa mengimpor gandum.

"Sehingga di sini harga mie naik, harga roti naik. Kelihatannya jauh banget. Itulah geopolitik kalau enggak dicermati," tutur Jokowi.

Kemudian, kata dia semua negara juga takut terhadap bunga pinjaman. Jokowi menuturkan ada negara yang rasio pinjamannya mencapai 220 persen dari PDB.

"Kita pada tataran kalau dibandingkan negara-negara lain kita ada di angka 39 persen. Itu sebetulnya masih jauh dari undang-undang yang memperbolehkan, yang jauh dari negara-negara lain yang tadi saya sampaikan," pungkas Jokowi.