Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, mengungkapkan alasan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), yaitu untuk menyelesaikan permasalahan backlog perumahan yang masih besar di Indonesia.
Moeldoko menjelaskan, Pemerintah ingin menunjukkan kehadirannya dalam semua situasi yang dihadapi masyarakat, khususnya persoalan-persoalan berkaitan sandang, pangan dan papan.
Menurutnya, Tapera ini berkaitan dengan papan dan hal itu merupakan tugas konstitusi karena ada undang-undangnya.
Advertisement
Adapun dasar hukumnya yaitu Undang-Undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman, serta UU nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Tapera ini sebelumnya disebut Taperum, yang dikhususnya untuk ASN dan sekarang diperluas kepada pekerja mandiri dan pekerja swasta.
“Kenapa di perluas? karena ada problem backlog yang dihadapi Pemerintah. Sampai saat ini ada 9,9 juta masyarakat Indonesia belum punya rumah ini data dari BPS,” kata Moeldoko dalam konferensi pers terkait Tapera di Kementerian Sekretariat Presiden, Jumat (31/5/2024).
Oleh karena itu, kata Moeldoko Pemerintah memahami antara jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan itu tidak seimbang, maka Pemerintah berupaya keras agar kedua hal itu bisa seimbang, sehingga pada akhirnya masyarakat bisa memiliki rumah walaupun dihadapkan dengan infalasi.
“Meski terjadi inflasi tapi masih punya tabungan untuk membangun rumahnya, itu sebenarnya yang dipikirkan,” ujarnya.
Moeldoko menyampaikan bahwa Pemerintah memahami terkait kekhawatiran dan kegelisahan masyarakat Indonesia terkait program Tapera ini.
“Kita juga tahu ada marah dan seterusnya. Pertanyaaannya kenapa sih itu bisa terjadi? Karena memang belum dijalankan sosialisasi yang masif sehingga ada miss pemahaman, ada pertanyaan-pertanyaan yang perlu ada jawaban yang lebih konkrit,” jelasnya.
Namun, masyarakat perlu memahami bahwa perluasan program Tapera ini manfaatkan juga akan dirasakan masyarakat di masa depan.
“Masyarakat juga perlu memhami tentang kebutuhan perumahan ini bukan hanya di Indonesia yang mengatur, pemerintah di berbagai negara juga menjalankan skema seperti itu, di Malaysia ada, di Singapura dan beberapa negara lain ada. Bahwa ini menurut saya ini tugas negara,” pungkasnya.
Apindo: Iuran Tapera Harusnya Sukarela, Tidak Wajib
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali dan mengkaji ulang kebijakan iuran Tapera.
Sebagai informasi, kebijakan terbaru mengenai tarif Tapera diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diteken Jokowi pada 20 Mei 2024.
Aturan tersebut menunjukkan, simpanan peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah peserta, atau dari penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.
Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani mengatakan bahwa dunia usaha pada dasarnya menghargai tujuan pemerintah untuk menjamin kesejahteraan pekerja.
“PP No.21/2024 yang ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 20 Mei 2024 lalu, kami nilai sebagai duplikasi program existing, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja yang berlaku bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek. Sehingga kami berpandangan TAPERA dapat diberlakukan secara sukarela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta, karena pekerja swasta dapat memanfaatkan program MLT BP Jamsostek,” kata Shinta dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jumat (31/5/2024).
Dengan itu, APINDO danKSBSI menyarakan, pemerintah baiknya lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, dimana sesuai PP adalah sebesar maksimal 30 % (138 Triliun).
Karena Aset JHT sebesar 460 Triliun dianggap bisa digunakan untuk program MLT perumahanbagi pekerja, mengingat ketersediaan dana MLT yang sangat besar dan dinilai belum maksimalpemanfaatannya, jelas Shinta.
Advertisement
KSBSI: Pemerintah Dapat Maksimalkan MLT BPJS Ketenagakerjaan
Adapun, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban memaparkan bahwa pemerintah sebenarnya bisa memaksimalkan pemanfaatan dana MLT BPJS Ketenagakerjaan yang diperuntukkan bagi program kepemilikan rumah untuk pekerja yang belum memiliki tempat tinggal.
“Untuk itu, kami minta setidaknya pemerintah merevisi pasal 7 dari yang wajib menjadi sukarela,” ujar Elly.
“Penerapan Undang-Undang Tapera tidak menjamin bahwa upah buruh yang telah dipotong sejak usia 20 tahun dan sampai usia pensiun, untuk bisa mendapatkan rumah tempat tinggal. Belum lagi sistem hubungan kerja yang masih fleksibel (kerja kontrak), ini masih jauh dari harapan untuk bisa mensejahterakan buruh. Kami menganggap. Undang-Undang TAPERA bukanlah Undang-Undang yangmendesak, sehingga tidak perlu dipaksakan untuk berlaku saat ini,” jelas dia.
Dalam kesempatan itu, APINDO dan KSBSI juga mengungkapkan bahwa keduanya akan membentuk tim untuk menyusun Kertas Posisi dalam menyikapi kebijakan terbaru Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).