Sukses

HEADLINE: Menelisik Untung Rugi Saat Indonesia Kuasai 61 Persen Saham Freeport di Papua

Pemerintah Indonesia kembali mengambil langkah penting terkait PT Freeport Indonesia. Dengan menambah kepemilikan saham di perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di Indonesia tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah kembali mengambil langkah penting terkait PT Freeport Indonesia (PTFI). Terbaru, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap pemerintah akan menambah kepemilikan saham di perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di Indonesia tersebut.

Niat pemerintah ini disampaikan Presiden Jokowi saat menghadiri Inaugurasi Kepengurusan GP Ansor di Istora Senayan Jakarta, Senin 27 Mei 2024.

Kepemilikan saham pemerintah di PT Freeport Indonesia akan bertambah 10 persen pada beberapa bulan ke depan. Dengan begitu, total saham yang akan dikuasai pemerintah di PT Freeport menjadi sebesar 61 persen.

"Dalam pengambilalihan Freeport menuju sekarang 51 persen itu memerlukan 3,5 tahun dan kita bekerja diam-diam, enggak ada yang tahu. Tahu-tahu kita ambil alih. Dan sebentar lagi, Insya Allah dalam bulan-bulan depan ini kita akan tambah lagi 10 persen jadi 61 persen," kata Jokowi.

Jokowi bercerita, dulu ketika pemerintah berupaya untuk menambah pemilikan saham Freeport dari 9,36% menjadi 51% ada pihak-pihak berupaya menakuti dengan mengatakan kondisi Papua yang bisa bergejolak kapanpun. Namun, Jokowi memakai strategi bisnis untuk mengambilalih saham di Freeport tersebut.

"Saat itu saya banyak ditakut-takuti, 'Pak hati-hati Papua bisa bergolak. Besoknya ada lagi, 'Pak hati-hati Papua bisa lepas dari Indonesia. Besoknya lagi, 'Pak hati-hati Indonesia akan bergejolak kalau Freeport diambil negara. Tapi pengambilalihan tidak dengan kekuatan negara, dengan cara-cara bisnis. Tapi dapat," ucap Jokowi.

"Itu pengambilalihannya saya buka sedikit, pakai uang. Tidak pakai kekuatan, tapi pakai uang. Uangnya ambilnya dari Amerika. Kita bayar ke Freeport," lanjut dia..

Dengan isu yang digaungkan, Jokowi menegaskan jika pemerintah tak gentar. Sebab, kepemilikan saham mayoritas di PT Freeport akan memberikan keuntungan besar bagi negara.

Jokowi menyebut sebanyak 80 persen keuntungan PT Freeport nantinya akan masuk ke kas negara, baik dalam bentuk royalti, PPh Badan, PPh Karyawan, bea ekspor, hingga bea keluar.

"Kalau kita bicara Freeport itu bukan milik Amerika lagi, tapi sudah jadi milik negara kita Indonesia. Sudah jadi milik kita," tuturnya.

Menurut Jokowi, Indonesia mendapat untung besar sebab pengambilalihan saham dilakukan sebelum harga tembaga dunia naik.

"Harganya sekarang sudah 4 kali lipat dari harga kita beli karena harga tembaga dunia sekarang naik. Artinya, kita untung dan untung. Untungnya saat itu pemiliknya mau melepas karena kondisi goncangan ekonomi saat itu," kata Jokowi.

Dikatakan jika pelunasan untuk mengambilalih saham Freeport sebelumnya juga akan selesai pada tahun ini.

Sinyal pemerintah menguasai 61% saham Freeport Indonesia sebelumnya sudah diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. 

Saat itu, Bahlil mengutarakan rencana pemerintah terkait operasional Freeport Indonesia, di antaranya perpanjangan izin operasi dan penambahan saham sebesar 10%.

Bahlil Lahadalia mengatakan, penambahan kepemilikan saham 10% menjadi 61% jadi salah satu upaya strategis. Setelah itu, izin usaha pertambangan (IUP) PTFI selama 20 tahun hingga 2061 mendatang.

Alasan Porsi Saham Perlu Ditambah

Dia mengungkap alasan perlunya penguasaan 61% saham di Freeport Indonesia. Langkah itu disinyalir bisa menyejahterakan masyarakat. Di satu sisi, akan membuka lapangan kerja baru dan memberikan manfaat lebih besar ke kantong Indonesia. 

"Kita lakukan ini untuk apa? Supaya mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan lapangan bisnis. Kalau hilirisasi ini kita bangun di daerah-daerah bisa menciptakan peluang. Investasi itu seperti kereta api, ada lokomotif ada gerbong,” ucap Bahlil dalam Kuliah Umum di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, dikutip Jumat (3/5/2024).

"Ini tujuan pasal 33. Kalau tembaganya ada kita bangun pabrik mobil, jadi kita bangun ekosistemnya semua di Indonesia. Ke depan itu green energi,” imbuhnya.

Bahlil menjelaskan, negara harus mempunyai arah kebijakan yang jelas, apalagi Freeport Indonesia saat ini merupakan aset negara.

Dia mengisahkan hingga 2018 lalu, saham Freeport Indonesia yang dimiliki Indonesia hanya 9,36% sebelum bertambah jadi 51,23% pasca divestasi saham pada September 2018 lalu.

Penambahan saham itu dilakukan melalui PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum yang membayar sebagian saham PTFI sebesar USD 3,85 miliar atau hampir Rp 60 triliun.

Bahlil menjelaskan, saat ini saham Freeport dimiliki mayoritas oleh Indonesia dengan nilai valuasi dari dividen mencapai Rp 300 triliun.

"2018 Pak Jokowi mengatakan akan mengambil sebagaian saham-saham yang dikelola asing, dan itu kekayaan milik Indonesia baik minyak maupun Freeport. Kita (pemerintah Indonesia) beli hampir USD 4 miliar, dan dari pendapatan itu sekarang dividen 2024 sudah hampir lunas dengan pendapatan itu. Artinya Pak Jokowi membuat kebijakan membeli tidak sia-sia, sekarang nilai valuasi PT Freeport mencapai 20 miliar USD, Rp 300 triliun,” urainya.

2 dari 4 halaman

Freeport Indonesia Beroperasi hingga 2061

Sebelumnya, Bahlil Lahadalia telah memberikan sinyal soal perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) Freeport Indonesia. Tambah tersebut akan mendapatkan perpanjangan IUPK selama 20 tahun yakni hingga 2061 setelah berakhirnya kontrak pada 2041.

Oleh karena itu, untuk mempercepat penyelesaian perpanjangan IUPK PTFI, pemerintah saat ini sedang menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

"Oh sudah hampir final kok, tinggal tunggu PP-nya saja," kata Bahlil dalam konferensi pers paparan kinerja investasi Kuartal I-2024, di Kantor Kementerian BKPM.

Bahlil menyampaikan, perpanjangan kontrak IUPK PTFI dilakukan Pemerintah lantaran cadangan dan produksi mineral PTFI diprediksi akan mencapai puncaknya pada tahun 2035.

"Karena sekarang kan kita kelolanya underground, begitu 2035 tidak kita lakukan eksplorasi itu produksinya habis dan untuk eksplorasi butuh waktu 10-15 tahun. Jadi kalau kita tidak melakukan perpanjangan untuk mereka melakukan eksplorasi maka siap siap 2040 itu PTFI gak operasi jadi jangan diartikan ada apa," jelas Bahlil.

Selain itu, alasan lainnya yaitu terdapat penambahan saham pemerintah Indonesia di PTFI sebesar 10 persen. Maka dengan adanya tambahan tersebut, otomatis saham pemerintah di PTFI secara keseluruhan mencapai 61 persen.

"Dengan harga yang sangat murah sekali jadi ke depan PTFI itu kita Indonesia sudah memiliki 61 persen kalau sudah 61 persen mau apa lagi dan utang divestasi kemarin kalau berdasarkan pendapatan mereka mungkin 2024 sudah lunas," pungkas Bahlil Lahadalia. 

Kinerja Freeport Indonesia

Pada 2023 lalu, PTFI berhasil memproduksi tembaga 1,65 miliar pound serta 1,97 juta ounces emas.

Dari kinerja tersebut, perusahaan berhasil mencetak laba bersih senilai USD 3,16 miliar atau setara Rp 48,79 triliun (asumsi Rp 15.439 per USD).

Secara keseluruhan penerimaan negara dalam bentuk pajak, royalti, dividen, dan pungutan lainnya mencapai lebih dari Rp 40 triliun pada tahun 2023, termasuk kontribusi ke daerah mencapai lebih dari Rp 9 triliun.

Freeport juga telah menyetorkan dana sekitar Rp. 3,35 triliun atas keuntungan bersih perusahaan tahun 2023, kepada Pemerintah Provinsi Papua Tengah, kabupaten penghasil, dan kabupaten lain di Provinsi Papua Tengah.

"Pembayaran bagian daerah dari keuntungan bersih merupakan realisasi komitmen perusahaan dalam mendorong peningkatan ekonomi pemerintah daerah," kata Presiden Direktur PTFI Tony Wenas.

Tony merinci, dana Rp 3,35 triliun itu terbagi untuk Pemprov Papua Tengah sekitar Rp 839 miliar dan Pemkab Mimika sekitar Rp 1,4 triliun.

Sementara kabupaten lain di provinsi Papua Tengah yakni Kabupaten Nabire, Paniai, Puncak, Puncak Jaya, Dogiyai, Deiyai, dan Intan Jaya masing-masing mendapatkan sekitar Rp 160 miliar.

Tony menambahkan, Freeport juga terus berkomitmen memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitar wilayah operasional melalui beragam program investasi sosial.

Adapun investasi sosial Freeport yang mencapai hampir Rp. 2 triliun pada 2023 lalu, dan akan terus bertambah sekitar USD 100 jutaatau Rp 1,5 triliun per tahun sampai dengan 2041.

"Keberhasilan kami sebagai perusahaan adalah ketika masyarakat di lingkungan sekitar area operasional meningkat taraf hidup dan kesejahteraannya. Kami terus bertumbuh dan berkembang bersama Papua hingga selesainya operasi penambangan pada 2041," ungkap Tony.

3 dari 4 halaman

Berpotensi Rugikan Negara

Jika pemerintah yakin penambahan porsi saham Freeport akan menguntungkan Indonesia, pendapat sebaliknya dikatakan Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi.

Meningkatnya kepemilikan saham pemerintah di PT Freeport Indonesia dinilai justru merugikan Indonesia ke depannya.

"Meskipun Indonesia akan ada tambahan saham sebesar 10 persen, tapi kan kompensasi kontraknya diperpanjang sampai 2061. Padahal kan baru berakhir tahun 2041, ini kan masih lama sekali. Jadi, seperti digadaikan untuk tambahan 10 persen," kata Fahmy kepada Liputan6.com.

Fahmy mengakui, dengan bertambahnya saham Pemerintah di Freeport Indonesia, maka dividen diterima juga akan bertambah. Namun hanya itu keuntungan didapat Indonesia.

Menurutnya, percuma jika saham Pemerintah Indonesia meningkat, namun pengelolaan masih dari asing seperti McMoRan. Sehingga, penambahan saham itu tidak ada berguna bagi Indonesia.

"Keuntungannya itu memang sahamnya semakin besar, itu hanya akan membesar dividennya yang diterima Indonesia. Tapi kalau pengendalinya tetap Freeport, itu tidak ada gunanya sama sekali bagi Indonesia untuk menaikkan nilai tambah, yang menikmati nilai tambah tetap saja McMoRan," ujarnya.

Dia menambahkan, Pemerintah Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk mengelola keseluruhan Freeport. Lantaran, Pemerintah akan memperpanjang kontrak izin tambang tersebut hingga 2061.

"Perpanjang sampai 2061 itu kan sangat tidak pasti, kenapa tidak berakhir 2041 dan dikelola sendiri kan jauh lebih baik daripada mendapatkan saham 10 persen tapi diperpanjang, menurut saya lebih banyak kerugiannya dibanding manfaat yang diperoleh dari sekedar tambahan dividen," ujarnya.

Padahal jika Pemerintah Indonesia menyetop izin tambang PT Freeport hingga 2041, maka peluang untuk meningkatkan nilai tambah dari pengelolaan tambang di Freeport akan sangat menjanjikan.

"Jadi, yang selama ini di ekspor itu konsentrat yang nilai tambahnya sangat rendah, tapi kalau diolah atau di smelterkan di Indonesia maka yang dihasilkan adalah tembaga, perak, emas, yang nilai tambahnya jauh lebih besar. Jadi, kita akan kehilangan opportunity, karena kehilangan kesempatan memperoleh nilai tambah yang jauh lebih besar," tuturnya.

Perpanjangan Izin Tambang Freeport Dibatalkan

Fahmy juga mengusulkan agar Pemerintah Indonesia membatalkan perpanjangan izin tambang Freeport. "Kalau bisa keputusan untuk memperpanjang sampai 2061 dengan imbalan 61 persen saham itu dibatalkan, karena lebih merugikan Indonesia," kata Fahmy.

Padahal, jika Pemerintah tidak memperpanjang izin tambang tersebut, maka Pemerintah Indonesia bisa mengelola Freeport sepenuhnya. Dengan demikian, nilai tambah yang diperoleh juga akan lebih banyak.

Ia optimis bahwa Pemerintah Indonesia mampu mengelola tambang di Freeport dengan baik. Lantaran, saat ini banyak pekerja Indonesia di Freeport, dan hal itu merupakan peluang.

"Kalau sampai 2041 maka Pemerintahan pada masa itu bisa juga diambil alih, sehingga 2041 bisa mengelola 100 persen, mampu atau tidak? harusnya sangat mampu karena sebagian besar yang bekerja di Freeport itu tenaga kerja Indonesia, itu bisa manfaatkan untuk mengelola sendiri," ujarnya.

Justru apabila izin tambang Freeport diperpanjang hingga 2061, maka Pemerintah Indonesia akan merugi. Sebab yang didapatkan hanya dividen saja karena bertambahnya saham.

"Kalau diperpanjang sampai 2061 kita tidak bisa mengelola sendiri, kita tidak dapat apa-apa," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Peluang bagi Pemerintah

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno menilai, kesempatan penambahan saham PT Freeport merupakan peluang yang bagus untuk dijajaki Pemerintah, selama dilakukan secara Business to Business dan dengan valuasi yang adil, serta keuangan perseroan, dalam hal ini MIND ID.

“Namun jika salah satu dari ketiga elemen di atas tidak terpenuhi, saya rasa rencana penambahan saham di atas perlu di evaluasi kembali,” ungkap Soeparno kepada Liputan6.com.

Sementara untuk perekonomian nasional, ia melihat, penambahan saham ke Freeport Indonesia mungkin tidak terlalu berdampak. ”Karena rencana pembelian ini akan menggunakan sebagian kas perusahaan plus utang, sementara yang diterima pemerintah terbatas pada pembagian dividen yang lebih besar,” jelas Soeparno.

Meski demikian, dia yakin tentunya ada nilai tambah lain dari aspek pengelolaan Freeport.

“Karena dengan penambahan saham ini, MIND ID dapat menempatkan direksinya leih banyak dan mungkin juga dapat mendapat (kendali) dari aspek keuangan, operasional, procurement dan SDM,” paparnya.

Dampak ke Saham Perusahaan

Sedangkan Pengamat Pasar Modal, Wahyu Tri Laksono mengatakan bertambahnya kepemilikan pemerintah di Freeport turut berdampak pada nilai saham perusahaan dan memberikan dampak ekonomi signifikan pada Indonesia.

“Nilai saham Freeport saat ini sudah empat kali lipat dibandingkan ketika pemerintah mengakuisisi Freeport, karena harga tembaga dunia yang kini naik drastis,” kata Wahyu kepada Liputan6.com

61 persen kepemilikan saham di Freeport merupakan progres yang bagus. Dengan penambahan kepemilikan saham tersebut, diperkirakan 70-80 persen keuntungan PT Freeport Indonesia baik dalam bentuk royalti, PPh badan, PPh karyawan, bea ekspor, maupun bea keluar akan masuk ke kas negara.

“Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) akan berakhir pada 2041. Hingga masa itu berakhir, perusahaan tembaga terbesar di Indonesia ini mengklaim bisa menyetorkan hingga Rp 1.200 triliun ke negara,” jelasnya.

Wahyu turut menjelaskan jika membahas soal Freeport tak hanya soal ekonomi, tetapi ada variabel lain seperti politik dan nasionalisme.

Menurutnya, Mineral di Papua jelas semestinya milik bangsa Indonesia. Negara menguasai, Freeport Indonesia adalah tamu dan kita tuan rumah nya.

“Apalagi secara ekonomi jelas mineral dan SDA di sana sangat bernilai dan strategis. Jadi penambahan share Freeport adalah langkah nasionalisme dan ekonomi strategis,” ujarnya.

Selain itu Wahyu menuturkan, harga Cooper terus menguat dan tembus ke level di atas USD 10.000/ton di London Metal Exchange (LME). Indonesia bakal merasakan keuntungan dari harga tembaga yang melonjak. “Indonesia juga bakal merasakan keuntungan dari pembagian laba atau dividen dari Freeport,” pungkasnya.