Sukses

Wamenkes Bantah Implementasi KRIS Buat Pasien JKN Sulit Dapat Kamar

Kemenkes telah melakukan penghitungan dari sejumlah RS yang siap melaksanakan KRIS tersebut. Skema baru tidak akan mengurangi akses pasien peserta BPJS Kesehatan untuk mendapatkan kamar inap.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono membantah implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) akan mengurangi akses tempat tidur bagi pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dia mengantongi data acuan atas evaluasi yang sudah dilakukan.

Dia menjelaskan, ada total 3.176 rumah sakit (RS) di Indonesia. Sementara itu, dibidik ada sekitar 3.057 RS yang akan menerapkan sistem KRIS mulai tahun depan. Mengaca pada 12 kriteria KRIS yang ditetapkan, 2.316 rumah sakit atau 79,05 persen sudah dinyatakan memenuhi seluruh kriteria tersebut.

"Jadi memang sudah banyak sekali yang memenuhi kriteria KRIS. Ada 12 kriteria sebagian besar sudah memenuhi kriteria yang 12 tersebut," kata Dante dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (6/6/2024).

Dia menegaskan telah melakukan penghitungan dari sejumlah RS yang siap melaksanakan KRIS tersebut. Atas temuannya, skema baru itu tidak akan mengurangi akses pasien peserta BPJS Kesehatan untuk mendapatkan kamar inap.

Pernyataan itu didasarkan pada tingkat keterisian atau bed occupancy ratio (BOR) setiap rumah sakit. Menurutnya, saat ini BOR RS di daerah, khususnya, berkisar 30-50 persen dari kapasitas total.

"Kami mengidentifikasi bahwa estimasi kehilangan tempat tidur itu sama sekali sedikit, karena BOR rumah sakit itu di daerah itu 30-50 persen," ujarnya.

"Dan kami estimasi dan kami punya data yang tidak mengalami kehilangan tempat tidur itu yang paling besar ada 609 rumah sakit," sambungnya.

 

2 dari 4 halaman

292 RS Berpotensi Kehilangan Tempat Tidur

Kendati begitu, dia juga menyebut ada beberapa rumah sakit yang disinyalir akan mengalami kehilangan kuota tempat tidur bagi pasien BPJS Kesehatan. Kehilangan tempat tidur berkisar antara 1 sampai 10 tempat tidur di masing-masing RS.

"Yang mengalami kehilangan tempat tidur 1-10 itu 292 RS dan yang lainnya itu hanya sedikit-sedikit. Yang tidak ada datanya itu juga hanya sekitar 1 sampai 2 kehilangan tempat tidur," bebernya.

Dante kembali menegaskan, atas penghitungan tersebut, kekhawatiran masyarakat tak bisa mendapat ruang rawat dari sistem KRIS ini terbantahkan.

"Jadi memang ternyata implementasi KRIS yang nanti akan dilakukan dan memberikan kekhawatiran akan kehilangan jumlah tempat tidur berdasarkan BOR yang sekarang berlaku ini tidak akan terjadi," tegasnya.

 

3 dari 4 halaman

Pasien Sulit Dapat Kamar

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah mengatur ulang sistem kelas dalam BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Sistem ini dinilai bisa mempersempit peluang pasien peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk mendapatkan kamar rawat inap.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menyoroti sistem KRIS dengan ruang perawatan mengarah ke satu ruang. Dalam aturannya, kamar inap akan diisi maksimal 4 tempat tidur, dan 12 kriteria ruangan. Namun, menurut dia, hal ini bisa menyulitkan peserta JKN.

"Pelaksanaan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berpotensi akan menghambat akses peserta JKN pada ruang perawatan. Pelaksanaan KRIS akan merujuk pada PP no. 47 tahun 2021, yang di pasal 18 nya disebutkan RS Swasta dapat mengalokasikan ruang perawatan KRIS minimal 40 persen dari total yang ada, dan RS Pemerintah minimal mengalokasikan 60 persen," ujar Timboel kepada Liputan6.com, Kamis (16/5/2024).

Dia menuturkan, bila sebuah RS swasta mengalokasikan 50 persen, itu sudah memenuhi PP no. 47 tersebut. Artinya, ada batas maksimal pasien peserta JKN yang bisa diterima oleh rumah sakit.

 

4 dari 4 halaman

Pasien Malah Pindah

Padahal, mengacu pada skema kelas yang diterapkan saat ini, masih banyak pasien BPJS yang sulit mendapatkan kamar. Padahal, belum ada batasan tertentu untuk porsi pasien BPJS di rumah sakit.

"Ini artinya terjadi pembatasan akses bagi peserta JKN ke ruang perawatan di RS. Saat ini saja, dimana ruang perawatan kelas 1, 2 dan 3 diabdikan semuanya untuk pasien JKN, masih terjadi kesulitan mengakses ruang perawatan, apalagi nanti dgn KRIS, akan terjadi ketidakpuasan untuk layanan JKN dari peserta JKN," jelasnya.

Dia menegaskan, jika akses terhadap kamar rawat inap tadi sulit didapatkan, tak menutup kemungkinan peserta JKN nantinya malah pindah untuk melalui jalur umum. Artinya, ada beban finansial untuk membayar biaya perawatan tadi.

"Tidak boleh ada lagi peserta JKN mengalami kesulitan mengakses ruang perawatan, sehingga menjadi pasien umum yg bayar sendiri. JKN jadi tidak bisa digunakan," tegasnya.