Liputan6.com, Jakarta Konsep keunggulan kompetitif (competitive advantage) ditempuh oleh sejumlah negara di dunia untuk menciptakan ketahanan pangan. Apalagi di tengah ketegangan geopolitik dan krisis iklim saat ini.
Berupaya menjaga stabilitas pangan dan melakukan keunggulan kompetitif rantai pasok beras, Perum Bulog segera akan melaksanakan langkah strategis melalui kerjasama ekonomi dan investasi pangan dengan negara Kamboja.
Baca Juga
Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan, penugasan pemerintah untuk melakukan investasi pangan ke Kamboja bukan hanya tentang memperluas jangkauan geografis, tetapi juga tentang mewujudkan keunggulan kompetitif rantai pasok beras sehingga ketahanan pangan di Indonesia dapat terwujud.
Advertisement
"Hal ini sesuai dengan salah satu visi transformasi kami, untuk menjadi pemimpin rantai pasok pangan terpercaya”. jelas dia dalam keterangan tertulis, Jumat (14/6/2024).
Berdasarkan KSA BPS, diperkirakan pada Juni 2024, produksi beras mulai menurun menjadi 2,12 juta ton. Salah satu faktor yang paling mempengaruhi penurunan produksi beras adalah krisis iklim.
Dalam kesempatan terpisah, Amanda Katili Niode, Direktur The Climate Reality Project Indonesia sekaligus Ketua Omar Niode Foundation, menjelaskan bahwa saat ini Indonesia berada di tengah-tengah polikrisis, dengan satu krisis saling mempengaruhi krisis lainnya, seperti krisis ekonomi, krisis iklim, krisis kesehatan, krisis pangan, dan lain-lain.
"Hal ini membuat kita tidak bisa melihat setiap masalah sebagai masalah yang berdiri sendiri, melainkan semua saling terkait dan dampaknya terhadap manusia sangat besar. Namun, yang paling menjadi sorotan dunia saat ini adalah perubahan iklim," ujar dia.
Kamboja Negara yang Tepat
Negara Kamboja, sebagai produsen beras yang semakin diperhitungkan di Asia Tenggara pada tahun 2023 (menurut peringkat SeaSia.co), memiliki tanah yang subur untuk menanam beras karena secara gografis terletak di pinggiran Sungai Mekong dan anak-anak sungainya menyediakan sumber air yang melimpah untuk irigasi.
Hal ini tentunya sesuai untuk tanaman padi yang membutuhkan banyak air untuk tumbuh. Karakteristik kesuburan tanahnya juga menyerupai tanah di pulau Jawa.
Pakar Pangan Indonesia Tito Pranolo menambahkan, beberapa negara memang sudah mulai menaruh minat untuk melakukan investasi pangan di Kamboja. Contohnya negara Qatar yang sempat mengalami masalah ketahanan pangan, menunjukkan minat untuk melakukan investasi agro di Kamboja.
"Lahan yang murah serta daerah pertanian yang subur, membuat Kamboja memiliki potensi besar pada industri pertanian,” ungkap dia.
Investasi pangan ke Kamboja merupakan salah satu langkah strategis pemerintah Indonesia, untuk menjawab tantangan ketahanan pangan.
“Kami siap melaksanakan penugasan tersebut, termasuk melakukan komunikasi dengan beberapa pelaku usaha beras di sana. Kerjasama perdagangan beras yang baik dan telah terjalin dengan Kamboja selama ini, diharapkan dapat meningkat sejalan dengan rencana kerjasama ekonomi dan investasi pangan Perum Bulog di sana,” tutup Bayu.
Advertisement
Jokowi Perintahkan Bulog Akuisisi Beras di Kamboja
Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal tugasnya kepada Perum Bulog untuk melakukan program akuisisi beras Kamboja.
Menurut Jokowi, itu merupakan program bisnis yang biasa dilakukan perusahaan BUMN. Khususnya Bulog, yang punya kepentingan untuk mengamankan stok cadangan beraspemerintah (CBP).
"Itu proses bisnis yang akan dilakukan Bulog sehingga memberikan kepastian stok cadangan beras negara kita dalam kondisi aman. Daripada beli lebih bagus investasi," ujar Jokowi di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Selain Bulog, Jokowi dan pemerintah juga mendorong ekspansi PT Pertamina (Persero) ke Brazil. Dengan tujuan untuk mendapat tebu sebagai bahan bioetanol pengganti bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan.
Demi Keuntungan
Jokowi pun mewajari langkah bisnis yang dilakukan perusahaan pelat merah di pasar internasional. Ia juga meyakini seluruh upaya itu pastinya sudah melalui perhitungan matang.
"Jadi ekspansi ke luar itu adalah hal yang biasa untuk keuntungan perusahaan, dan juga untuk melihat masa depan ekonomi dan bisnis ada di mana. Saya kira proses yang dilakukan Pertamina menuju ke sana," ungkapnya.
"Proses bisnis biasa, mustinya sudah dihitung, dikalkulasi ke depannya akan seperti apa dan kemanfaatan untuk negara, semuanya saya yakin sudah dikalkulasi," pungkas Jokowi.
Advertisement