Sukses

Aliran Modal Asing Masuk ke Indonesia pada Pekan Pertama Juni 2024, Segini Nilainya

Berdasarkan data transaksi 3-6 Juni 2024, nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp 1,36 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat modal asing mengalir masuk pada pekan pertama Juni 2024. Namun, jika dihitung sejak awal 2024, tercatat masih lebih banyak modal asing yang masuk ke Indonesia.

Asisten Gubernur Bank Indonesia Erwin Haryono menuturkan, berdasarkan data transaksi 3-6 Juni 2024, nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp 1,36 triliun.

"Tercatat beli neto 2,42 triliun terdiri dari jual neto Rp 0,66 triliun di pasar SBN, jual neto Rp 1,45 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp 4,53 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI),” kata Erwin dikutip dari situs resmi Bank Indonesia, Minggu (9/6/2024).

Erwin menambahkan, selama 2024, berdasarkan berdasarkan data setelmen hingga 6 Juni 2024, nonresiden jual neto Rp 36,02 triliun di pasar SBN, jual neto Rp 8,01 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp 101,34 triliun di SRBI.

Dengan melihat realisasi angka ini, investor asing atau modal asing masih mempercayai pasar keuangan di Indonesia karena lebih banyak aliran modal asing masuk dibanding dengan keluar.

"Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Erwin.

Adapun Premi CDS  Indonesia 5 tahun per 6 Juni 2024 sebesar 70,50 bps, turun dibandingkan 31 Mei 2024 sebesar 71,18 bps. Untuk nilai tukar rupiah ditutup pada level (bid) Rp 16.255 per dolar AS dan Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun turun ke 6,89%.

2 dari 4 halaman

Ekonomi AS Cuma Tumbuh 1,6% di Kuartal I 2024, Ini Gara-garanya

Sebelumnya, ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh di bawah perkiraan pada kuartal I 2024 ini. Realisasi pertumbuhan ekonomi AS ini lebih kecil dibanding perkiraan pada awal tahun.

Melansir CNBC International, Jumat (26/4/2024) Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan AS mengungkapkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi negara itu tumbuh sebesar 1,6% di kuartal I 2024.

Angka tersebut lebih kecil dari proyeksi oleh ekonom yang disurvei Dow Jones dengan pertumbuhan sebesar 2,4%, menyusul kenaikan 3,4% pada kuartal IV 2023 dan 4,9% pada periode sebelumnya.

Belanja konsumen AS juga mencatat penurunan, tumbuh hanya 2,5% di kuartal pertama 2024, turun dari kenaikan 3,3% pada kuartal keempat dan di bawah perkiraan Wall Street sebesar 3%.

Namun, investasi tetap dan belanja pemerintah di tingkat negara bagian dan lokal membantu menjaga PDB AS tetap positif pada kuartal pertama, sementara penurunan investasi inventaris swasta dan peningkatan impor mengurangi kinerja.

Sementara inflasi, indeks harga konsumsi pribadi, yang merupakan variabel inflasi utama bagi Federal Reserve, tumbun sebesar 3,4% secara tahunan pada kuartal I, menandai kenaikan terbesar dalam satu tahun dan naik dari 1,8% pada kuartal keempat 2023.

Tidak termasuk pangan dan energi, PCE inti AS tumbuh 3,7%, keduanya jauh di atas target The Fed sebesar 2%. 

"Ini adalah laporan terburuk dari kedua dunia, pertumbuhan lebih lambat dari perkiraan, inflasi lebih tinggi dari perkiraan," kata David Donabedian, kepala investasi CIBC Private Wealth AS.

"Kami tidak jauh dari semua penurunan suku bunga tidak sesuai dengan ekspektasi investor. Hal ini memaksa (Ketua The Fed Jerome) Powell memberikan nada hawkish untuk pertemuan [(Komite Pasar Terbuka Federal) minggu depan," ungkapnya.

 

3 dari 4 halaman

Ekonomi AS Diramal Lanjutkan Pelemahan pada 2024

Data ekonomi AS dirilis ketika pasar sedang gelisah mengenai kebijakan moneter dan kapan Federal Reserve akan mulai memangkas suku bunga acuannya.

Suku bunga dana federal (federal fund rate), yang menetapkan tarif yang dibebankan bank satu sama lain untuk pinjaman semalam, berada dalam kisaran yang ditargetkan antara 5,25% hingga 5,5%, tertinggi dalam 23 tahun meskipun bank sentral AS belum menaikkan suku bunga sejak Juli 2023.

Investor kini harus menyesuaikan pandangan mereka mengenai kapan The Fed akan mulai melakukan pelonggaran kebijakan karena inflasi AS tetap tinggi. 

"Perekonomian kemungkinan akan semakin melambat pada kuartal-kuartal berikutnya karena konsumen kemungkinan besar sudah mendekati akhir pengeluaran belanja mereka" kata Jeffrey Roach, kepala ekonom di LPL Financial.

"Tingkat tabungan turun karena inflasi yang tinggi memberikan tekanan yang lebih besar pada konsumen. Kita memperkirakan inflasi akan mereda sepanjang tahun ini karena permintaan agregat melambat, meskipun jalan menuju target The Fed sebesar 2% masih terlihat masih jauh," paparnya.

 

4 dari 4 halaman

Ketua The Fed Jerome Powell: Inflasi AS Masih Minim untuk Pangkas Suku Bunga

Perekonomian meski kuat, Ketua Bank Sentral Amerika Serikat (AS) the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell menilai Amerika Serikat belum mencapai inflasi yang sesuai dengan target bank sentral.

Melansir CNBC International, Rabu (17/4/2024) meskipun inflasi terus menurun, Powell mengatakan inflasi belum bergerak cukup cepat, dan kebijakan yang ada saat ini seharusnya tetap utuh.

"Data yang lebih baru menunjukkan pertumbuhan yang solid dan kekuatan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja, namun juga kurangnya kemajuan lebih lanjut sepanjang tahun ini karena target inflasi 2%," kata Powell dalam forum kebijakan hubungan ekonomi AS-Kanada.

Senada dengan pernyataan pejabat bank sentral baru-baru ini, Powell mengindikasikan tingkat kebijakan saat ini kemungkinan besar akan tetap berlaku sampai inflasi mendekati target 2%.

Sejak Juli 2023, The Fed mempertahankan suku bunga acuannya pada kisaran target antara 5,25%-5,5%, tertinggi dalam 23 tahun. Hal ini merupakan hasil dari 11 kenaikan suku bunga berturut-turut yang dimulai sejak Maret 2022.

"Data terbaru jelas tidak memberi kami keyakinan yang lebih besar, dan malah menunjukkan bahwa kemungkinan akan memakan waktu lebih lama dari perkiraan untuk mencapai keyakinan tersebut," ujarnya.

"Meskipun demikian, kami pikir kebijakan berada pada posisi yang tepat untuk menangani risiko yang kita hadapi," sambung Powell.

Bos The Fed itu menambahkan bahwa sampai inflasi AS menunjukkan kemajuan lebih lanjut, maka ia dapat mempertahankan tingkat pembatasan selama diperlukan.

Komentar tersebut menyusul data inflasi AS hingga tiga bulan pertama tahun 2024 yang lebih tinggi dari perkiraan. Pembacaan indeks harga konsumen untuk bulan Maret, yang dirilis pekan lalu, menunjukkan inflasi berada pada tingkat tahunan 3,5%, jauh dari puncaknya sekitar 9% pada pertengahan tahun 2022 tetapi melonjak lebih tinggi sejak Oktober 2023.

 

 

Video Terkini