Sukses

Harga Minyak Dunia Turun, Ternyata Ini Penyebabnya

Harga minyak tergelincir pada hari Selasa karena gagal mempertahankan momentum kenaikan, dengan dana yang dilikuidasi baru-baru ini memperoleh posisi buy.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah berjangka turun sekitar 1% pada perdagangan Selasa. Harga minyak menghentikan reli yang dibukukan pada perdagangan sebelumnya karena tengah mengamati ketegangan di perbatasan Israel dengan Lebanon.

Selain itu, penurunan harga minyak dunia juga terjadi karena pelaku pasar masih mengamati permintaan bahan bakar di musim panas ini apakah sesuai dengan perkiraan atau di bawah.

Harga minyak mentah AS dan harga minyak Brent yang jadi patokan global naik masing-masing sebesar 4,9% dan 4,1%, sepanjang bulan ini karena prospek permintaan bahan bakar musim panas yang lebih optimis.

Namun analis komoditas senior TD Securities Ryan McKay mengatakan, harga minyak tergelincir pada hari Selasa karena gagal mempertahankan momentum kenaikan, dengan dana yang dilikuidasi baru-baru ini memperoleh posisi buy.

Harga turun karena kepercayaan konsumen sedikit melemah di bulan Juni, dan indeks manufaktur Federal Reserve Richmond turun ke-10 bulan ini, turun dari nol di bulan Mei.

Mengutip CNBC, Rabu (26/6/2024), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS untuk kontrak agustus dipatok USD 80,83 per barel, turun 80 sen, atau 0,98%. Dari awal tahun sampai saat ini, harga minyak AS telah naik 12,8%.

Harga minyak Brent untuk kontrak Agustus dipatok USD 85,01 per barel, turun $1, atau 1,16%. DAri awal tahun sampai saat ini, harga acuan minyak global tersebut unggul sebesar 10,3%.

Sedangkan harga gas alam untuk kontrak Juli dipatok USD 2,75 per seribu kaki kubik, turun 1,96%. Dari awal tahun sampai saat ini harga gas naik 9,6%.

 

2 dari 3 halaman

Ketegangan Geopolitik

McKay mengatakan, meskipun reli tersebut telah berhenti, ketegangan geopolitik akan mencegah penurunan harga minyak. Ketegangan antara Israel dan Lebanon meningkatkan risiko gangguan pasokan minyak mentah.

Israel dan milisi Hizbullah yang didukung Iran saling mengancam untuk perang dalam beberapa hari terakhir setelah saling tembak melintasi perbatasan Lebanon selama berbulan-bulan.

Jenderal Angkatan Udara Charles Q. Brown, perwira tinggi militer AS, hari Minggu memperingatkan kepada Iran yang lebih cenderung mendukung Hizbullah jika Israel melancarkan serangan di Lebanon.

“Peningkatan baru dalam indikator risiko pasokan energi dapat mendukung pergerakan harga dalam waktu dekat, namun pada akhirnya kami masih berpendapat bahwa kenaikan tersebut kemungkinan besar dibatasi oleh peningkatan pasokan global dan potensi peningkatan OPEC+, yang mempertanyakan keseimbangan pada tahun 2025,” kata McKay dalam sebuah pernyataan.

Harga minyak mencapai level tertinggi tahunan pada April ketika Israel dan Iran berada di ambang perang, memicu kekhawatiran bahwa konflik yang lebih luas dapat melanda Timur Tengah dan mengganggu pasokan minyak mentah. Harga kemudian turun kembali ketika ketegangan mereda.

“Pasar minyak sejauh ini kebal terhadap dampak invasi Gaza,” John Evans, analis di broker minyak PVM, mengatakan kepada kliennya.

“Namun, pada saat ada perkiraan harga minyak yang akan lebih tinggi, pertimbangan konflik yang lebih luas mulai kehabisan ruang,” kata Evans.

 

3 dari 3 halaman

Awal Kenaikan

Direktur analisis pasar global Rystad Energy Claudio Galimberti menjelaskan, harga Brent di atas USD 85 per barel bisa menjadi awal dari tekanan kenaikan yang lebih besar pada harga seiring dengan menyatunya risiko geopolitik dan fundamental bullish.

Stok minyak mentah, bensin, dan sulingan AS semuanya turun selama pekan yang berakhir 14 Juni sebagai tanda penguatan permintaan. Analis memperkirakan ada penurunan minyak mentah yang lebih besar, yaitu 3 juta barel pada minggu lalu, menurut jajak pendapat Reuters. Administrasi Informasi Energi merilis data resmi pada hari Rabu.

Bob Yawger, direktur eksekutif energi berjangka di Mizuho Securities, mengatakan minyak mentah siap untuk kembali menyerang jika EIA mengeluarkan laporan bullish lainnya.

JPMorgan memperkirakan Brent akan mencapai $90 per barel pada bulan Agustus atau September.