Sukses

Menanti Data Neraca Perdagangan, Rupiah Melesat Usai Libur Idul Adha

Rupiah dibuka menguat 25 poin atau 0,16 persen menjadi 16.387 per dolar AS pada perdagangan Rabu, 19 Juni 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan Rabu pagi (19/6/2024). Penguatan rupiah di tengah pasar menanti rilis neraca perdagangan domestik.

Mengutip Antara, rupiah dibuka menguat 25 poin atau 0,16 persen menjadi 16.387 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya pada Jumat, 14 Juni 2024 di kisaran 16.412 per dolar AS. Adapun sentimen rupiah usai libur Idul Adha yakni rilis neraca perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) bakal merilis neraca perdagangan Mei 2024.

"Kami memperkirakan surplus perdagangan akan menyempit menjadi 2,13 miliar dolar AS dari 3,56 miliar dolar AS pada April 2024 karena normalisasi kegiatan ekonomi setelah libur," ujar Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada ANTARA di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024.  

Josua prediksi nilai tukar rupiah berada di rentang 16.300 per dolar AS hingga 16.450 per dolar AS pada perdagangan Rabu pekan ini. 

Di sisi lain, imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) melonjak 13-21 basis poin (bps), terutama karena meningkatnya kekhawatiran mengenai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintahan baru di kalangan investor.  

Pekan lalu, rata-rata harian volume perdagangan obligasi pemerintah tercatat sebesar Rp19,32 triliun, lebih tinggi dibandingkan pekan sebelumnya yang mencatat rata-rata sebesar Rp11,55 triliun. Hari ini, pemerintah akan mengadakan lelang obligasi seri SBSN dengan target indikatif sebesar Rp10 triliun. Seri yang dilelang pada lelang tersebut adalah SPNS6mo, SPNS9mo, PBS032, PBS030, PBS004, PBS039, dan PBS038.  

Sementara itu, dolar AS terdepresiasi setelah Penjualan Ritel AS Mei 2024 tercatat lebih rendah dari prediksi. Penjualan Ritel AS pada Mei 2024 naik 0,1 persen month on month (mom), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar -0,2 persenmom, tetapi masih di bawah perkiraan 0,3 persen mom.  

Data tersebut mengindikasikan permintaan konsumen yang cenderung rendah, sehingga mengurangi tekanan inflasi dari sisi permintaan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Rupiah Tertekan Jelang Libur Panjang Idul Adha

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan jelang libur panjang Hari Raya Idul Adha. Rupiah dibuka melemah seiring pasar menunggu rilis sentimen konsumen Amerika Serikat (AS) Juni 2024.

Pada Jumat (14/6/2024) pagi, nilai tukar rupiah turun 30 poin atau 0,18 persen menjadi 16.300 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.270 per dolar AS.

"Pada hari ini, pelaku pasar menantikan rilis data consumer sentiment AS bulan Juni yang diperkirakan meningkat meskipun ekspektasi inflasi dalam 1 tahun diperkirakan akan melandai," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dikutip dari Antara. 

Selain itu, Josua menuturkan perkembangan sentimen di Zona Euro juga diperkirakan akan mempengaruhi pergerakan pasar pada hari ini.

Pada Kamis 13 Juni 2024, volume perdagangan obligasi Pemerintah Indonesia tercatat sebesar Rp15,50 triliun, lebih rendah dibandingkan volume perdagangan pada Rabu (12/6) sebesar Rp16,33 triliun.

Kepemilikan asing pada obligasi Pemerintah Indonesia turun sebesar Rp800 miliar menjadi Rp805 triliun atau 14 persen dari total beredar pada 12 Juni 2024.

Josua memperkirakan rupiah akan berada di rentang 16.225 per dolar AS sampai dengan 16.325 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

3 dari 5 halaman

Semua Negara Tertekan

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara soal menguatnya nilai tukar Dolar Amerika dan menekan mata uang Rupiah. Jokowi mengatakan tekanan ini tak dialami oleh Indonesia saja, namun juga semua negara.

"Semua negara sekarang ini mengalami hal yang sama, mengalami hal yang sama tertekan oleh yang namanya Dolar kursnya," jelas Jokowi di Hotel Fairmont Jakarta, Senin (10/6/2024).

Dia mengatakan ketidakpastiaan global saat ini menghantui semua negara. Namun, Jokowi menilai, nilai tukar Rupiah saat ini masih dalam posisi yang baik.

"Ya ketidakpastian global sekarang ini memang menghantui semua negara tapi menurut saya kalau masih di angka Rp16.200-Rp16.300 masih posisi yang baik," kata Jokowi.

 

4 dari 5 halaman

Bagaimana Prediksi Juni 2024?

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi memprediksi Rupiah akan menyentuh level 16.350 per USD di bulan Juni 2024.

Ibrahim menjelaskan, faktor-faktor yang mempengaruhi kurs Rupiah secara eksternal adalah ketegangan di Timur Tengah terutama setelah Israel melakukan penyerangan terhadap Rafah. 

Serangan tersebut dikhawatirkan menimbulkan ketegangan baru di wilayah tersebut, di mana Mesir, Lebanon, Yaman, Suriah hingga Iran yang memberi kecaman terhadap Israel.

"Di sisi lain pun juga pengadilan internasional sudah memberikan ultimatum terhadap Israel agar tidak melakukan penyerangan, bahkan  Jerman mengatakan siap untuk menangkap Perdana Menteri Israel apabila pengadilan internasional memberikan wewenang terhadap negara tersebut," Ibrahim menjelaskan, dalam keterangan di Jakarta, dikutip Jumat (31/5/2024).Adapun bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve yang sejauh ini diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga tinggi, atau bahkan akan menaikkannya.

Di minggu ini, yang menjadi alasan The Fed menahan suku bunga tinggi adalah inflasi inti AS yang masih stagnan atau belum menurun.

"Di sisi lain, pada minggu ini PDB revisi juga akan dirilis. Kita mengetahui bahwa PDB Amerika Serikat tidak sesuai dengan ekspektasi pasar membuat dollar dan yield obligasi Amerika terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan, sehingga dolar terus mengalami penguatan," papar Ibrahim. 

 

 

5 dari 5 halaman

Cara Jaga Rupiah?

Lantas, apa saja yang bisa dilakukan Pemerintah agar ekonomi masih terjaga dan Rupiah stabil?

Ibrahim mengatakan, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk kembali mengeluarkan stimulus, salah satunya pada pangan.

"Karena itulah salah satu-satunya agar konsumsi masyarakat kembali," ucapnya.

"Di sisi lain pun juga bahwa dampak dari kenaikan harga minyak, juga kemungkinan akan berdampak terhadap penurunan subsidi bahan bakar minyak, terutama yang terkait dengan diesel," tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.