Sukses

BTN Dikabarkan Batal Akuisisi Bank Muamalat, Ini Kata DPR

Kabar mengenai batalnya akuisisi Bank Muamalat Indonesia oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) karena tidak tercapainya kesepakatan dalam proses uji tuntas atau due diligenceturut menarik perhatian kalangan legislatif

Liputan6.com, Jakarta Kabar mengenai batalnya akuisisi Bank Muamalat Indonesia oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) karena tidak tercapainya kesepakatan dalam proses uji tuntas atau due diligenceturut menarik perhatian kalangan legislatif. Langkah BTN dinilai merupakan sebuah bentuk kehati-hatian bank milik negara yang perlu diapresiasi.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Demokrat, Herman Khairon mendukung sikap kehati-hatian yang dilakukan Manajemen PT Bank BTN dalam proses akuisisi atau merger BTN Syariah dengan Bank Muamalat. Bagaimana pun, kata Herman, proses akuisisi melibatkan banyak variabel dan risiko, termasuk faktor internal kedua perusahaan.

"Tentu keputusan yang diambil nantinya didasarkan pada kajian dan analisis dengan mengedepankan asas kehati-hatian. Termasuk proses due dilligence yang telah dilakukan," ungkap Herman.

Menurut Herman, Bank BTN tentu harus memastikan bahwa setiap aksi korporasi, termasuk akuisisi, telah sesuai dengan strategi bisnis dan nilai-nilai perusahaan. Termasuk, ujarnya, kesesuaian budaya dan visi antara dua entitas juga harus dipertimbangkan.

Dikabarkan, akuisisi Bank Muamalat oleh BTN tidak berbuah hasil karena adanya ketidaksamaan visi dan ditentang oleh sejumlah pihak termasuk ormas pendiri Muamalat.

Kendati demikian, hingga kini baik manajemen BTN maupun Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir belum memberikan penjelasan mengenai hal ini. Menteri Erick sebelumnya hanya mengatakan bahwa pemerintah menginginkan agar pasar ekonomi syariah di Indonesia bisa berkembang secara seimbang.

2 dari 4 halaman

Kabar Teranyar Merger Bank Muamalat dan BTN Syariah

Rencana menggabungkan unit usaha syariah pelat merah dengan bank syariah swasta masih terus bergulir. Namun hingga saat ini rencana merger BTN Syariah dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) masih belum rampung. Padahal sebelumnya ditargetkan selesai pada April 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae, mengatakan hingga saat ini belum terdapat permohonan yang disampaikan kepada OJK terkait rencana aksi korporasi dimaksud.

"Pengajuan permohonan merger merupakan kewenangan manajemen bank, dan OJK akan mengevaluasi serta memproses sesuai ketentuan yang berlaku apabila bank telah mengajukan permohonan tersebut kepada OJK," kata Dian dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/6/2024).Kendati begitu, OJK akan terus memberikan dukungan terhadap inisiatif konsolidasi dari perbankan sebagai bagian dari upaya mewujudkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia 2023-2027 yang membawa misi

“Mengembangkan perbankan syariah yang sehat, efisien, berintegritas, dan berdaya saing, serta berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional untuk mencapai kemaslahatan masyarakat”.

Persiapan OJKOJK juga terus melakukan komunikasi terkait berbagai persiapan yang dilakukan oleh industri perbankan untuk merespon ketentuan mengenai spin-off, mulai dari penyiapan infrastruktur sampai dengan penetapan model bisnis yang lebih sesuai.

"Sehigga ke depan dapat mengakselerasi pertumbuhan dengan lebih baik dan mewujudkan kinerja industri jasa keuangan yang lebih efisien, sehat, dan berkelanjutan," ujarnya.

Selanjutnya, OJK senantiasa melakukan penilaian kinerja keuangan dan governansi bank secara berkala sesuai ketentuan yang berlaku.

3 dari 4 halaman

PT Bank Muamalat Milik Siapa?

Status Kepemilikan Bank MuamalatPer Desember 2023, Bank Muamalat mengalami perubahan kepemilikan signifikan. Berikut ringkasannya:

  • Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH): Menjadi pemegang saham mayoritas dengan menguasai 82,66% saham.
  • Andre Mirza Hartawan: Memiliki 5,19% saham.
  • Islamic Development Bank (IsDB): Memegang 2,04% saham.
  • Pemegang saham publik: Memiliki 10,11% saham, terdiri dari individu dan institusi lain dengan kepemilikan kurang dari 5%.

Perubahan ini terjadi setelah akuisisi Bank Muamalat oleh BPKH dari PT. Bank Tabungan Negara (BTN) pada November 2023. Akuisisi ini bertujuan untuk memperkuat peranan Bank Muamalat sebagai bank syariah terdepan di Indonesia.

BPKH sebagai pemegang saham mayoritas memiliki kewenangan untuk menentukan arah strategis Bank Muamalat. Diharapkan dengan kepemilikan baru ini, Bank Muamalat dapat meningkatkan kinerja dan layanannya, serta menjadi bank syariah yang lebih kompetitif dan berkelanjutan.

4 dari 4 halaman

Bank Muamalat Merger dengan Bank Apa?

Rencana Merger Bank Muamalat dan BTN Syariah: Sebuah Upaya Menuju Bank Syariah Terkuat di IndonesiaPada pertengahan tahun 2023, rencana merger antara Bank Muamalat dan PT Bank Tabungan Negara Syariah (BTN Syariah) mencuat ke publik. Rencana ini didasari oleh visi untuk menciptakan bank syariah terbesar dan terkuat di Indonesia.

Merger ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa keuntungan, antara lain:

  • Peningkatan skala dan efisiensi: Bank hasil merger akan memiliki aset, modal, dan jaringan yang lebih besar, sehingga dapat mencapai skala ekonomi yang lebih optimal dan meningkatkan efisiensi operasinya.
  • Penguatan produk dan layanan: Bank hasil merger akan memiliki portofolio produk dan layanan yang lebih lengkap dan beragam, sehingga dapat memenuhi kebutuhan nasabah yang lebih luas.
  • Peningkatan daya saing: Bank hasil merger akan memiliki kekuatan finansial dan modal yang lebih besar, sehingga dapat bersaing lebih baik dengan bank-bank lain, termasuk bank konvensional.

Namun, rencana merger ini juga mendapat beberapa penolakan, terutama dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI berpandangan bahwa merger ini dapat menghilangkan identitas Bank Muamalat sebagai bank syariah swasta milik umat.

Hingga Juni 2024, proses merger Bank Muamalat dan BTN Syariah masih dalam tahap awal. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum menerima permohonan resmi merger dari kedua bank tersebut.

Meskipun terdapat berbagai pro dan kontra, rencana merger ini menunjukkan upaya nyata untuk memperkuat industri perbankan syariah di Indonesia. Keberhasilan merger ini akan sangat bergantung pada bagaimana kedua bank dapat mengelola integrasi dengan baik dan meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul.