Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo buka suara terkait pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Melansir data Bloomberg, nilai tukar Rupiah melemah 0,34 persen ke level Rp 16.420 per dolar AS.
Perry menyebut, pelemahan nilai tukar Rupiah dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global. Terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan Federal Funds Rate (FFR) atau suku bunga antarbank oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed.
Baca Juga
Kondisi ini berdampak pada tingginya ketidakpastian pasar global akibat menanti kebijakan suku bunga oleh The Fed. Hal ini membuat nilai tukar mata uang dolar AS semakin menguat dibandingkan mata uang negara maju maupun berkembang, termasuk Indonesia.
Advertisement
"Berbagai perkembangan tersebut, dan dengan tingginya yield US treasury, menyebabkan menguatnya nilai tukar dolar AS sehingga meningkatkan tekanan pelemahan nilai tukar berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang," ujar Perry dalam konferensi pers di Kantor Bank Indonesia Thamrin, Jakarta, Kamis (20/6).
Dari faktor domestik, tekanan pada Rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen. Kemudian, persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
Dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah melemah 5,92 persen dari level akhir Desember 2023. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan Won Korea, Baht Thailand, Peso Meksiko, Real Brazil, dan Yen Jepang masing-masing sebesar 6,78 persen, 6,92 persen, 7,89 persen, 10,63 persen, dan 10,78 persen.
"Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia," ucap Perry
Ke depan, BI memperkirakan nilai tukar Rupiah akan bergerak stabil sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar mata uang Garuda. Hal ini didukung oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.
Menunggu Pengumuman Suku Bunga BI, Rupiah Anjlok
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada pembukaan perdagangan Kamis ini. Pelemahan rupiah ini terjadi di tengah penantian investor dan pelaku pasar akan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Pada Kamis (20/6/2024), nilai tukar rupiah turun 18 poin atau 0,11 persen menjadi 16.383 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar 16.365 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menjelaskan, pada perdagangan Kamis ini rupiah dibuka merosot menjelang keputusan rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
"Hari ini pasar menantikan hasil rapat RDG BI. Kali ini sebagian pelaku pasar ada yang memprediksi BI akan mengambil kebijakan kenaikan suku bunga untuk meredam pelemahan rupiah," kata dia dikutip dari Antara.
Kebijakan kenaikan suku bunga tersebut memang sedikit banyak bisa meredam pelemahan tapi di tengah sentimen terhadap dolar AS yang masih kuat, penguatan rupiah mungkin tidak besar dan masih berpeluang melemah.
Di sisi lain, potensi pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih terbuka hari ini karena pelaku pasar kelihatannya masih terpengaruh dengan sikap bank sentral AS atau The Fed yang tidak terburu-buru memangkas suku bunga.
Advertisement
Potensi Pelemahan Rupiah
Ariston menuturkan potensi pelemahan ke arah 16.450 per dolar AS dengan potensi support di kisaran 16.350 per dolar AS untuk hari ini.
Tekanan RupiahSedangkan sebelumnya ekonom sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah disebabkan perang dagang antara Uni Eropa, AS dengan Tiongkok yang semakin panas. Uni Eropa menerapkan tarif tinggi untuk komponen mobil listrik.
Ibrahim menuturkan, hal ini membuat Tiongkok sedikit kewalahan karena saat ini Tiongkok adalah salah satu negara yang gencar melakukan produksi mobil listrik. Sehingga ada kemungkinan besar akan melakukan perlawanan dengan memberikan pajak bea impor besar untuk barang dari Eropa.
"Ini yang membuat ketegangan sehingga dolar AS menguat dan berdampak pada melemahnya Rupiah,” kata Ibrahim kepada Liputan6.com, Rabu (19/6/2024).