Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, nilai tukar rupiah terancam akan terus mengalami pelemahan. Hal itu dipengaruhi oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) yang diproyeksikan tidak akan menurunkan suku bunga dengan cepat.
"Dari global adalah adanya sekarang makin confirm bahwa suku bunga Federal Reserve tidak akan mengalami penurunan sebanyak seperti yang diharapkan market. Market dalam hal ini tadinya mengharapkan adanya penurunan 4 hingga 5 kali pada tahun ini," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Baca Juga
Lantaran Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) masih mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25 persen - 5,50 persen. Sehingga penurunan suku buka diramal akan lambat, bahkan diproyeksikan hanya menurunkan sekali dalam tahun ini.
Advertisement
Â
"Fed Fund Rate masih mengalami posisi yang stabil di 5,5 persen dan tidak terjadi tanda-tanda mereka akan segera menurunkan, bahkan mungkin yang paling optimis penurunannya hanya satu kali di tahun ini," ujarnya.
Â
Hal ini tentu membuat ekspektasi market menjadi kecewa sehingga menimbulkan suatu reaksi, terutama terlihat pada bulan April yang lalu hingga Mei dimana dolar mengalami penguatan dan mata uang rupiah terdepresiasi atau mengalami pelemahan.
Masih Lebih Baik
Namun, depresiasi mata uang rupiah masih diklaim lebih baik dibandingkan negara berkembang lainnya seperti Brazil yang depresiasinya lebih dalam.
"Mata uang rupiah kita mengalami depresiasi 6,58 persen, naun jika dibandingkan dengan beberapa negara emerging yang lain seperti Brazil dipresiasinya jauh lebih dalam, atau kalau anda sekarang baru mengikuti Jepang mengalami depresiasi yang sangat dalam," ujarnya.
Oleh karena itu, Menkeu waspadai perkembangan dari pasar keuangan. Utamanya akan memperhatikan sentimen di dalam negeri dan dari global agar rupiah tidak terus terdepresiasi.
"Kita lihat untuk pergerakan nilai tukar Rupiah kita mencapai 16.431 per dolar AS pada Mei dan ini sempat mengalami peningkatan, baik karena sentimen di dalam negeri maupun sentimen yang berasal dari global," pungkasnya.
Nilai Tukar Rupiah Terus Alami Tekanan, Semua Mata Tertuju ke AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan Kamis ini. Rupiah diperkirakan bisa terus tertekan dan hampir menyentuh level 16.500 per dolar AS.  Â
Pada awal perdagangan Kamis (27/6/2024), nilai tukar rupiah turun 8 poin atau 0,05 persen menjadi 16.421 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.413 per dolar AS.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, rupiah dibuka melemah di tengah penantian rilis data produk domestik bruto (PDB) kuartal I-2024 Bank Sentral AS final estimate.
"Selain mempertimbangkan pelemahan yen Jepang, pelaku pasar juga menantikan rilis data ekonomi AS yakni PDB kuartal I-2024 final estimate dan jobless claim pada malam ini," kata dia dikutip dari Antara.
Depresiasi yen Jepang dipengaruhi oleh berlanjutnya kekhawatiran atas perbedaan suku bunga Jepang dan negara-negara lain. Pelemahan yen Jepang juga dipengaruhi oleh tren pelemahan yuan Tiongkok dalam lima hari terakhir.
Mempertimbangkan pergerakan yen Jepang, investor khawatir Kementerian Keuangan Jepang akan melakukan intervensi signifikan pada sesi hari ini.
Sementara dari domestik, obligasi Pemerintah Indonesia diperdagangkan beragam pada Rabu 26 Juni 2024, di tengah depresiasi rupiah.
Volume perdagangan obligasi pemerintah tercatat sebesar Rp 18,58 triliun, lebih rendah dibandingkan perdagangan Selasa (25/6), sebesar Rp38,40 triliun.
Josua memproyeksikan pergerakan rupiah akan berkisar 16.375 per dolar AS hingga 16.475 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Advertisement
Rupiah Ambruk, BI: Masih Lebih Baik Dibanding Won hingga Yen
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memastikan stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga sesuai dengan komitmen kebijakan yang ditempuhnya. Namun BI juga mengakui rupiah masih menghadapi pelemahan di Juni 2024.
"Nilai tukar rupiah pada Juni 2024 (hingga 19 Juni 2024) terjaga, meski sempat tertekan 0,70% (ptp) setelah pada Mei 2024 menguat 0,06% (ptp) dibandingkan dengan nilai tukar akhir bulan sebelumnya," ungkap Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers RDG Juni 2024 disiarkan pada Kamis (20/6/2024).
Gubernur Perry menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan FFR, penguatan Dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik.
Sementara dari faktor domestik, tekanan pada Rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
"Dengan perkembangan ini, nilai tukar rupiah melemah 5,92% dari level akhir Desember 2023, lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan Won Korea, Baht Thailand, Peso Meksiko, Real Brazil, dan Yen Jepang masing-masing sebesar 6,78%, 6,92%, 7,89%, 10,63%, dan 10,78%," beber Perry.
Aliran Modal Asing
Ke depan, nilai tukar rupiah diperkriakan akan bergerak stabil sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah, serta didukung oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.
Perry juga memastikan, pihaknya terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter termasuk peningkatan intervensi di pasar valas serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI.
"Bank Indonesia memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023," imbuhnya.Â
 Â
Advertisement