Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali dan mengkaji ulang kebijakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat, atau Tapera.
Ketua Apindo, Shinta W. Kamdani merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengoptimalkan layanan yang sudah ada, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan.
Baca Juga
“Sudah ada program penjaminan yang mengcover (pembiayaan) rumah rakyat. Saat ini di BPJS Ketenagakerjaan ada program jaminan hari tua (JHT) yang 30 persen sudah bisa dipakai untuk perumahan. Program ini pun sudah jalan dan jumlahnya sudah besar, hampir Rp. 136 triliun kata Shinta dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jumat (31/5/2024).
Advertisement
“Jadi menurut kami buat apa ada iuran tambahan lagi (Tapera ) kalao sudah ada programnya yang bisa dioptimalkan,” ujarnya.
Maka dari itu, Shinta menilai, kebijakan iuran Tapera memiliki mekanisme yang tidak jauh berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan.
“Dari pihak swasta dan bersama serikat buruh, kami menilai perlu ada pertimbangan dari pemerintah untuk meninjau kembali undang-undang yang ada. Karena di undang-undang itu menyebutkan (TAPERA) merupakan suatu keharusan. Sementara kita mau memaksimalkan program jaminan sosial yang sudah ada saat ini,” jelasnya.
Anak Buah Jokowi Ungkap Alasan Program Tapera Diperluas ke Pekerja Mandiri dan Swasta
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, mengungkapkan alasan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), yaitu untuk menyelesaikan permasalahan backlog perumahan yang masih besar di Indonesia.
Moeldoko menjelaskan, Pemerintah ingin menunjukkan kehadirannya dalam semua situasi yang dihadapi masyarakat, khususnya persoalan-persoalan berkaitan sandang, pangan dan papan.
Menurutnya, Tapera ini berkaitan dengan papan dan hal itu merupakan tugas konstitusi karena ada undang-undangnya.
Adapun dasar hukumnya yaitu Undang-Undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman, serta UU nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Tapera ini sebelumnya disebut Taperum, yang dikhususnya untuk ASN dan sekarang diperluas kepada pekerja mandiri dan pekerja swasta.
“Kenapa di perluas? karena ada problem backlog yang dihadapi Pemerintah. Sampai saat ini ada 9,9 juta masyarakat Indonesia belum punya rumah ini data dari BPS,” kata Moeldoko dalam konferensi pers terkait Tapera di Kementerian Sekretariat Presiden, Jumat (31/5/2024).
Advertisement
Kenaikan Gaji dan Tingkat Inflasi
Oleh karena itu, kata Moeldoko Pemerintah memahami antara jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan itu tidak seimbang, maka Pemerintah berupaya keras agar kedua hal itu bisa seimbang, sehingga pada akhirnya masyarakat bisa memiliki rumah walaupun dihadapkan dengan infalasi.
“Meski terjadi inflasi tapi masih punya tabungan untuk membangun rumahnya, itu sebenarnya yang dipikirkan,” ujarnya.
Moeldoko menyampaikan bahwa Pemerintah memahami terkait kekhawatiran dan kegelisahan masyarakat Indonesia terkait program Tapera ini.
“Kita juga tahu ada marah dan seterusnya. Pertanyaaannya kenapa sih itu bisa terjadi? Karena memang belum dijalankan sosialisasi yang masif sehingga ada miss pemahaman, ada pertanyaan-pertanyaan yang perlu ada jawaban yang lebih konkrit,” jelasnya.
Manfaat di Masa Depan
Namun, masyarakat perlu memahami bahwa perluasan program Tapera ini manfaatkan juga akan dirasakan masyarakat di masa depan.
“Masyarakat juga perlu memhami tentang kebutuhan perumahan ini bukan hanya di Indonesia yang mengatur, pemerintah di berbagai negara juga menjalankan skema seperti itu, di Malaysia ada, di Singapura dan beberapa negara lain ada. Bahwa ini menurut saya ini tugas negara,” pungkasnya.
Advertisement