Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengusulkan, agar Pemerintah Indonesia membatalkan perpanjangan izin tambang PT Freeport Indonesia. Pemerintah Indonesia akan memperpanjang izin tambang PT Freeport di Indonesia hingga 2061. Padahal seharusnya izin tersebut berakhir pada 2041.
Fahmy menilai perpanjangan izin tersebut merupakan kompensasi Pemerintah Indonesia kepada Freeport, lantaran saham Pemerintah di Freeport akan bertambah sebesar 10 persen, dari sebelumnya 51 persen menjadi 61 persen.
Baca Juga
"Bukan hanya menyayangkan, tapi saya justru mengatakan kalau bisa keputusan untuk memperpanjang sampai 2061 dengan imbalan 61 persen saham itu dibatalkan, karena lebih merugikan Indonesia," kata Fahmy kepada Liputan6.com, Selasa (28/5/2024).
Advertisement
Padahal, jika Pemerintah tidak memperpanjang izin tambang tersebut, Pemerintah Indonesia bisa mengelola Freeport sepenuhnya. Dengan demikian, nilai tambah yang diperoleh juga akan lebih banyak. Ia pun optimistis Pemerintah Indonesia mampu mengelola tambang di Freeport dengan baik. Lantaran, saat ini banyak pekerja Indonesia di Freeport, dan hal itu merupakan peluang.
"Kalau sampai 2041 maka Pemerintahan pada masa itu bisa juga diambil alih, sehingga 2041 bisa mengelola 100 persen, mampu atau tidak? harusnya sangat mampu karena sebagian besar yang bekerja di Freeport itu tenaga kerja Indonesia, itu bisa manfaatkan untuk mengelola sendiri," ujarnya.
Justru apabila izin tambang Freeport diperpanjang hingga 2061, maka Pemerintah Indonesia akan merugi. Sebab yang didapatkan hanya dividen saja karena bertambahnya saham. "Kalau diperpanjang sampai 2061 kita tidak bisa mengelola sendiri, kita tidak dapat apa-apa," pungkasnya.
Jokowi: Saham Indonesia di Freeport Akan Tambah Jadi 61 Persen
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan kepemilikan saham pemerintah di PT Freeport Indonesia akan bertambah 10 persen pada beberapa bulan kedepan. Dengan begitu, total saham yang akan dimiliki pemerintah di PT Freeport yakni sebesar 61 persen.
"Dalam pengambilalihan Freeport menuju sekarang 51 persen itu memerlukan 3,5 tahun dan kita bekerja diam-diam, enggak ada yang tahu. Tahu-tagu kita ambil alih. Dan sebentar lagi, Insya Allah dalam bulan-bulan depan ini kita akan tambah lagi 10 persen jadi 61 persen," kata Jokowi saat menghadiri Inaugurasi Kepengurusan GP Ansor di Istora Senayan Jakarta, Senin (27/5/2024).
Dia menyampaikan, kepemilikan saham mayoritas di PT Freeport akan memberikan keuntungan besar bagi negara.
Jokowi menyebut sebanyak 80 persen keuntungan PT Freeport nantinya akan masuk ke kas negara, baik dalam bentuk royalti, Pph Badan, Pph Karyawan, bea ekspor, hingga bea keluar.
"Kalau kita bicara Freeport itu bukan milik Amerika lagi, tapi sudah jadi milik negara kita Indonesia. Sudah jadi milik kita. Itu pengambilalihannya saya buka sedikit, pakai uang. Tidak pake kekuatan, tapi pakai uang. Uangnya ambilnya dari Amerika. Kita bayar ke Freeport," tuturnya.
Jokowi menyampaikan pelunasan untuk mengambilalih saham Freeport akan lunas tahun ini.
Advertisement
Indonesia Akan Untung Besar
Menurut Jokowi, Indonesia mendapat untung besar sebab pengambilalihan saham dilakukan sebelum harga tembaga dunia naik.
"Harganya sekarang sudah 4 kali lipat dari harga kita beli karena harga tembaga dunia sekarang naik. Artinya, kita untung dan untung. Untungnya saat itu pemiliknya mau melepas karena kondisi goncangan ekonomi saat itu," kata Jokowi.
Dia mengungkapkan ada pihak-pihak yang menakut-nakutinya untuk mengambilalih PT Freeport, dengan alasan kondisi Papua yang bisa bergejolak kapanpun. Namun, Jokowi memakai strategi bisnis untuk mengambilalih Freeport dari Amerika.
"Saat itu saya banyak ditakut-takuti, 'Pak hati-hati Papua bisa bergolak. Besoknya ada lagi, 'Pak hati-hati Papua bisa lepas dari Indonesia. Besoknya lagi, 'Pak hati-hati Indonesia akan bergejolak kalo Freeport diambil negara. Tapi pengambilalihan tidak dengan kekuatan negara, dengan cara-cara bisnis. Tapi dapat," pungkas Jokowi.
Menteri Bahlil Lahadalia Ungkap Alasan RI Harus Kuasai 61 Persen Saham Freeport Indonesia
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkap rencana pemerintah terkait operasional PT Freeport Indonesia (PTFI). Di antaranya perpanjangan izin operasi dan penambahan saham sebesar 10 persen.
Bahlil Lahadalia mengatakan, penambahan kepemilikan saham 10 persen menjadi 61 persen jadi salah satu upaya strategis. Setelah itu, izin usaha pertambangan (IUP) PTFI selama 20 tahun hingga 2061 mendatang.
Dia mengungkap alasan perlunya penguasaan 61 persen saham di PT Freeport Indonesia. Langkah itu disinyalir bisa mensejahterakan masyarakat. Di satu sisi, akan membuka lapangan kerja baru dan memberikan manfaat lebih besar ke kantong RI di sisi lain.
"Kita lakukan ini untuk apa? Supaya mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan lapangan bisnis. Kalau hilirisasi ini kita bangun di daerah-daerah bisa menciptakan peluang. Investasi itu seperti kereta api, ada lokomotif ada gerbong,” ucap Bahlil dalam Kuliah Umum di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, dikutip Jumat (3/5/2024).
"Ini tujuan pasal 33. Kalau tembaganya ada kita bangun pabrik mobil, jadi kita bangun ekosistemnya semua di Indonesia. Ke depan itu green energi,” imbuhnya.
Advertisement
Arah Kebijakan yang Jelas
Bahlil menjelaskan, negara harus mempunyai arah kebijakan yang jelas, apalagi menurutnya Freeport Indonesia saat ini merupakan aset negara. Dia mengisahkan hingga 2018 lalu, saham Freeport Indonesia yang dimiliki Indonesia hanya 9,36 persen sebelum bertambah jadi 51,23 persen pasca divestasi saham pada September 2018 lalu.
Penambahan saham itu dilakukan melalui PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum yang membayar sebagian saham PTFI sebesar USD 3,85 miliar atau hampir Rp 60 triliun. Bahlil menjelaskan, saat ini saham PT Freeport dimiliki mayoritas oleh Indonesia dengan nilai valuasi dari dividen mencapai Rp 300 triliun.
"2018 Pak Jokowi mengatakan akan mengambil sebagaian saham-saham yang dikelola asing, dan itu kekayaan milik Indonesia baik minyak maupun Freeport. Kita (pemerintah Indonesia) beli hampir USD 4 miliar, dan dari pendapatan itu sekarang dividen 2024 sudah hampir lunas dengan pendapatan itu. Artinya Pak Jokowi membuat kebijakan membeli tidak sia-sia, sekarang nilai valuasi PT Freeport mencapai 20 miliar USD, Rp 300 triliun,” urainya.