Liputan6.com, Jakarta - Harga BBM milik PT Pertamina (Persero) disinyalir akan kembali mengalami kenaikan mulai Juli 2024, menyusul nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian melemah.Â
Padahal, Pertamina telah menahan harga BBM non subsidi miliknya naik sejak awal-awal tahun hingga Juni 2024, meskipun kurs rupiah dan harga minyak dunia fluktuatif.
Baca Juga
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai, kenaikan harga BBM non subsidi semisal Pertamax cs dalam waktu dekat memang tak terelakkan.Â
Advertisement
Selain karena rupiah yang membuat ongkos impor BBM membengkak, harga minyak dunia yang terus bergerak naik jadi alasan kuat lain.
"Sangat mungkin harga BBM yqng non subsidi naik, apalagi harga minyak sekarang cenderung bergerak ke atas USD 80 per barel," kata Faisal kepada Liputan6.com, Jumat (21/6/2024).
Kendati begitu, ia tak bisa memperkirakan bagaimana gejolak harga BBM ke depan hingga akhir tahun. Lantaran beberapa faktor bisa mempengaruhi baik dari sisi positif ataupun negatif, semisal respon kebijakan fiskal pemerintah terhadap situasi saat ini.Â
Terkait ketidakpastian ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat berjanji akan menghitung dan mempertimbangkan kemampuan fiskal negara terkait potensi kenaikan harga BBM setelah ditahan sejak awal tahun.
"Semuanya dilihat fiskal negara. Mampu atau tidak mampu, kuat atau tidak kuat," kata Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, dikutip dari Antara.Â
RI 1 menyatakan, kemampuan APBN untuk melakukan subsidi BBM akan dihitung dengan pertimbangan harga minyak dunia, terutama di tengah kondisi geopolitik. Menurut dia, semua aspek tersebut akan dikalkulasi dan dihitung lewat pertimbangan yang matang.
"Harga minyaknya sampai seberapa tinggi. Semuanya akan dikalkulasi, semua akan dihitung, semua akan dilakukan lewat pertimbangan-pertimbangan yang matang karena itu menyangkut hajat hidup orang banyak," kata Jokowi.
Sang Kepala Negara menilai, keputusan pemerintah terhadap harga BBM menyangkut hajat hidup orang banyak. "Bisa mempengaruhi harga, bisa mempengaruhi semuanya kalau urusan minyak," pungkas Jokowi.
Â
BI Tahan Suku Bunga, Rupiah Bisa Tembus 16.500 per Dolar AS Hari Ini 21 Juni 2024
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan. Dalam beberapa bulan terakhir nilai tukar rupiah telah tembus level psikologis di 16.000 per dolar AS. bahkan Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjandra mengatakan bahwa mata uang garuda berpotensi terus melemah menuju 16.500 per dolar AS pada hari ini.
"Potensi pelemahan ke arah 16.500 per dolar AS dengan support di sekitar 16.380 per dolar AS," ujar Ariston di Jakarta, Jumat (21/6/2024). Tren pelemahan rupiah ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, tren penguatan indeks dolar AS masih akan berlanjut di kisaran 105,60 pada hari ini.
"Potensi pelemahan rupiah masih terbuka terhadap dolar AS hari ini melihat indeks dolar AS yang masih bergerak naik pagi ini," ungkapnya.
Kedua, kebijakan bank sentral AS The Fed yang masih enggan menurunkan suku bunga acuan juga akan mendorong pergerakan mata uang dollar AS ke level yang lebih tinggi. Alhasil, sejumlah mata uang dunia termasuk Rupiah berpotensi mengalami pelemahan lebih dalam.
"Sentimen pelemahan rupiah masih sama, soal The Fed yang kelihatan enggan terburu-buru menaikan suku bunga acuannya," bebernya.
Dari sisi internal, Ariston menyoroti langkah intervensi Bank Indonesia (BI) yang tidak melakukan perubahan kebijakan suku bunga. Meski demikian, optimalisasi instrumen seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI dapat menarik dolar AS masuk ke Indonesia untuk mengurangi pelemahan Rupiah.
"Kemarin BI juga tidak melakukan perubahan kebijakan suku bunga. Tapi BI bisa memakai instrumen lain untuk menarik dolar masuk ke Indonesia seperti SRBI," ujarnya.
Advertisement
Makin Amblas, Berapa Kurs Rupiah Hari Ini?
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat dibuka melemah. Pelemahan rupiah setelah pernyataan hawkish pejabat The Fed di Amerika Serikat (AS).
Pada awal perdagangan Jumat pagi, rupiah merosot 41 poin atau 0,25 persen menjadi 16.471 per USD dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar 16.430 per USD.Â
"Rupiah diperkirakan kembali melemah terhadap dolar AS yang rebound setelah pernyataan 'hawkish' dari pejabat The Fed Minneapolis Kashkari," kata analis mata uang Lukman Leong dikutip dari Antara, Jumat (21/6/2024).
Pejabat The Fed Minneapolis Kashkari mengatakan AS butuh waktu lama atau 2 tahun untuk inflasi kembali ke target 2 persen. Pernyataan tersebut memperkecil potensi penurunan suku bunga AS pada 2024.
Menurut Lukman, bila pelemahan rupiah terus berlangsung maka akan berat, walaupun pertumbuhan ekonomi domestik masih berkisar 5 persen, namun secara umum permintaan lemah, seperti penjualan ritel, dan mobil yang masih turun.
Ia memperkirakan rupiah akan bergerak di rentang Rp16.400 per dolar AS sampai dengan Rp16.550 per dolar AS.
Â
Stabilitas Nilai Tukar Rupiah
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga sesuai dengan komitmen kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia.
Stabilitas nilai tukar rupiah ke depan akan didukung oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.
"Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan akan bergerak stabil sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah," kata Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Juni 2024 di Jakarta, Kamis (20/6).
BI terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter termasuk peningkatan intervensi di pasar valas serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah BI (SRBI), Sekuritas Valas BI (SVBI), dan Sukuk Valas BI (SUVBI).
Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan pemerintah, perbankan dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023.Â
Advertisement