Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki menekankan pentingnya membangun industri UMKM berbasis keunggulan domestik, serta mengolah sumber daya alam hasil perkebunan dan pertanian sebagai fondasi industri nasional ke depan.
"Kita harus membangun pabrik-pabrik skala kecil dan menengah berbasis bahan baku dan keunggulan domestik yang dimiliki," kata MenKopUKM, Teten Masduki, saat Orasi Ilmiah pada Sidang Terbuka Senat Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI) dalam agenda Milad ke-21 di Kota Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (13/6/2024).
Baca Juga
Tujuannya adalah untuk menciptakan lapangan kerja berkualitas. Karena menurut Menteri Teten, saat ini tidak lagi mungkin untuk mengundang manufaktur dari luar yang padat karya, di mana keunggulan komparatif antar negara sudah relatif hampir sama.
Advertisement
Â
"Ini juga sudah menjadi sunset industry," imbuh MenKopUKM.
Â
Contoh konkret, kata Menteri Teten, Indonesia sebagai penghasil sawit terbesar di dunia tapi ekspornya masih sebatas CPO dan minyak goreng. Sementara, perusahaan besar seperti Unilever bisa memanfaatkan sawit ini menjadi bahan baku bagi puluhan produknya.
Adapun Menteri Teten merujuk program industri parfum di Prancis, dimana 95 persen bahan bakunya berasal dari Indonesia.
Begitu juga dengan industri kecantikan Korsel.
"Yang paling banyak dicari anak-anak muda seluruh dunia adalah skincare. Salah satu produsen terbesar skincare dunia adalah Korsel," ujar MenKopUKM.
Â
Korea Selatan
Kata Menkop Teten, di Korea Selatan pabrik cenderung kecil dan semua bahan bakunya (36 jenis) ada di Indonesia. Misalnya, ekstrak lidah buaya, ekstrak buah alpukat, dan ekstrak-ekstrak herbal lainnya.
"Kita kaya. Tapi, kenapa tidak kita olah sendiri sumber daya alam kita ini, minimal menjadi bahan setengah jadi sehingga bisa mensuplai industri nasional dan global," ujar Menteri Teten.
Oleh karena itu, KemenKopUKM mempunyai program strategis membangun banyak Factory Sharing dengan biaya Rp 10 miliar hingga Rp 20 miliar untuk mengolah aneka sumber daya yang dimiliki Indonesia.
"Kita di ASEAN sangat kuat di sektor agriculture dan aquaculture. Kita kaya udang, ikan, dan lobster. Fokus saja ke situ," kata MenKopUKM.
Â
Advertisement
Norwegia
Dicontohkan lagi, pendapatan utama Norwegia kini bukan lagi dari sektor migas, melainkan dari budidaya ikan salmon. Mereka melakukan riset ikan salmon dengan sangat serius. Mereka studi pakan, hingga jaring terapung yang cocok dengan wilayah laut Norwegia. Dan itu sudah ditiru Vietnam untuk mengembangkan ikan baramundi (kakap putih).
"Sukabumi kaya akan ikan kakap putih. Kenapa Vietnam kembangkan itu, karena baramundi bakal menjadi pengganti salmon di tengah iklim global warming," pungkas Menteri Teten.