Sukses

Ormas Keagamaan yang Kelola Tambang Wajib Bayar Kompensasi, Ini Alasannya

Pembayaran kompensasi data dan informasi oleh ormas keagamaan yang kelola wilayah tambang juga masuk ke kas negara.

Liputan6.com, Jakarta - Badan usaha organisasi masyarakat (ormas) keagamaan atau ormas keagamaan yang kelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) wajib membayar kompensasi data dan informasi (KDI). Hal ini seperti pengelola wilayah tambang lainnya.

Hal itu disampaikan Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Lana Saria, dalam acara bertajuk, “Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tambang Kepada Ormas Keagamaan” di Jakarta, Rabu, (26/6/2024), seperti dikutip dari Antara.

"Jadi, nanti kalau sudah ditentukan siapa yang akan menggunakan wilayah tersebut, tentunya ada kewajiban membayar yang namanya KDI atau Kompensasi Data dan Informasi,” tutur dia.

Kewajiban tersebut akan termaktub dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi, yang diprakarsai oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Kewajiban badan usaha ormas keagamaan untuk membayar KDI menunjukkan tidak ada perlakuan khusus bagi ormas keagamaan dalam mengelola WIUPK terkait pembayaran KDI. Hal ini karena, badan usaha lainnya yang mengelola wilayah tambang juga diwajibkan untuk membayar KDI. Pembayaran itu akan masuk ke kas negara dan dihitung sebagai penerimaan negara bukan pajak.

Dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 23.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Formula Perhitungan Harga Kompensasi Data Informasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), diatur mengenai perhitungan KDI yang harus dibayarkan oleh pihak pengelola wilayah tambang.

 

2 dari 4 halaman

Revisi Aturan

Selain kewajiban untuk membayar KDI, revisi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 juga akan mengatur pengajuan izin oleh ormas keagamaan dalam bentuk badan usaha, IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri. 

Revisi tersebut juga akan mengatur soal kepemilikan saham ormas keagamaan dalam badan usaha yang harus mayoritas dan menjadi pengendali, mengatur larangan bagi badan usaha untuk bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya.

Revisi tersebut juga nantinya akan mengatur pembatasan periode penawaran WIUPK, yakni berlaku dalam jangka waktu lima tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 tentang Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara.

3 dari 4 halaman

Ormas Keagamaan Boleh Kelola Tambang, DPR Beri Kritik

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan aturan organisasi kemasyarakatan atau Ormas Keagamaan bisa mengelola tambang. Ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang diteken Jokowi 30 Mei 2024.

Beleid tersebut merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan ormas keagamaan bisa mengelola wilayah khusus izin usaha pertambangan (WIUPK) tertuang di Pasal 83A.

Terkait hal ini, anggota Komisi VII DPR RI, fraksi PKS mengatakan tidak setuju dengan niat Pemerintah bagi-bagi IUPK (izin usaha pertambangan khusus) untuk ormas keagamaan, apalagi diberikan secara prioritas tanpa lelang. Menurutnya Ini jelas-jelas menyalahi UU Minerba.

“Membentuk badan usaha milik ormas, memberikan prioritas IUPK, lalu mencarikan kontraktor untuk pengusahaan tambang bagi ormas adalah intervensi yang terlalu jauh, memaksakan diri dan dengan risiko yang tinggi. Kita mengkhawatirkan ini bisa jadi jebakan bagi ormas," kata Mulyanto kepada Liputan6.com, Selasa (11/6/2024).

4 dari 4 halaman

Usul DPR

Mulyanto menjelaskan, lebih baik menggunakan skema bagi-bagi keuntungan atau profit sharing dengan ormas dibandingkan dengan skema bagi-bagi izin tambang atau business sharing.

Mulyanto menjelaskan skema profit sharing bisa dilakukan dengan cara pembagian keuntungan pengusahaan tambang kepada ormas dapat berbentuk bantuan program CSR (corporate social responsibility) secara tetap dan reguler. 

Selain itu bisa berupa pemberian PI (participating interest) sebagaimana yang diterima Pemda yang di wilayahnya ada tambang.

“Ini lebih logis dan realistis serta tidak menyalahi UU. Kita dapat menimba dari pengalaman profit sharing selama ini dan tentunya itu dapat dievaluasi dan disempurnakan,” pungkasnya.