Sukses

Posisi Investasi Internasional Indonesia Turun pada Kuartal I 2024, Ini Penyebabnya

Pada akhir kuartal I 2024, PII Indonesia mencatat kewajiban neto USD 253,0 miliar, turun dibandingkan dengan kewajiban neto pada akhir triwulan IV 2023 sebesar USD 261,2 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada kuartal  I 2024 mencatat kewajiban neto yang menurun. 

Pada akhir kuartal I 2024, PII Indonesia mencatat kewajiban neto USD 253,0 miliar, turun dibandingkan dengan kewajiban neto pada akhir triwulan IV 2023 sebesar USD 261,2 miliar. 

"Penurunan kewajiban neto tersebut bersumber dari penurunan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) dan peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN)," kata Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Erwin Haryono, dalam keterangan resmi, Rabu (5/6/2024).

Ia menuturkan, posisi KFLN Indonesia menurun di tengah tetap solidnya aliran masuk modal asing pada investasi langsung. Posisi KFLN Indonesia pada akhir triwulan I 2024 turun 0,8% (qtq) menjadi USD 738,7 miliar dari USD 745,1 miliar pada akhir triwulan IV 2023. 

"Perkembangan KFLN tersebut disebabkan oleh tetap terjaganya aliran masuk modal asing pada investasi langsung sebagai cerminan dari tetap terjaganya optimisme investor terhadap prospek ekonomi domestik," ujar dia. 

Sementara itu, investasi portofolio dalam bentuk surat utang domestik mencatat aliran keluar seiring meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Penurunan posisi KFLN juga dipengaruhi faktor perubahan lainnya seiring penguatan nilai tukar dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk Rupiah sehingga menurunkan nilai instrumen keuangan domestik.

Adapun posisi AFLN Indonesia meningkat didorong peningkatan investasi penduduk pada berbagai instrumen finansial luar negeri. Posisi AFLN pada akhir triwulan I 2024 tercatat sebesar USD 485,7 miliar, naik 0,4% (qtq) dari  USD 483,9 miliar pada akhir triwulan IV 2023.

Hampir seluruh komponen AFLN mencatat peningkatan penempatan di luar negeri, dengan peningkatan terbesar pada Aset Investasi Lainnya dalam bentuk simpanan dan piutang usaha. Peningkatan posisi AFLN lebih lanjut tertahan oleh faktor perubahan lainnya seiring penguatan nilai tukar dolar AS terhadap mayoritas mata uang global.

Bank Indonesia memandang perkembangan PII Indonesia pada triwulan I 2024 tetap terjaga sehingga mendukung ketahanan eksternal. Hal ini tecermin dari rasio PII Indonesia terhadap PDB pada triwulan I 2024 sebesar 18,4%, lebih rendah dari 19,0% pada triwulan IV 2023.

 

2 dari 4 halaman

Struktur Kewajiban PII Indonesia

Selain itu, struktur kewajiban PII Indonesia juga didominasi oleh instrumen berjangka panjang (93,6%) terutama dalam bentuk investasi langsung.

Ke depan, Bank Indonesia senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek PII Indonesia dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal. 

"Selain itu, Bank Indonesia akan terus memantau potensi risiko terkait kewajiban neto PII terhadap perekonomian," pungkasnya.

 

3 dari 4 halaman

Prabowo Mau Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Ini Strategi Bank Indonesia

Sebelumnya, Bank Indonesia berkomitmen akan bersinergi dengan dengan pemerintahan baru Presiden Terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto guna mencapai target pertumbuhan ekonomi di kisaran 8 persen.

Sebelumnya, Prabowo berjanji akan menorehkan angka pertumbuhan ekonomi 8 persen pada tahun ketiga pemerintahannya mendatang.

"BI dengan pemerintahan baru tentu akan terus sinergi dalam menjaga stabilitas maupun mendorong pertumbuhan ekonomi, dalam konteks ini melalui pertumbuhan kredit,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung, dalam Taklimat Media Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial, Senin (3/6/2024).

Sinergi yang akan dilakukan BI dengan Pemerintahan Prabowo nanti yakni meningkatkan pertumbuhan kredit. Lantaran, jika pertumbuhan kredit naik maka akan mendorong pertumbuhan ekonominya juga.

Tambahan Kebijakan

Oleh karena itu, BI melakukan penambahan pengaturan mengenai tambahan besaran Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Dengan penambahan tersebut diyakini mampu mendorong pertumbuhan kredit pada 2024 agar mencapai target, yakni 12 persen.

"Kami masih perkirakan dengan adanya tambahan KLM ini pertumbuhan kredit akan dibatas atas, kan target kita 10-12 persen, dikeseluruhan tahun akan mencapai batas atas 12 persen," ujarnya.

Adapun pada 2025 Bank Indonesia menargetkan pertumbuhan kredit perbankan dikisaran 11 persen hingga 13 persen, hal itu sesuai dengan hasil Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) akhir 2023 lalu.

"Jadi, ke depan tentu saja kalau ekonomi terus berkembang, demand kredit meningkat diharapkan kredit meningkat. BI akan memberikan likuiditas yang memadai untuk perbankan dalam menyalurkan kredit tentu saja,” pungkasnya.

 

 

4 dari 4 halaman

Sri Mulyani: Butuh Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Kejar Indonesia Emas 2045

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti keberlangsungan kebijakan yang tepat untuk mengejar target visi Indonesia Emas 2045. Salah satunya dari besaran kinerja pertumbuhan ekonomi nasional.

Dia mengatakan, selama ini Indonesia sudah tumbuh positif dan konsisten di angka 5 persen. Namun, membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6-8 persen untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjaga di kisaran 5 persen di tengah berbagai guncangan dunia, perlu diakselerasi menjadi 6-8 persen per tahun untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045," kata Sri Mulyani dalam penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF), di Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Dia menjelaskan, dalam satu dekade terakhir banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, termasuk ketahanan kas negara sebagai penopangnya. Maka, diperlukan perumusan kebijakan yang kuat dalam menghadapi ketidakpastian global kedepannya.

Salah satunya dengan merumuskan KEM PPKF yang mampu adaptif dan berkelanjutan seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan anggaran nasional.

"Masih banyak pekerjaan rumah dan agenda pembangunan yang perlu ditangani dan diselesaikan. Cita-cita besar mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 membutuhkan kolaborasi yang kuat dari seluruh komponen bangsa," ujar dia.