Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya deflasi 0,08 persen pada Juni 2024 jika dihitung secara bulanan, atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,37 pada Mei 2024 menjadi 106,28 pada Juni 2024. Deflasi bulan Juni 2024 lebih dalam dibandingkan Mei 2024, dan merupakan deflasi kedua pada 2024.
Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, mengatakan deflasi terus menerus tentunya memiliki dampak positif dan negatif terhadap masyarakat dan ekonomi Indonesia.
Baca Juga
Dampak positifnya, masyarakat mendapatkan harga barang yang murah, membiasakan hidup hemat bagi masyarakat. Nilai mata uang rupiah lebih menguat, dan munculnya kesadaran menabung bagi masyarakat agar bisa memenuhi kebutuhan.
Advertisement
Sementara, dampak negatifnya, yakni muncul kebijakan PHK besar-besaran, sehingga banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Akibatnya tingkat pengangguran meningkat. Kemudian, dampak negatif lainnya yakni pendapatan bisnis atau usaha menurun sebab harga barang menurun.
"Kerugian yang dialami pemilik usaha menyebabkan cicilan kredit di bank macet," kata Esther kepada Liputan6.com, Senin (1/7/2024).
Selanjutnya, devisa atau pendapatan negara menurun sebab tarikan pajak menurun sebagai akibat menurunnya pendapatan masyarakat. Parahnya jika deflasi terus menerus maka kegiatan perekonomian suatu negara bisa mengalami resesi dan kemerosotan.
Dampak negatif lainnya, "Produksi barang menurun karena permintaan dan daya beli terhadap barang yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja, yang mengakibatkan para investor menarik modalnya karena kegiatan jual beli lesu," pungkasnya.
BPS Catat Deflasi 0,08% di Juni 2024, Deflasi kedua Tahun Ini
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya deflasi 0,08 persen pada Juni 2024 jika dihitung secara bulanan, atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,37 pada Mei 2024 menjadi 106,28 pada Juni 2024. Penyumbang angka deflasi ini antara lain bawang merah dan tomat.
"Deflasi bulan Juni 2024 lebih dalam dibandingkan Mei 2024, dan merupakan deflasi kedua pada 2024," ujar Plt Sekretaris Utama BPS Imam Machdi, Senin (1/7/2024).
"Secara year on year terjadi inflasi sebesar 2,51 persen, dan secara tahun kalender atau year to date terjadi inflasi sebesar 1,07 persen," tambah dia.
Kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar yakni makanan, minuman dan tembakau dengan deflasi 0,49 persen dan memberikan andil deflasi 0,14 persen.
Adapun komoditas utama penyumbang deflasi adalah bawang merah dengan andil 0,09 persen, tomat dengan andil 0,07 persen, serta daging ayam ras dengan andil 0,05 persen.
Sementara terdapat komoditas yang memberikan andil inflasi, antara lain cabai rawit dan cabai merah dengan dan inflasi masing-masing sebesar 0,02 persen. Kemudian emas perhiasan, kentang, ketimun, sigaret kretek mesin, tarif angkutan udara, ikan segar, dan kopi bubuk dengan andil inflasi 0,01 persen.
Advertisement
Peristiwa Penting
Lebih lanjut, Imam turut mencatat beberapa peristiwa penting pada Juni 2024 yang turut berpengaruh terhadap angka inflasi/deflasi. Salah satunya, kebijakan Badan Pangan Nasional yang menetapkan harga eceran tertinggi (HET) baru untuk komoditas beras kualitas premium dan medium, sesuai peraturan Bapanas Nomor 5/2024 yang berlaku sejak 5 Juni 2024.
"Harga eceran tertinggi bervariasi sesuai dengan wilayah, mulai dari Rp 12.500-13.500 per kg untuk kualitas medium. Dan, Rp 14.900-15.800 per kg untuk kualitas premium," terang Imam.
Peristiwa penting lain yang punya andil besar, yakni penerapan Hari Raya Idul Adha pada 17 Juni 2024, dengan penambahan hari cuti bersama pada 18 Juni 2024.