Sukses

Warga Jakarta Langsung Didenda Rp 50 Juta Jika Ada Jentik Nyamuk DBD di Rumah, Benarkah?

Satpol PP DKI Jakarta membantah langsung mengenakan denda pada warga sebanyak Rp50 juta bila ditemukan jentik nyamuk aedes aegypti atau vektor demam berdarah dengue (DBD) di dalam rumah.

Liputan6.com, Jakarta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta membantah langsung mengenakan denda pada warga sebanyak Rp50 juta bila ditemukan jentik nyamuk aedes aegypti atau vektor demam berdarah dengue (DBD) di dalam rumah.

"Tidak benar, kami langsung mengenakan sanksi denda Rp50 juta kepada warga yang rumahnya kedapatan jentik, ada tahapannya," kata Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin dikutip dari Antara, Kamis (6/6/2024).

Pernyataan ini meluruskan informasi yang beredar di media pada Rabu (5/6) bahwa Satpol PP langsung menerapkan denda Rp50 juta pada warga yang rumahnya kedapatan jentik nyamuk.

Arifin merujuk pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue yang menyatakan bahwa pencegahan penyakit DBD merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat.

Hal itu melalui upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus, pemeriksaan jentik berkala (PJB), memantau penyebaran penyakit (surveilans) dan sosialisasi. Selanjutnya, lanjut dia, terkait penanggulangan DBD yang juga merupakan tanggung jawab Pemda dan masyarakat dilakukan melalui penyelidikan epidemiologi berupa pelacakan kasus pasien DBD, kemudian penanggulangan kasus, pengabutan (foging) massal dan tatalaksana penanganan kasus.

Jentik Nyamuk Aedes Aegypti

Lalu, apabila warga melanggar ketentuan PSN 3M Plus dan warga yang tempat tinggalnya ditemukan ada jentik nyamuk aedes aegypti, Perda memang menyatakan ada pemberian sanksi.

Adapun sanksi ini sifatnya bertahap dimulai dari teguran tertulis, teguran tertulis diikuti pemberitahuan kepada warga melalui penempelan stiker di pintu rumah dan denda paling banyak Rp50 juta atau pidana kurungan paling lama dua bulan.

"Dalam Perda tersebut memuat aturan dan kewajiban bagi seluruh masyarakat untuk berperan serta aktif mendukung maupun melakukan upaya bersama dalam rangka pencegahan DBD, termasuk kewajiban bagi perangkat daerah terkait," jelasnya.

 

2 dari 4 halaman

Perda Nomor 6 Tahun 2007

Satpol PP DKI Jakarta, imbuh Arifin, berkomitmen menyosialisasikan kembali Perda Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ini secara utuh kepada masyarakat.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menggencarkan PSN untuk mencegah merebaknya DBD yang telah mengakibatkan enam orang meninggal dunia sejak Januari hingga 16 April 2024.

Dinkes DKI Jakarta mencatat hingga 16 April 2024, jumlah kasus DBD sebanyak 3.875 dengan rincian Januari sebanyak 310 kasus, Februari 767 kasus, Maret 2.163 kasus dan April sebanyak 635 kasus.

3 dari 4 halaman

Kasus DBD Kabupaten Tangerang Tertinggi se-Indonesia, Kadinkes Ungkap Penyebabnya

Sebelumnya, Kabupaten Tangerang, Banten pada pekan ke 16 tahun 2024 menduduki posisi pertama daerah di Indonesia yang memiliki kasus demam berdarah dengue (DBD) tertinggi. Meski begitu, angka kematian di Kabupaten Tangerang tidak masuk dalam lima besar tertinggi di Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merilis data DBD per minggu ke 16 yang mencapai 76.132 kasus dengan 540 angka kematian.

Dari data itu, Kabupaten Tangerang menduduki posisi pertama dengan kasus tertinggi, dengan jumlah 2.540 orang terkena DBD sepanjang 2024.

Disusul Kota Bandung 1.741 kasus, Kota Bogor 1.547 kasus, Kabupaten Bandung barat 1.422 kasus, serta Kabupaten Lebak 1.326 kasus.

Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang membenarkan adanya lonjakan kasus pada awal Januari hingga sampai saat ini. Ada beberapa faktor penyebab kenaikan kasus mulai dari cuaca yang tak menentu hingga kurang cermatnya masyarakat dalam memperhatikan kebersihan penampungan air di rumah ataupun di sekolah.

“Pada periode awal tahun 2024 terjadi peningkatan kasus DBD di wilayah Kabupaten Tangerang yang salah satu faktor penyebabnya adalah perubahan iklim dan curah hujan yang cukup tinggi, ini mendukung proses perkembangbiakan Aedes aegypti sebagai faktor DBD,” ungkap Kadinkes Kabupaten Tangerang, Ahmad Muchlis.

Faktor lainnya, yakni kebiasaan masyarakat yang menampung air hujan namun tidak menutup rapat kembali tampungan tersebut. Sehingga, memungkinkan nyamuk berkembang biak di penampungan air tersebut.

“Kebiasaan perilaku masyarakat yang menampung air hujan yang tidak dilakukan pemantauan serta sulitnya menumbuhkan kepedulian dan kemauan masyarakat untuk rutin memantau jentik di lingkungan rumah masing masing, sehingga menjadi tempat dan berkembangbiaknya faktor DBD di masyarakat,” kata Achmad Muchlis.

4 dari 4 halaman

Lakukan Pencegahan

Supaya tidak sebaran kasus DBD di Kabupaten Tangerang meningkat, Pemda setempat pun melakukan berbagai kegiatan pencegahan di masyarakat seperti adanya kader Jumantik Sekolah (Katiko).

"Dengan harapan menumbuhkan kebiasaan pemantauan jentik di sekolah yang akan dilaksanakan juga oleh siswa untuk melakukan pemantauan jentik di rumah masing masing, dan Dinkes meminta melaporkan hasil pemantauan jentik oleh kader tersebut setiap minggu selanjutnya direkap oleh guru UKS sekolah," kata Achmad Muchlis.

Katiko tersebut, nantinya akan membina siswa untuk bisa menjadi dokter kecil untuk tingkat SD, Kader Kesehatan Sekolah untuk tingkat SMP/SMA/SMK, dan Kader Santri di Pesantren di seluruh wilayah kerja Puskesmas.

"Diharapkan seluruh sekolah atau pesantren mempunyai juru pemantau jentik yang dapat secara rutin setiap minggu melaksanakan pemantauan jentik nyamuk DBD dan PSN 3M Plus di sekolahnya," jelasnya.

 

Video Terkini