Sukses

Pemerintah Akui Belum Bayar Utang Kompensasi ke Pertamina dan PLN, Nilainya Fantastis

Pemerintah masih memiliki tagihan sebesar Rp53,8 triliun yang belum dibayarkan kepada PT Pertamina dan PT PLN.

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, Pemerintah masih memiliki tagihan sebesar Rp53,8 triliun yang belum dibayarkan kepada PT Pertamina dan PT PLN.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata, mengatakan tagihan kompensasi yang belum dibayarkan tersebut adalah jumlah kompensasi harga energi selama kuartal I-2024.

"Jadi, untuk yang triwulan I ini, belum dibayar, karena prosesnya memang sedang berlangsung," kata Isa dalam paparan Konferensi Pers APBN Kita edisi Juni 2024, dikutip Jumat (28/6/2024).

Diketahui pada periode tersebut, Pemerintah meminta PLN dan Pertamina untuk menekan harga BBM dan listrik di luar subsidi. Oleh karena itu, Pemerintah memberikan kompensasi kepada dua perusahaan tersebut.

Hingga saat ini, tagihan sedang dalam proses untuk pembayaran kepada PLN dan Pertamina. Namun, pihaknya sedang melakukan audit terlebih dahulu, sebelum melakukan pembayaran.

"Kompensasi kita bayar 3 bulan sekali dengan audit BPKP atau aparat pengawasan intern pemerintah. Tagihan triwulan I 2024, kompensasi totalnya dari PLN dan Pertamina Rp 53,8 triliun, ini masih perlu diaudit diperkirakan bisa diselesaikan beberapa Minggu ke depan," jelasnya.

Adapun kata Isa, pihaknya telah membayar tagihan untuk subsidi energi di luar kompensasi kepada PLN dan Pertamina senilai Rp56,9 triliun.

Angka tersebut terdiri dari subsidi BBM sebesar Rp6,6 triliun, subsidi LPG 3 kilogram sebesar Rp 26,8 triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp 23,5 triliun.

"Untuk subsidi energi untuk 2024 sudah dibayarkan sebesar Rp 56,9 triliun. Karena subsidi biasanya dibayarkan setiap bulan, tapi untuk kompensasi kita bayarkan 3 bulan sekali," pungkasnya.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Tetap Tak Naikkan Harga BBM

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tidak ada pembahasan mengenai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sampai saat ini. Seperti diketahui, nilai tukar rupiah yang menjadi salah satu faktor pembentuk harga BBM mengalami pelemahan.

"Sampai saat ini tidak ada pembahasan mengenai kemungkinan kenaikan harga BBM dengan kementerian ESDM," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata dalam konferensi pers virtual APBN Kita Juni 2024 di Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Langkah pemerintah tidak mendongkrak harga BBM meskipun rupiah mengalami pelemahan karena harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) masih dalam kisaran harga rata-rata yang ditetapkan pemerintah.

"Untuk ICP harga minyak sejauh ini rata-ratanya sampai hari ini masih sesuai dengan prediksi kita. Jadi kita belum terlalu mendapat tekanan untuk sisi ICP," ungkapnya.

 

3 dari 3 halaman

Konsumsi Naik

Selain itu, konsumsi BBM hingga Mei 2024 juga masih terkendali. Bahkan, konsumsi BBM mengalami tren penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

"Tadi disampaikan bu menteri kita masih cukup bersyukur konsumsi untuk bbm masih sedikit bisa dikendalikan sehingga lebih rendah dari tahun lalu, ini yang mungkin juga terus menerus perlu kita lakukan," ujarnya.

Meski demikian, dia mengakui dari sisi nilai tukar rupiah cukup mengalami tekanan untuk melakukan impor BBM. Namun, Kemenkeu menilai tekanan nilai tukar Rupiah masih memadai.

"Secara keseluruhan kita lihat subsidi masih bisa kita pantau dalam range yang sudah disiapkan dalam APBN kita," ujar dia.

Pun, penyusunan anggaran subsidi BBM bersifat dinamis. Dengan demikian, pemerintah dapat sewaktu-waktu menambah anggaran subsidi BBM apabila diperlukan.

"Dan untuk pembahasan, sampai saat ini tidak ada pembahasan mengenai kemungkinan kenaikan harga BBM dengan kementerian ESDM," sebutnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com