Liputan6.com, Jakarta Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) mengaku khawatir akan ada kenaikan harga kedelai imbas melemahnya rupiah yang kini dikisaran Rp16.471 per USD.
"Iya kita deg-degan terus ini," kata Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia, Aip Syaifuddin kepada Liputan6.com, Jumat (21/6/2024).
Namun, kata Aip, saat ini produsen masih membeli kedelai impor dari Amerika Serikat dengan harga lama, namun kini dollarnya yang menguat sehingga nilai rupiah menjadi anjlok.
Advertisement
"Masih belum, karena kalau kedelai kemarin kan harganya masih murah, baru kemudian 1,5-2 bulan paling lama baru akan naik, karena importinya kemarin masih beli harga kedelai yang lama, dan sudah dalam perjalanan sekarang itu menuju Indonesia," ujarnya.
Pihaknya pun mengusulkan kepada Pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri, agar produsen Tempe Tahu tidak mengandalkan impor kedelai dari Amerika Serikat.
Opsi lainnya, ia mengusulkan Pemerintah menaikkan harga Tempe dan Tahu jika harga kedelai impor naik. Namun, upaya ini dinilai merugikan masyarakat, sehingga mereka enggan mengkonsumsi tempe tahu.
"Kami mengusulkan kepada pemerintah untuk meningkatkan penghasilan, paling tidak menaikan harga. Kalau menaikan harga sesuai proporsional dengan kenaikan dolar, itu yang kasihan rakyat kita," jelasnya.
"Jadi harga tempe yang, misalnya tempe satu potong itu kira-kira Rp4 ribu atau Rp8 ribu rupiah, gitu. Bisa naik jadi Rp10 ribu atau Rp12 ribu kan kasihan. Paling tidak naiknya kita jadi Rp9 ribu," tambahnya.
Rupiah Anjlok, Pedagang Khawatir Kenaikan Harga Tepung Terigu hingga Gula
Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turut disesalkan oleh sejumlah pedagang pasar. Sebab, itu turut berdampak terhadap ongkos pengeluaran dan harga sejumlah komoditas pangan yang didatangkan dari impor.
Dewan Pembina Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengatakan, anjloknya rupiah berpengaruh terhadap harga pasar untuk beberapa bahan makanan, yakni tepung terigu hingga gula putih kristal.
"Yang jelas barang dari impor, misal produk mesin dengan bahan baku, antara lain terigu, gula putih, dan juga bawang putih," ujar Ngadiran kepada Liputan6.com, Jumat (21/6/2024).
Menurut dia, kenaikan harga barang-barang bahan makanan tersebut di pasaran memang belum terlalu tinggi. Sebab, pedagang pasar masih meredam harganya lantaran takut ditinggal konsumen yang banyak berpindah ke toko online.
"Saat ini (kenaikan harganya) belum besar karena pasaran sepi dan tidak bisa dijual ikuti harga dolar. Makin tertekan saat ini.Digerogoti online di satu sisi juga," keluh Ngadiran.
Akibatnya, pedagang saat ini tidak terlalu banyak mengambil nilai keuntungan yang didapat dari penjualan barang-barang impor.
Ngadiran tidak bisa terlalu meratapi urusan pelemahan rupiah yang memang jadi imbas penguatan ekonomi Amerika Serikat saat ini. Namun, ia berharap pihak konsumen bisa beralih kepada barang-barang non impor yang secara harga menurut dia lebih masuk akal.
"Oleh karena itu, pejabat dan bangsa Indonesia sudah saatnya perkuat dan perbanyak produk-produk dalam negeri yang terkait pertanian dan produk-produk lain, agar tidak tergantung dengan produk dari impor," pintanya.
Advertisement
BI Tahan Suku Bunga, Rupiah Bisa Tembus 16.500 per Dolar AS Hari Ini 21 Juni 2024
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan. Dalam beberapa bulan terakhir nilai tukar rupiah telah tembus level psikologis di 16.000 per dolar AS. bahkan Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjandra mengatakan bahwa mata uang garuda berpotensi terus melemah menuju 16.500 per dolar AS pada hari ini.
"Potensi pelemahan ke arah 16.500 per dolar AS dengan support di sekitar 16.380 per dolar AS," ujar Ariston di Jakarta, Jumat (21/6/2024). Tren pelemahan rupiah ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, tren penguatan indeks dolar AS masih akan berlanjut di kisaran 105,60 pada hari ini.
"Potensi pelemahan rupiah masih terbuka terhadap dolar AS hari ini melihat indeks dolar AS yang masih bergerak naik pagi ini," ungkapnya.
Kedua, kebijakan bank sentral AS The Fed yang masih enggan menurunkan suku bunga acuan juga akan mendorong pergerakan mata uang dollar AS ke level yang lebih tinggi. Alhasil, sejumlah mata uang dunia termasuk Rupiah berpotensi mengalami pelemahan lebih dalam.
"Sentimen pelemahan rupiah masih sama, soal The Fed yang kelihatan enggan terburu-buru menaikan suku bunga acuannya," bebernya.
Dari sisi internal, Ariston menyoroti langkah intervensi Bank Indonesia (BI) yang tidak melakukan perubahan kebijakan suku bunga. Meski demikian, optimalisasi instrumen seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI dapat menarik dolar AS masuk ke Indonesia untuk mengurangi pelemahan Rupiah.
"Kemarin BI juga tidak melakukan perubahan kebijakan suku bunga. Tapi BI bisa memakai instrumen lain untuk menarik dolar masuk ke Indonesia seperti SRBI," ujarnya.
Makin Amblas, Berapa Kurs Rupiah Hari Ini?
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat dibuka melemah. Pelemahan rupiah setelah pernyataan hawkish pejabat The Fed di Amerika Serikat (AS).
Pada awal perdagangan Jumat pagi, rupiah merosot 41 poin atau 0,25 persen menjadi 16.471 per USD dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar 16.430 per USD.
"Rupiah diperkirakan kembali melemah terhadap dolar AS yang rebound setelah pernyataan 'hawkish' dari pejabat The Fed Minneapolis Kashkari," kata analis mata uang Lukman Leong dikutip dari Antara, Jumat (21/6/2024).
Pejabat The Fed Minneapolis Kashkari mengatakan AS butuh waktu lama atau 2 tahun untuk inflasi kembali ke target 2 persen. Pernyataan tersebut memperkecil potensi penurunan suku bunga AS pada 2024.
Menurut Lukman, bila pelemahan rupiah terus berlangsung maka akan berat, walaupun pertumbuhan ekonomi domestik masih berkisar 5 persen, namun secara umum permintaan lemah, seperti penjualan ritel, dan mobil yang masih turun.
Ia memperkirakan rupiah akan bergerak di rentang Rp16.400 per dolar AS sampai dengan Rp16.550 per dolar AS.
Advertisement