Liputan6.com, Jakarta Ketersediaan lahan parkir menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat perkotaan, terutama saat mengunjungi pusat perbelanjaan, perkantoran, stasiun, dan terminal.
Dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan terbatasnya lahan parkir, pemerintah perlu mengatur dan mengelola lahan parkir dengan baik untuk mendukung mobilitas masyarakat yang tinggi.
Baca Juga
Untuk membiayai pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas parkir, pemerintah memungut biaya retribusi dari pengguna jasa parkir. Retribusi ini menjadi salah satu sumber pendapatan bagi pemerintah daerah.
Advertisement
Selain retribusi, ada juga pajak parkir yang dikenakan pada tempat parkir untuk memastikan legalitasnya. Ada dua jenis pungutan terkait parkir: Pajak Parkir dan Retribusi Parkir, masing-masing dengan dasar hukum, tujuan, dan objek yang berbeda.
Pajak Parkir (PBJT)
Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) mencakup pajak atas jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan dan pelayanan parkir valet.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (35) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, PBJT atas jasa parkir mencakup:
- 1. Penyediaan atau Penyelenggaraan Tempat Parkir: Termasuk tempat parkir yang dimiliki oleh pemerintah atau dikelola oleh pihak swasta, serta parkir di perkantoran yang digunakan untuk karyawan dengan dipungut bayaran.
- 2. Pelayanan Parkir Valet: Layanan ini juga termasuk objek pajak baru yang diatur dalam UU HKPD dan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.
Pengecualian PBJT
Tidak semua penyelenggara parkir dikenakan PBJT. Pengecualian meliputi:
- Jasa Tempat Parkir Pemerintah: Diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah provinsi.
- Parkir untuk Karyawan: Diselenggarakan oleh perkantoran khusus untuk karyawannya.
- Parkir Kedutaan dan Konsulat: Dengan asas timbal balik.
- Penitipan Kendaraan Bermotor Kecil: Kapasitas sampai 10 kendaraan roda empat atau 20 kendaraan roda dua.
- Parkir Usaha Kendaraan Bermotor: Digunakan untuk usaha memperdagangkan kendaraan bermotor.
Retribusi Parkir
Retribusi parkir termasuk dalam objek Retribusi Jasa Umum dan Retribusi Jasa Usaha. Berdasarkan Pasal 67 ayat (1) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, retribusi parkir mencakup:
- 1. Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum: Disediakan oleh pemerintah provinsi sesuai ketentuan perundang-undangan.
- 2. Tempat Khusus Parkir di Luar Badan Jalan: Disediakan dan dikelola oleh pemerintah provinsi di tempat seperti gedung, bangunan, atau area lain yang dimiliki oleh pemerintah.
Â
Apa Saja Perbedaan Utamanya?
Morris menjelaskan bahwa perbedaan mendasar antara PBJT atas jasa parkir dan retribusi parkir terletak pada objek yang dikenakan, pengecualian, dan tujuannya:
- PBJT atas Jasa Parkir: Pungutan atas penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan dan layanan parkir valet. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan pendapatan daerah dengan pengecualian tertentu.
- Retribusi Parkir: Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan parkir yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tujuannya adalah untuk mengatur lahan parkir dan meningkatkan pendapatan daerah dengan pengecualian yang lebih sedikit.
Contoh
- PBJT Jasa Parkir: Pelataran parkir, gedung parkir, penitipan kendaraan bermotor, dan garasi kendaraan yang melakukan pungutan.
- Retribusi Parkir: Parkir di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir yang disediakan oleh pemerintah daerah.
Dengan pemahaman yang jelas tentang perbedaan antara pajak dan retribusi parkir, masyarakat diharapkan dapat mendukung upaya pemerintah dalam mengelola lahan parkir di perkotaan secara lebih efektif dan efisien.
Hal ini akan membantu menciptakan sistem parkir yang lebih teratur, memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat, dan meningkatkan pendapatan daerah.
Advertisement