Sukses

Perang Dagang Global Memanas, Bagaimana Kondisi Jasa Keuangan Nasional? Ini Jawaban Bos OJK

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menanggapi mengenai kondisi jasa keuangan nasional di tengah perang dagang global yang memanas.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menilai sektor jasa keuangan nasional masih dalam kondisi stabil. Meski kondisi geopolitik global kian memanas.

Salah satu yang disorotinya adalah memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Keduanya merupakan negara adidaya dengan tingkat ekonomi yang tinggi.

"Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK pada 29 Mei 2024 menilai sektor jasa keuangan terjaga stabil yang didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas memadai di tengah ketidakpastian global akibat masih tingginya tensi geopolitik, potensi meluasnya perang dagang, serta kinerja perekonomian global yang masih di bawah ekspektasi," ujar Mahendra dalam Konferensi Pers, Senin (10/6/2024).

Dia mengungkapkan sejumlah faktor yang membuat semakin memanasnya perang dagang di dunia. Misalnya, peningkatan tarif atas barang-barang produksi China yang masuk ke wilayah Amerika Serikat maupun Amerika Latin.

"Tensi perang dagang kembali meningkat akibat kenaikan tarif Amerika Serikat dan beberapa negara Amerika latin terhadap produk-produk dari Tiongkok. Baik produk green tech, IT, maupun besi baja," tuturnya.

Dia turut merinci kondisi ekonomi di AS, Eropa, hingga China. Dia mencatat, tekanan inflasi di AS mereda ditengah moderasi pasar tenaga kerja dan kinerja sektor riil. Sehingga mendorong meredanya tekanan di pasar keuangan global. 

Sementara itu, otoritas moneter di Eropa diprediksi akan lebih akomodatif untuk mendorong perekonomian yang lemah. Kondisi ini terjadi di tengah tingkat inflasi yang terus mereda.

"Di Tiongkok, menyikapi indikasi masih meelmahnya kinerja perekonomian, bank sentral mengambil langkah akomodatif. Sejalan dengan pemerintahnya yang menerbitkan insentif fiskal yang agresif, yang dibiayai oleh special long term bond sebesar CNY 1 triliun atau sekitar USD 138 miliar," urai Mahendra.

 

2 dari 5 halaman

Stabil Sejak Bulan Lalu

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja sektor jasa keuangan di Indonesia terbilang stabil. Mengingat ada gejolak ekonomi yang terdampak dari memanasnya geopolitik global.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, kinerja tersebut masih terpantau stabil. Hal ini merupakan ringkasan dari Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) per April 2024. 

"RDK menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dengan kinerja intermediasi yang kontributif," ucap Mahendra dalam Konferensi Pers RDK Bulanan April 2024, Senin (13/5/2024).

Dia mengatakan, kondisi tersebut didukung oleh kondisi likuiditas yang memadai dan tingkat permodalan yang kuat. Meski, di tengah ketidakpastian global akibat ketegangan geopolitik.

"Serta trajectory penurunan inflasi yang berada di bawah ekspektasi pasar sehingga menimbulkan tekanan di pasar keuangan internasional," ujar dia.

3 dari 5 halaman

Pergerakan Ekonomi AS

Dia menuturkan, PDB Amerika Serikat tumbuh melambat 1,6 persen secara kuartalan dibandingkan sebelumnya yang tumbuh 3,4 persen. Ini jadi penurunan terendah dalam 2 tahun terakhir.

Sementara itu, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Inggris (BOE), dihadapkan pada dilema antara pertumbuhaan ekonomi yang rendah dan inflasi yang masih tinggi di kawasan eropa. 

"Namun, pasar mengekspektasikan baik ECB maupun BOA akan memilih menurunkan suku bunga untuk mendorong ekonomi masing-masing," kata dia.

Sementara itu, kinerja ekonomi Tiongkok dinilai berada di atas ekspektasi pasar. Meskipun hal tersebut masih dibayangi pelemahan permintaan domestik. Sehingga pemerintah Tiongkok cenderung masih menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif.

 

4 dari 5 halaman

Respons Laporan BPK, OJK Perbaiki Regulasi Industri Perbankan Syariah

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan menghargai hasil pemeriksaan BPK terhadap kepatuhan atas pengaturan dan pengawasan kegiatan perkreditan dan pembiayaan sektor perbankan dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB).

Hasil ini dimuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK II Tahun 2023 dan berkomitmen untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan hasil pemeriksaan tersebut.

Dikutip dari keterangan OJK, Kamis (6/6/2024), berkenaan dengan temuan BPK dengan rekomendasi untuk menyempurnakan Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia melalui penyusunan program kerja turunan dari roadmap, OJK telah melakukan beberapa hal, yakni OJK telah menerbitkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023 – 2027 pada 27 November 2023.

Dalam Roadmap tersebut dicantumkan visi OJK dalam pengembangan dan penguatan industri perbankan Syariah Indonesia, yaitu “Mengembangkan perbankan Syariah yang sehat, efisien, berintegritas, dan berdaya saing, serta berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional untuk mencapai kemaslahatan masyarakat.

Rencana ImplementasiSelanjutnya dalam roadmap tersebut telah dicantumkan program kerja dan rencana implementasi dari masing-masing pilar dan strategi dalam RP3SI.

Kedua, OJK telah menyusun POJK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum yang diterbitkan pada pada 14 September 2023. POJK ini mengatur aspek tata kelola umum yang berlaku bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.

 

5 dari 5 halaman

Apa Saja Tugas OJK?

Selanjutnya, untuk mengatur penyelenggaraan tata kelola dalam penerapan prinsip Syariah, OJK menerbitkan POJK Nomor 2 Tahun 2024 pada tanggal 15 Februari 2024 tentang Penerapan Tata Kelola Syariah bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Sementara itu, atas temuan BPK dengan rekomendasi untuk menyelaraskan ketentuan pengawasan atas penghimpunan dan penyaluran dana pada saat BPR/BPRS yang dinyatakan Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) dengan peraturan LPS, dapat dijelaskan bahwa OJK telah menerbitkan POJK No.28 Tahun 2023, yang dalam Pasal 21 di POJK dimaksud ditegaskan terkait larangan melakukan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana, merupakan salah satu tindakan pengawasan OJK yang dapat diperintahkan kepada Bank Dalam Penyehatan.

OJK dan LPS juga telah memperbaharui Nota Kesepahaman dalam MOU-9/D.01/2023 tanggal 14 September 2023, yang menyebutkan bahwa OJK senantiasa memberitahukan perubahan status pengawasan Bank dan tindakan pengawasan OJK terhadap Bank dalam Penyehatan kepada LPS. OJK senantiasa berkoordinasi dengan LPS secara berkelanjutan berdasarkan Nota Kesepahaman dimaksud.

Sementara mengenai hasil pemeriksaan BPK terhadap kinerja pengawasan terhadap Perusahaan Pembiayaan yang dilakukan pencabutan izin usaha (CIU), dapat diinformasikan OJK sedang dalam proses melakukan penyempurnaan regulasi, antara lain terkait dengan kewajiban penyediaan neraca penutupan bagi Perusahaan Pembiayaan yang dilakukan CIU dalam bentuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) sebagai peraturan turunan sesuai amanat UU P2SK.

Selain itu, OJK telah melakukan penyempurnaan SOP mengenai proses CIU Perusahaan Pembiayaan, antara lain dengan meminta tersedianya neraca penutupan terhadap Perusahaan Pembiayaan tersebut.

OJK berkomitmen melakukan perbaikan secara berkelanjutan dalam pelaksanaan tugasnya, untuk semakin memperkuat sektor jasa keuangan dan pelindungan konsumen secara berkesinambungan.