Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak hari ini diprediksi cenderung naik meski pasar saat ini mengalami koreksi. Peluang kenaikan harga minyak masih cukup besar. Beberapa faktor global yang mempengaruhi harga minyak ini termasuk konflik di Timur Tengah, ketegangan geopolitik, dan kondisi ekonomi di China.
Analisis Andrew Fischer dari Deu Calion Futures (DCFX) menjelaskan, ketegangan di Timur Tengah, terutama setelah serangan udara Israel di Gaza yang menewaskan setidaknya 11 warga Palestina, menjadi salah satu faktor utama yang mendukung kenaikan harga minyak dunia.
Baca Juga
Selain itu, tank-tank Israel juga dilaporkan maju ke Rafah dan memasuki kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai di bagian utara.
Advertisement
"Ketegangan ini menambah kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan minyak dari wilayah tersebut, yang merupakan salah satu pemasok utama minyak dunia," jelas dia dalam keterangan tertulis, Senin (1/7/2024).
Di sisi lain, ekonomi China yang cenderung stagnan dan tingkat pengangguran yang tinggi juga menjadi faktor penting dalam analisis harga minyak. Data yang dirilis menunjukkan bahwa aktivitas bisnis di China masih rapuh, meskipun ada langkah-langkah stimulus baru-baru ini. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan permintaan minyak dari importir utama dunia tersebut.
Secara tren, harga minyak masih cenderung naik dan belum menunjukkan tanda-tanda perubahan yang signifikan.
Pada perdagangan Asia hari Senin (1/7/2024), harga minyak mengalami kenaikan, didukung oleh pelemahan dolar. Data inflasi terbaru membuat para pedagang meningkatkan spekulasi bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada bulan September.
Harga minyak Brent oil futures naik 0,3% menjadi USD 85,29 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) crude futures naik 0,4% menjadi USD 81,84 per barel pada pukul 08.10 WIB. Kedua kontrak tersebut mengalami kenaikan besar sepanjang bulan Juni akibat gejolak geopolitik di Timur Tengah dan Rusia.
Â
Tren Harga Minyak
Â
Pelemahan dolar juga memberikan keuntungan pada harga minyak. Dollar index turun sekitar 0,2% di perdagangan Asia, memperpanjang penurunan dari hari Jumat setelah Indeks Harga PCE menunjukkan inflasi sedikit menurun di bulan Mei.
Angka ini mendorong optimisme bahwa inflasi AS mendingin dan meningkatkan taruhan pada penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin di bulan September. Dolar yang lebih lemah membuat minyak lebih murah bagi pembeli internasional, sehingga meningkatkan permintaan minyak.
Fokus minggu ini adalah pada sinyal-sinyal dari The Fed, dengan Ketua Jerome Powell yang akan berbicara pada hari Selasa, serta risalah pertemuan Fed bulan Juni yang akan dirilis pada hari Rabu.
Data penting penggajian non-pertanian juga akan dirilis pada hari Jumat, yang menjadi pertimbangan utama bagi The Fed dalam menggerakkan suku bunga. Meskipun ada sinyal positif pada suku bunga, data inventaris yang dirilis minggu lalu menunjukkan bahwa permintaan bahan bakar AS tetap lemah meskipun ada peningkatan perjalanan selama musim panas.
Â
Advertisement
Data China
Data indeks manajer pembelian (PMI) yang lemah dari China menambah kekhawatiran terhadap permintaan minyak global. Aktivitas manufaktur PMI di negara ini menyusut untuk dua bulan berturut-turut, sementara aktivitas non-manufaktur juga terlihat melemah.
Data PMI tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di China menyusut meskipun ada langkah-langkah stimulus baru-baru ini, yang dapat berdampak negatif pada permintaan minyak mentah.
Secara keseluruhan, Andrew Fischer menyimpulkan, harga minyak hari ini cenderung naik meski pasar sedang mengalami koreksi. Faktor-faktor seperti ketegangan di Timur Tengah, kondisi ekonomi China, dan tren pelemahan dolar AS menjadi pendorong utama kenaikan harga minyak.
Â