Sukses

3.057 RS Dibidik Jalankan KRIS 2025, Mayoritas Swasta

Kementerian Kesehatan menyatakan 3.057 rumah sakit yang akan jalankan sistem KRIS pada 2025. Jumlah itu meningkat sejak 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menjelaskan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) bagi pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bakal dilakukan tahun depan. Targetnya, ada 3.057 rumah sakit yang akan menjalankannya.

Dia menguraikan jumlah itu meningkat sejak 2023 lalu mengacu pada 12 kriteria yang telah ditetapkan. Paling banyak adalah RS swasta yang akan mengalami penyesuaian implementasi KRIS.

"Data realisasi yang siap implementasi KRIS itu dievaluasi bersama Dinkes, desk melalui daring (kepada) rumah sakit dan monitoring evaluasi. Dan memang paling besar adalah rumah sakit swasta yang terdampak ada sekitar 1.196," ujar Dante dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, di Jakarta, Kamis (6/6/2024).

Dia mencatat, pada 2023 ditargetkan ada 1.216 RS yang siap implementasi KRIS. Realisasinya terdata sebanyak 995 RS yang masuk kategori siap. Lalu, pada 2024 dibidik ada 2.432 RS, realisasinya baru ada 1.053 RS yang sudah divalidasi per 20 Mei 2024 lalu.

Sementara itu, untuk mengejar target 3.057 RS di 2025 mendatang, pihaknya masih perlu melakukan validasi atas 2.004 RS dengan paling banyak terdampak adalah milik swasta dengan 1.196 RS.

Sementara, RS pemerintah pusat sebanyak 34 rumah sakit, Pemda 619 RS, TNI/Polri 127 RS, dan BUMN sebanyak 28 RS.

"Target realisasi implementasi KRIS ini tentu harus kita sikapi dengan evaluasi yang berjenjang dan holistik. Tidak rumah sakit pemerintah pusat saja tapi Pemda, TNI/Polri, BUMN dan RS swasta pun akan terdampak pada pemberlakukan KRIS," bebernya.

 

2 dari 4 halaman

Bantah Pasien JKN Sulit Dapat Kamar

Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono membantah implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) akan mengurangi akses tempat tidur bagi pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dia mengantongi data acuan atas evaluasi yang sudah dilakukan.

Dia menjelaskan, ada total 3.176 rumah sakit (RS) di Indonesia. Sementara itu, dibidik ada sekitar 3.057 RS yang akan menerapkan sistem KRIS mulai tahun depan. Mengaca pada 12 kriteria KRIS yang ditetapkan, 2.316 rumah sakit atau 79,05 persen sudah dinyatakan memenuhi seluruh kriteria tersebut.

"Jadi memang sudah banyak sekali yang memenuhi kriteria KRIS. Ada 12 kriteria sebagian besar sudah memenuhi kriteria yang 12 tersebut," kata Dante dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (6/6/2024).

Dia menegaskan telah melakukan penghitungan dari sejumlah RS yang siap melaksanakan KRIS tersebut. Atas temuannya, skema baru itu tidak akan mengurangi akses pasien peserta BPJS Kesehatan untuk mendapatkan kamar inap.

Pernyataan itu didasarkan pada tingkat keterisian atau bed occupancy ratio (BOR) setiap rumah sakit. Menurutnya, saat ini BOR RS di daerah, khususnya, berkisar 30-50 persen dari kapasitas total.

"Kami mengidentifikasi bahwa estimasi kehilangan tempat tidur itu sama sekali sedikit, karena BOR rumah sakit itu di daerah itu 30-50 persen," ujarnya.

"Dan kami estimasi dan kami punya data yang tidak mengalami kehilangan tempat tidur itu yang paling besar ada 609 rumah sakit," ia menambahkan.

 

3 dari 4 halaman

292 RS Berpotensi Kehilangan Tempat Tidur

Kendati begitu, dia juga menyebut ada beberapa rumah sakit yang disinyalir akan mengalami kehilangan kuota tempat tidur bagi pasien BPJS Kesehatan. Kehilangan tempat tidur berkisar antara 1 sampai 10 tempat tidur di masing-masing RS.

"Yang mengalami kehilangan tempat tidur 1-10 itu 292 RS dan yang lainnya itu hanya sedikit-sedikit. Yang tidak ada datanya itu juga hanya sekitar 1 sampai 2 kehilangan tempat tidur," bebernya.

Dante kembali menegaskan, atas penghitungan tersebut, kekhawatiran masyarakat tak bisa mendapat ruang rawat dari sistem KRIS ini terbantahkan.

"Jadi memang ternyata implementasi KRIS yang nanti akan dilakukan dan memberikan kekhawatiran akan kehilangan jumlah tempat tidur berdasarkan BOR yang sekarang berlaku ini tidak akan terjadi," tegasnya.

 

4 dari 4 halaman

Komisi IX Beri Catatan soal Sistem KRIS BPJS Kesehatan

Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menyebut setidaknya ada dua dampak positif dari sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan. Namun, menurut Rahmad, DPR memberikan beberapa catatan kepada pemerintah agar pelaksanaan kebijakan ini sesuai rencana.

"Saya kira ada dua hal positifnya. Pertama, tentu dengan adanya pelayanan kelas standar peningkatan pelayanan kualitasnya menjadi naik. Yang tadinya kelas tiga menjadi kelas standar pelayanan semakin baik. Kedua, dampaknya adalah dengan adanya kelas standar, semua peserta BPJS sama rasa, sama pelayanan, sama kelas, baik itu yang kaya maupun yang kurang mampu haknya sama, dalam hal ini dari sisi pelayanan kesehatan," kata Rahmad.

Presiden Joko Widodo memerintahkan seluruh jajaran rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk memberlakukan sistem KRIS paling lambat 30 Juni 2025. KRIS akan menggantikan sistem pengelompokkan ruang rawat inap berdasarkan kelas 1, 2, 3 yang selama ini diberlakukan BPJS Kesehatan.

Berubahnya sistem di BPJS Kesehatan ini termuat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dengan berlakunya sistem ini, maka semua peserta BPJS akan mendapatkan ruang rawat inap dengan fasilitas yang serupa.

Rahmad menyampaikan, sebelum KRIS berlaku, DPR meminta pemerintah menyiapkan perangkat, dalam hal ini DJSN, untuk mengambil kebijakan mendasar tidak sebatas pelayanan saja, tapi termasuk soal pembiayaan.

"Isu yang ditunggu adalah soal pembiayaan. Jangan sampai pemberlakuan KRIS standar, peserta BPJS yang kelas tiga akhirnya jadi mantan peserta. Logikanya kalau naik jadi kelas standar, iuran akan meningkat," ujar Rahmad.

Â