Sukses

Anak Buah Bahlil: Tarik Investasi ke Sektor Energi Baru Terbarukan Perlu Regulasi Jelas

BKPM menyatakan, Pemerintah terus berupaya menciptakan iklim investasi yang kondusif guna mencapai target NZE.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang diwakilkan Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Nurul Ichwan mengatakan untuk mendukung pengembangan energi terbarukan di Indonesia diperlukan regulasi investasi yang jelas untuk menarik investasi ke sektor tersebut.

"Regulasi yang jelas dan mendukung sangat krusial dalam menarik investasi ke sektor energi terbarukan. Pemerintah terus berupaya menciptakan iklim investasi yang kondusif guna mencapai target NZE (net zero emission)," kata Nurul dalam 2nd Conference Road To PLN Investment Days 2024 bertajuk "Accelerating Renewable Energy Development: Opportunities & Challenges in Indonesia" di Jakarta, Selasa (4/6/2024).

Kegiatan ini dalam rangkaian menuju PLN Investment Days 2024 dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di sektor energi, termasuk pemerintah, investor, dan produsen listrik swasta, untuk berdiskusi tentang peluang dan tantangan dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur ADB untuk Indonesia Jiro Tominaga membahas tantangan pendanaan untuk pengembangan energi terbarukan.

"Kebijakan perbankan global sangat mempengaruhi keputusan pendanaan proyek energi terbarukan. Faktor-faktor seperti risiko investasi dan regulasi yang mendukung adalah kunci dalam menarik pendanaan," ujar Jiro.

Selain itu, Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM - Harris menjelaskan kebijakan pemerintah terkait energi baru terbarukan.

Evaluasi program pemerintah menunjukkan kemajuan, namun tantangan seperti infrastruktur dan regulasi masih harus diatasi. Urgensi transisi energi sangat tinggi untuk mencapai NZE pada 2060.

Selanjutnya, Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia Arthur Simatupang turut menyampaikan terkait potensi dan tantangan bagi produsen listrik swasta. Menurut dia, proyek energi terbarukan memiliki potensi besar untuk menarik minat investor swasta.

"Namun, tantangan seperti regulasi dan pendanaan masih perlu diatasi. Rekomendasi kami adalah memperkuat kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta," pungkas Arthur.

 

2 dari 4 halaman

PLN dan Tambang Nikel Kolaka Teken Perjanjian Beli Sertifikat Energi Terbarukan

Sebelumnya, PT PLN (Persero) terus mendukung industri nikel berkelanjutan di Indonesia melalui layanan Renewable Energy Certificate (REC). Salah satunya melalui penandatanganan Perjanjian Pembelian Renewable Energy Certificate (REC) antara PLN dengan PT Ceria Metalindo Prima (Ceria Group), perusahaan pertambangan dan pemurnian nikel di Indonesia yang beroperasi di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat (Sulselrabar), Moch Andy Adchaminoerdin, mengatakan PLN dan Ceria Group juga menandatangi Perjanjian Pinjam Pakai Lahan untuk Pembangkit Listrik Inter Temporal Capacity (ITC).

“Kami sangat mengapresiasi atas kepercayaan PT Ceria Metalindo terhadap PT PLN (Persero) dan telah membuktikan komitmenya dalam menggunakan energi bersih melalui Perjanjian Jual Beli Renewable Energy Sertificate (REC),” ujar Andy, Selasa (21/5/2024). 

Renewable Energy Certificate (REC) merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh PLN dengan pengakuan internasional melalui APX Inc berbasis di Amerika Serikat, sebagai operator dari Tradable Instrument for Global Renewables (TIGRs), yang menyatakan bahwa listrik yang digunakan Ceria Group berasal dari sumber energi terbarukan, dengan setiap 1 unit sertifikat REC mewakili konsumsi energi listrik 1 Megawatt-hour (MWh).

Sementara Direktur Retail dan Niaga PT PLN (Persero) Edi Srimulyanti mengungkapkan, inovasi layanan REC bagi pelaku industri nikel ini membuka kesempatan pelanggan untuk ikut berpartisipasi dalam penurunan emisi. Selain itu memudahkan pelanggan mendapatkan pengakuan atas penggunaan energi terbarukan secara internasional.

3 dari 4 halaman

Pelanggan Disortir

Menurut dia, pemberian layanan REC PLN untuk Ceria Group tentu tidak mudah karena harus melalui berbagai tahapan penilaian dan pengujian secara menyeluruh. Tidak hanya Ceria Group, namun setiap calon pelanggan disortir dan dinilai komitmen dan keseriusannya dalam menghasilkan produk hijau dan bebas karbon. 

"Profil pelanggan sangat penting untuk mendapatkan REC. Setelah kami melihat keseriusan Ceria Group dalam menghasilkan green nickel product dan baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV), kami yakin dan memutuskan untuk memberikan layanan REC," jelas Edi. 

Sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), Ceria Group yang merupakan PMDN telah menunjukkan komitmen dalam hilirisasi nikel melalui pembanginan smelter nikel Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) & High-Pressure Acid Leach (HPAL).

4 dari 4 halaman

Roadmap Ceria Group

CEO Ceria Group Derian Sakmiwata mengungkapkan, layanan REC dari PLN ini memberikan kepastian pasokan listrik bagi Ceria Group sebagai pelanggan utama PLN untuk menggunakan energi bersih di seluruh rantai industrinya.

Hal ini sejalan dengan Roadmap Ceria Group untuk menjadi global player dalam green industry khususnya dalam memproduksi green nickel product dan baterai kendaraan listrik (EV) yang berbasis pada Environmental, Social, and Governance (ESG).  

"Target pasar Ceria Group tidak hanya di Asia tetapi akan menjangkau Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Karena itu, kami mengapresiasi layanan REC PLN ini, dimana Ceria Group akan menggunakan 100 persen listrik dari energi terbarukan. Hal ini telah menjadi komitmen kami untuk menyediakan green nickel product berkualitas tinggi, dan menunjukkan bahwa tidak terdapat carbon foot print pembangkit listrik dari batubara dalam seluruh proses produksi smelter kami," ungkapnya. 

Derian menambahkan, penggunaan sertifikat REC oleh Ceria Group nantinya akan meningkat secara bertahap dari sekitar 80.000 Unit di 2024 menjadi 2,2 juta unit pada 2030.

Video Terkini